Simpati untuk Ante Rebic

Foto: @MilanPosts

Rebic bukan pemain yang bisa kamu harapkan untuk mencetak gol di setiap pertandingan. Namun, percayalah, ia selalu bisa diandalkan dan menjelma sebagai pembeda saat kesulitan datang.

Ante Rebic masih berusia 18 tahun saat Imotkse Novine mewawancarainya. Ia menjadi perbincangan di seantero Kroasia waktu itu. Adalah gol ke gawang Dinamo Zagreb yang menjadi muaranya. Siapa pula yang menyangka pahlawan RNK Split di laga itu adalah remaja yang masuk sebagai pengganti.

“Aku bahkan tak berharap untuk tampil di pertandingan itu, setidaknya sebelum pelatih menurunkanku di babak kedua,” terang Rebic dalam wawancaranya itu.

“Aku sedikit canggung berhadapan dengan Ivan Kelava, tetapi akhirnya berhasil mencetak gol di gawangnya. Aku akan selalu mengingatnya, bukankah impian setiap striker adalah mencetak gol ke gawang Dinamo di Maksimir?”

Impian tak ubahnya konstelasi bintang. Mereka saling terhubung satu sama lain. Makin banyak impian, makin banyak pula cara untuk merangkainya. Itulah yang membedakan kita dengan pecundang. Mereka hidup melayang tanpa kejelasan, mengabaikan bintang-bintang tanpa berniat merangkainya.

Bagi Rebic, mengoyak jala Dinamo adalah salah satu dari sekian banyak impian yang dilaluinya lewat sepak bola. Bukan melulu soal pertandingan, tetapi juga hal-hal lain di luar lapangan. Rebic pernah melunasi utang 500 warga di tempat tinggalnya dulu, Donji Vinjani, pada 2018. Selain itu ia juga menyumbangkan 10 ribu euro untuk The Golden Sequin Center demi membangun fasilitas baru untuk rehabilitasi dan pengasuhan anak-anak di Slavonski Brod.

“Kami benar-benar berterima kasih kepada Rebic atas sikap luar biasa dan dukungan finansial yang besar kepada kami," kata Direktur The Golden Sequin Center, Fr. lіја Jеrkоvіс, kepada Novizivot.

Vinjani punya kesan mendalam di hati Rebic. Di desa kecil itu ia mengawali kariernya sebagai pesepak bola selama enam tahun lamanya. Baru setelahnya Rebic bergabung dengan tim divisi ketiga, NK Imotski.

Titik balik Rebic terjadi pada 2010. Ia tampil ciamik dalam turnamen junior yang diselenggarakan di Italia. Performanya memikat hati Darko Butorovic. Tak lama kemudian eks pemain Hajduk Split dan Timnas Kroasia itu membawanya bergabung dengan RNK.

Perhitungan Butorovic tidak luput. Rebic menjadi salah satu pemain terbaik di generasinya. Pada musim ketiganya bersama RNK, ia sukses mencetak 12 gol dari 31 penampilan di musim 2012/13. Tak mengherankan kalau Anugerah Hope of the Year di Kroasia disabetnya di periode yang sama.


Rebic tak butuh waktu lama untuk mendapatkan tiket ke Timnas Kroasia. Pada 31 Juli 2013 ia diundang untuk mentas di laga uji tanding versus Liechtenstein. Debutnya berjalan manis. Rebic sukses mencetak gol empat menit setelah masuk menggantikan Ivica Olic.

Saking impresifnya, arsitek Kroasia waktu itu, Igor Stimac, memberikannya pujian setinggi langit. “Dia hebat, sangat cepat, dan juga superior. Dia adalah konfirmasi dari apa yang saya ingin lakukan kepada pemain muda di tim nasional,” ucap Stimac soal Rebic.

Stimac tidak sendirian. Niko Kovac adalah pelatih lain yang juga mengakui eksistensi Rebic. Kovac sampai memboyongnya ke Piala Dunia 2014. Bersama Mateo Kovacic, Rebic menjadi penggawa termuda Vatreni. Walaupun tampil sebagai pemain pengganti, Rebic selalu turun di tiga pertandingan fase grup.

Sayangnya, kredibilitas Rebic sebagai pemain potensial Kroasia tak lantas memuluskan jalan kariernya di level klub. Harapannya pindah ke Serie A nyaris sia-sia. Di Fiorentina, Rebic sekadar mampir. La Viola lebih sering meminjamkannya ketimbang menggunakan jasanya. Selama tiga musim beruntun Rebic dipinjamkan ke RB Leipzig, Hellas Verona, dan Eintracht Frankfurt.

Apa yang dialami Rebic sebenarnya masuk di akal. Ia bukanlah penyerang yang rutin memberikan gol di tiap pertandingan. Determinasi adalah nilai jualnya. Bagaimana ia merebut penguasaan bola lawan seawal mungkin, kemudian mendistribusikannya kepada rekan-rekannya. Ini sedikit mengingatkan kita kepada pemain Kroasia lainnya macam Mario Mandzukic.

Well, itulah mengapa Rebic membutuhkan banyak waktu untuk mendapatkan klub dan pelatih yang benar-benar cocok dengan gaya mainnya. Sampai akhirnya itu terealisasi pada musim 2017/18 saat Kovac memintanya bergabung ke Frankfurt.

Pelatih kelahiran Berlin itu tahu betul bagaimana cara memaksimalkan Rebic. Cukup sandingkan Rebic dengan Sebastien Haller dan biarkan ia bekerja sebagai orang kedua di lini depan. Hasilnya ciamik, produktivitas Frankfurt meningkat dibanding musim sebelumnya. Mereka finis lima setrip lebih baik dan menjadi runner-up DFB Pokal, kemudian juara semusim setelahnya.

Metode yang sama juga diterapkan Adi Huetter, penerus Kovac di Frankfurt. Malah, Rebic intens diturunkan sebagai gelandang serang selama rezimnya. Pada praktiknya, ia akan lebih banyak menyisir tepi kiri untuk menopang Haller dan Luka Jovic sebagai duet di garda terdepan Frankfurt.

“Dia bermain dengan sukarela di sebelah kiri. Di situ ia bisa melakukan cutting-inside. Dia bisa bermain di depan sebagai penyerang tunggal atau bermain dalam wadah dua striker. Dorongan, kecepatan, dan kehadirannya membuatnya menjadi pemain penting untuk sistem saya,” kata Huetter dilansir DW.

Keserbabisaan Rebic ini menarik minat AC Milan. Mental dan gaya mainnya yang spartan bisa menjadi penguat kerangka tim Rossoneri yang terlalu lembut. Rebic bisa menghadirkan sesuatu yang berbeda dari gaya flamboyan Hakan Calhanoglu dan Samu Castillejo. Setidaknya, ia bakal lebih berguna ketimbang Andre Silva yang pelit gol selama berseragam Milan.

Harapan Milan betulan kejadian. Rebic mampu mengemban peran goalgetter selama Zlatan Ibrahimovic absen. Sebanyak 12 gol dibuatnya di lintas ajang sekaligus yang tertinggi di antara rekan-rekannya. Itu bukan kebetulan. Nyatanya Rebic masih mampu menjaga kesuburannya selama periode 2020/21. Torehan golnya di Serie A menyentuh 11, tertinggi ketiga setelah Ibrahimovic dan Franck Kessie.

Ada beberapa faktor mengapa Rebic mencapai produktivitas terbaiknya bersama Milan. Kecocokan peran dan posisi winger kiri dalam formasi 4-2-3-1 yang pertama. Kemudian pendekatan Stefano Pioli dalam menitikberatkan serangan di tepi kiri. Ini membuat keterlibatan Rebic dalam aksi ofensif menjadi lebih tinggi.

Di rentang waktu yang sama, Rebic juga berhasil meningkatkan ketajamannya. Mengacu Understat, xG Rebic di musim 2020/21 itu ada di angka 7,28 atau surplus 3,72. Jumlah itu jauh lebih baik dari Ibrahimovic yang minus 1,25.

Tak heran kalau Stefano Pioli masih memercayakan pos penyerang kepada Rebic, walaupun musim ini Milan ketambahan Olivier Giroud di sektor striker. Kalaupun tidak, Rebic masih bisa dipasang sebagai winger kiri untuk menjaga ofensifitas sisi tepi.

Keserbabisaan yang dimiliki Rebic begitu vital, apalagi saat Milan mengalami kebuntuan di laga sulit. Bukan sekali-dua kali saja ia muncul sebagai game changer. Rebic memprakarsai seluruh gol Milan ke gawang Lazio di giornata ketiga lalu. Pun dengan gol semata wayangnya yang menghindarkan Milan dari kekalahan di markas Juventus. Itu belum ditambah dengan lesakannya saat melawan Liverpool di matchday pertama Liga Champions.

“Saya memberinya apresiasi di setiap pertandingan. Dia adalah pemain yang mampu mengisi semua peran, membantu kami saat Ibra dan Giroud absen. Dia bisa mengubah permainan, dia harus terus seperti ini,” ucap Pioli kepada DAZN.

Rebic bukan pemain yang bisa kamu harapkan untuk mencetak gol di setiap pertandingan. Namun, percayalah, ia selalu bisa diandalkan dan menjelma sebagai pembeda saat kesulitan datang. Terkadang, peran semacam ini lebih penting dari apa pun.