Tangan Magis Maignan

Foto: @mmseize.

Dari kiper buangan menjadi jagoan Ligue 1. Kini, Mike Maignan menatap pendar masa depannya bersama AC Milan.

Hari itu Mike Maignan mendapatkan dua panggilan telepon. Satu dari Paolo Maldini, satu lagi Frederic Massara. Tujuan mereka sama: Membujuk Maignan merapat ke AC Milan. 

Tidak, Maldini dan Massara tak banyak beretorika di sana. Maignan sudah kesengsem duluan dengan Milan meski AS Roma juga turut mengejarnya. "Langsung kuberi tahu mereka bahwa aku siap untuk petualangan baru ini," ucapnya.

Peresmian itu pada akhirnya terealisasi pada 27 Mei 2021. Dengan kontrak lima musim, Maignan sah menjadi personel Rossoneri. Ia menggantikan Gianluigi Donnarumma yang, menariknya, menyeberang ke Prancis, tempat Maignan bermain sepak bola sejak 2012.

***

Maignan lahir di Cayene, Ibu Kota Guyana Prancis. Sesuai namanya, negara ini adalah salah satu koloni Prancis yang terletak di bagian utara Amerika Selatan. Berbeda dengan Prancis, sepak bola bukan olahraga yang digandrungi di sana. Tak banyak bocah yang bercita-cita sebagai pemain, Maignan termasuk di dalamnya.

“Aku benci sepak bola. Aku bahkan menangis ketika itu disiarkan di televisi," kenang Maignan kepada Le Populaire.

Maignan terus begitu hingga ia mendapatkan balon busa dari restoran McDonald's. Maignan hampir tak pernah meninggalkannya. Ia melempar dan menendangnya setiap hari, sampai-sampai isi rumahnya berantakan. Secara tak sadar Maignan mulai menikmati permainan bola.

Pada tahun 2000 itu, McDonald's memang menjadi salah satu sponsor resmi Euro. Bola busa termasuk salah satu objek pemasaran mereka. Entah kebetulan macam apa, Prancis yang kemudian mengangkat piala. Tepat sehari setelah itu, pada ulang tahun kelima Maignan, ia memantapkan keinginannya menjadi pemain sepak bola. Tiga tahun kemudian, Maignan dibawa ibunya hijrah ke Prancis.

Maignan tumbuh di Villiers-le-Bel yang berada di pinggir utara Paris. Secara matematis, ini bukan tempat yang strategis untuk mengejar karier. Rawan kriminalitas dan kekacauan di sana. Kerusuhan Prancis pada 2005 silam menjadi buktinya. Lebih dari 8.000 kendaraan terbakar dan 2.760 orang ditangkap akibat insiden tersebut.

Kekhawatiran ibunya semakin tinggi karena Maignan enggan bersekolah. Ia takut putranya jatuh di lingkungan yang salah. Untungnya, Maignan punya pegangan: Sepak bola. Walaupun itu kemudian mengorbankan pendidikannya.

“Pada satu titik, aku hampir menyerah karena muak. Tiap hari selalu sama: Aku bangun, pergi ke kelas, lalu berolahraga. Aku hanya ingin bermain sepak bola. Sekolah menghancurkan morel saya,” tegas Maignan.

Kekeraskepalaan ini ia bawa ke lapangan. Sampai akhirnya ia melunak setelah bertemu dengan Romain Damiano, pelatihnya di tim junior yang juga ayah angkatnya. Damiano mengajarkannya berbagai hal dasar untuk menjadi pemain, mulai dari teknik dasar hingga pembentukan mental.

Damiano juga yang membuat Maignan tetap memilih posisi penjaga gawang. Ia sempat ingin kembali menjadi outfield player seperti beberapa tahun sebelumnya, tetapi Damiano berhasil meyakinkan Maignan bahwa dirinya akan bersinar sebagai kiper hebat.

Keputusan ini tepat. Paris Saint Germain (PSG) mengendus potensinya dan memasukkannya ke akademi. Maignan tampil mengesankan bersama tim junior dengan mencatatkan 13 nirbobol dari 40 pertandingan.

Akan tetapi, PSG terlalu pelit untuk para pemain yang berada dalam fase transisi. Tak peduli itu didikan akademinya sendiri. Lumayan banyak personel potensial yang terlempar setelah Qatar Sports Investments (QSi) datang mengakuisisi. Mamadou Sakho dan Clement Chantome adalah beberapa korban awal. Disusul Kingsley Coman, Moussa Dembele, Christopher Nkunku, serta dua penggawa Lille: Boubakary Soumare dan Jonathan Ikone.

Lebih-lebih lagi untuk penjaga gawang seperti Maignan. Kansnya tampilnya secuil. Ia menjadi serep ketiga Salvatore Sirigu setelah Nicolas Douchez. Alhasil, tak sekalipun Maignan tampil bersama tim utama. Posisinya makin terjepit setelah PSG mendatangkan Kevin Trapp di musim panas 2015/16. Maignan alamat turun pangkat menjadi kiper keempat.

Di sanalah Lille datang menyelamatkannya. Mereka menebus Maignan sejuta euro dengan durasi kontrak 5 tahun. Meski tak sementereng PSG, setidaknya masa depannya lebih cerah di sana. Hanya Vincent Enyeama saingan Maignan.

Kesempatan pertama datang sebulan setelah kedatangannya. Adalah Rennes yang menjadi lawan Lille waktu itu. Di pertengahan babak kedua, Maignan masuk menggantikan Yassine Benzia usai Enyeama dikartu merah. Ajaib, Maignan langsung menunjukkan tuah di sentuhan pertamanya. Eksekusi penalti Paul-Georges Ntep ia tepis. Walau akhirnya ia kebobolan satu gol dari pemain yang sama lima menit kemudian.

Kendati memulai debut meyakinkan, Frederic Antonetti tak terkesan dengan Maignan. Cuma 5 kali ia diturunkan. Bandingkan dengan Enyeama yang tampil pada 39 pertandingan untuk Lille musim 2015/16 itu.

Tidak mengherankan sebenarnya. Enyeama ini cukup populer di kalangan pendukung Lille. Belum lagi dengan sederet penghargaan individu serta pengalamannya manggung bersama Timnas Nigeria. Oh, ya, Enyeama juga merupakan pilar penting saat Super Eagles menjadi kampiun Piala Afrika 2013.

Dua musim Maignan menjadi kiper pelapis, hingga akhirnya segalanya berubah saat kedatangan Marcelo Bielsa. Well, banyak yang bilang Bielsa dekat dengan ketidakawarasan—saking briliannya ide-ide yang ia tuangkan ke lapangan.

Energik menjadi identitas permainan Bielsa. Ia menuntut anak asuhnya untuk selalu dinamis dalam memainkan perannya, tak terkecuali sektor kiper. Itulah mengapa ia memilih Maignan ketimbang Enyeama. Menurutnya, Maignan adalah penjaga gawang modern yang punya mumpuni soal daya olah bola.

Menyitat WhoScored, persentase kesuksesan umpan Maignan pada musim sebelumnya menyentuh 77% dengan rata-rata 30 umpan per laga. Jumlah itu jauh meninggalkan Enyeama yang akurasinya cuma 59,6% dari rerata 28 umpan tiap pertandingan.

Di sinilah titik balik Maignan. Ia meraih slot kiper reguler Lille. Hanya empat kali ia absen di Ligue 1 edisi 2017/18. Eksistensinya kian mengental semusim berselang. Maignan selalu tampil pada 42 pertandingan di lintas ajang. Sementara di panggung Ligue 1, Maignan mencatatkan 17 nirbobol, 233 penyelamatan, plus menggagalkan penalti 3 kali. Torehan mentereng itu membuatnya diaugerahi kiper terbaik Liga Prancis.

Maignan mulai mencuri perhatian. Didier Deschamps sampai memberikan debut kepadanya Oktober tahun lalu. Kita tahu, Maignan kemudian diikutsertakan ke skuad Prancis di Euro lalu bersama Hugo Lloris dan Steve Mandanda.

Maignan memang proyeksi ideal untuk kiper masa depan Prancis. Saat ini Lloris sudah menginjak 34 tahun, Mandanda 2 tahun lebih tua lagi. Penggantinya nyaris tak ada. Kalaupun ada, tak semeyakinkan sebelumnya.

Alphonse Areola kualitasnya tak lebih dari sekadar kiper pinjaman. Baru-baru ini PSG kembali merentalkannya ke West Ham United—setelah semusim di Fulham. Benoit Costil, kiper ketiga Prancis di Euro 2016, juga sudah berumur 34 tahun.

Bandingkan dengan Maignan yang baru menjejak usia 26 pada 3 Juli lalu. Perkara pencapaian juga tak perlu dipertanyakan. Maignan berhasil mengantar Lille juara Ligue 1 2020/21 sekaligus memutus hegemoni PSG. Bukan cuma itu, Maignan mengukuhkan diri sebagai pengawal gawang terbaik di lima liga top Eropa dengan 21 clean sheet.


Ya, kami percaya jumlah nirbobol tak melulu merepresentasikan kehebatan seorang kiper. Ada pengaruh taktik pelatih dan kinerja pemain belakang di dalamnya. Lille, punya Christophe Galtier yang cukup detail dalam mengorganisasi pertahanan timnya. Kemudian ada duo bek sentral, Jose Fonte dan Sven Botman, yang disiplin bukan main.

Namun, percayalah, Maignan benar-benar shot stopper ulung. Reflek dan athleticism yang dimilikinya adalah kombinasi sempurna untuk seorang kiper. Menurut data Fbref, Maignan berhasil menepis 79% dari total tembakan yang mengarah ke gawangnya pada musim 2020/21. Hanya Thibaut Courtois, Keylor Navas, dan Jan Oblak yang mampu mengunggulinya. Itu pun tipis, marginnya tak lebih dari 2%.

Donnarumma? Ada di peringkat 30 dengan persentase 71,2%.