Tanpa Nomor Sembilan
Guardiola memberikan banyak kesempatan untuk non-penyerang bermain di kotak penalti lawan dan hasilnya cukup memuaskan.
Di tanah Catalunya, Lionel Messi ditempa Barcelona untuk menjadi pemain sepak bola yang serbabisa.
Messi lahir dan menghabiskan masa kecil di Rosario. Di Rosario pula, ia belajar sepak bola. Dalam suatu wawancara, ia pernah mengaku bahwa tidak hanya bermain dengan anak-anak sepantaran, tetapi juga dengan yang lebih tua.
Saat bermain bersama anak-anak yang lebih tua, Messi seringkali ditugaskan bermain sebagai gelandang serang tengah. Kebiasaan tersebut terus dibawanya hingga memperkuat Newell’s Old Boys.
“Aku menghabiskan satu atau dua tahun di gelandang serang tengah. Bermain di posisi tersebut memberikanku kebebasan untuk bergerak ke mana saja,” kata Messi kepada DAZN.
Pada awal 2000-an, Messi diangkut oleh Barcelona. Ada banyak hal yang ia ingat pada masa-masa awal kedatangannya, salah satunya formasi 3-4-3. “Pola ini tricky bagiku karena tidak ada tempat untuk seorang gelandang serang,” kata Messi.
Kenyataan tersebut membuat Messi harus beradaptasi. Adaptasinya semakin berat ketika Frank Rijkaard ditunjuk sebagai manajer pada musim 2003/04. Meski tidak lagi menggunakan 3-4-3, pria asal Belanda tersebut keukeuh dengan adanya tiga pemain depan.
“Rijkaard memintaku bermain di posisi winger kanan. Tugas ini sempat jadi kendala buatku karena tidak pernah sekalipun aku bermain di posisi itu. Rijkaard tidak peduli dan terus memintaku belajar bermain di posisi itu,” kata Messi.
“Setelah menjalani beberapa latihan, aku mulai terbiasa. Bermain di posisi itu ternyata sangat menyenangkan karena aku dapat menggunakan kaki terkuat saat melakukan penetrasi ke kotak penalti lawan,” tambahnya.
Kesempatan bagi Messi akhirnya datang. Pada 16 Oktober 2004, ia menjalani debut di tim utama Barcelona saat bersua Espanyol. Musim berikutnya, ia mengunci status sebagai pemain inti di posisi winger kanan.
Saat itu, Messi mungkin bisa berpuas diri. Namun, kenyataannya masih ada banyak pelajaran yang perlu ia kuasai. Pelajaran besar lain pun datang seiring dengan terpilihnya Pep Guardiola sebagai manajer baru pada 2008/09.
Peran baru yang dijalani Messi di bawah kepemimpinan Guardiola adalah false nine. False nine adalah suatu peran penyerang yang tidak hanya bertugas untuk mencetak gol, tetapi juga menciptakan ruang di pertahanan lawan. Peran ini dipilih Guardiola menjelang pertandingan menghadapi Real Madrid pada 2009.
“Aku ingat betul kejadian tersebut karena Guardiola memanggilku sehari sebelum pertandingan. Ia berkata telah melihat banyak pertandingan Madrid dan rasanya perlu melakukan sebuah perubahan untukku hari itu,” kata Messi.
Pada pertandingan tersebut, Messi dimainkan sebagai penyerang tengah dan diapit oleh Samuel Eto’o dan Thierry Henry. Namun, pada praktiknya, Messi ternyata lebih banyak ditugaskan untuk bahu membahu bersama gelandang tengah.
“Aku memang tidak pernah bermain sebagai penyerang tengah. Namun, aku tahu tugas dari peran tersebut: turun ke dalam untuk menjemput bola dan mengeksplorasi beragam kemungkinan di pertahanan lawan,” jelas Messi.
Kejadian ini adalah contoh dari kegeniusan Guardiola. Menaruh Messi sebagai false nine bukan saja perkara memanfaatkan lubang dari Madrid, tetapi juga caranya menjawab keadaan saat tidak memiliki penyerang tengah yang mumpuni.
***
Kesempatan Phil Foden untuk menjadi starter di tim utama City bisa dihitung jari. Sejak pertama kali menjadi bagian tim utama pada 2017/18, ia hanya 12 kali diturunkan sejak menit pertama.
Satu hal yang membuat kesempatan Foden minim adalah persaingan panas di posisi bermainnya, winger. Musim ini pun tak jauh berbeda, meski Leroy Sane pergi, City memutuskan untuk menggaet Ferran Torres.
Berawal dari makin tumpulnya Sergio Aguero dan preferensi Gabriel Jesus untuk bergerak dari tepi lapangan, Guardiola kemudian memilih Foden. Foden dimainkan sebagai penyerang tengah dengan peran false nine.
Pertandingan melawan Liverpool, Februari lalu, jadi panggung perdana Foden di posisi dan peran ini. Hasilnya? Istimewa. City menang 4-1 dan Foden berkontribusi atas dua gol di antaranya.
Keputusan Guardiola memilih menggunakan gelandang serang dan winger-nya--mayoritas dalam peran false nine--ketimbang penyerang tengah asli di ujung pola tidak terjadi sekali itu saja. Kevin De Bruyne, Bernardo Silva, Riyad Mahrez, Raheem Sterling, dan Ferran Torres sudah pernah dicoba untuk bermain di posisi tersebut.
Pada musim ini, City telah menggunakan mereka dalam 16 pertandingan Premier League. Dari jumlah tersebut, Torres jadi pemain yang paling banyak turun dengan tujuh kali penampilan.
Torres ini juga menjadi pengecualian. Ia tidak hanya pernah dipilih menjadi false nine, tetapi juga pernah menjadi striker. Peran ini dilakoninya ketika City bersua Newcastle United, Desember lalu.
Dengan jumlah penampilan tersebut, Torres pun jadi pemain yang paling banyak menyumbangkan gol, dengan total empat gol. Yang jadi garis bawah, beda tugas beda hitung-hitungan. Jika efektivitas jadi tolok ukur, De Bruyne jadi yang paling baik.
De Bruyne ditunjuk untuk memerankan false nine saat bersua Chelsea, awal Januari lalu. Dalam laga itu, kontribusi De Bruyne memang tidak sebanyak biasanya. Jika biasanya ia berhasil melepaskan rata-rata 8,43 umpan ke kotak penalti lawan, kali itu ia hanya mampu melepaskan empat umpan.
Penurunan catatan juga terjadi dari pergerakan ke gawang lawan. Rata-rata, De Bruyne melakukan 11 pergerakan ke gawang lawan, sedangkan di laga tersebut, ia hanya mampu membukukan 6 pergerakan.
Efektivitas baru terlihat dari aksi yang terjadi di sepertiga akhir pertahanan lawan. Misalnya shot-creating actions atau aksi ofensif yang berakhir dengan percobaan ke gawang lawan. Di laga tersebut, ia mencatat enam shot-creating actions. Angka ini di atas rata-rata yang ia buat saat bermain sebagai gelandang, 4,37.
Memilih para pemain ini untuk unjuk gigi di lini depan adalah keputusan jitu Guardiola. Jika dibandingkan dengan pemain yang memang berposisi sebagai penyerang tengah, para pemain non-penyerang ini dapat mendongkrak ketajaman City hingga 0,53 gol per pertandingan.
Angka ini di atas kontribusi dua penyerang tengah, Aguero dan Jesus, yang hanya 0,42 gol per pertandingan. Melihat apa yang terjadi sejauh ini, formula ini harus terus diperbaiki dan diimprovisasi. Siapa tahu, di masa depan kita akan melihat Foden seperti Messi.