Tanpa Van Dijk, Apa yang Harus Klopp Lakukan?

Ilustrasi: Arif Utama

Kehilangan Virgil van Dijk adalah petaka buat Liverpool. Namun, bukan berarti sang pelatih, Juergen Klopp, tidak punya solusinya.

"Kami akan selalu ada untuknya. Dia tahu itu dan kami akan menunggunya selayaknya istri setia menanti suaminya yang sedang (berada) di penjara."

Kata-kata itu terlontar dari Juergen Klopp usai Virgil van Dijk dikonfirmasi bakal absen panjang usai hasil diagnosa menyatakan bek Liverpool itu menderita cedera ACL (Anterior Cruciate Ligament).

Pernyataan Klopp itu tidaklah berlebihan. Sebab dia tahu, sebagai manajer, menunggu pemainnya sembuh dari cedera ACL adalah sebuah penantian yang amat panjang. Van Dijk bisa absen 7-12 bulan yang artinya ada kemungkinan bahwa pemain berpaspor Belanda itu tak akan bisa berkompetisi lagi pada sisa musim ini. Klopp mungkin baru akan bersua Van Dijk dalam sesi latihan, ya, di pramusim tahun depan.

Bagi Klopp ini tentu amat berat. Rasanya semua sudah tau bahwa Van Dijk adalah pemain andalan dan Liverpool akan sangat berbeda tanpa kehadiran eks bek Southampton itu. Sejak didatangkan pada awal 2018, Van Dijk hanya absen empat kali saja di Premier League dan Liga Champions.

Catatannya ketika tampil pun luar biasa. Selama Van Dijk ada di lapangan, Liverpool memiliki rasio kemenangan sebesar 71%. Cedera Van Dijk pasti akan membuat Klopp memutar otak untuk mencari cara agar The Reds tetap bisa berada di jalur positif atau setidaknya tidak jatuh-jatuh amat ketika bermain tanpa bek berusia 29 tahun itu.

Pertanyaannya adalah: Apa saja yang bisa Klopp lakukan?

Pertama adalah dengan memundurkan garis pertahanan Liverpool. Dengan adanya Van Dijk di lapangan, Klopp memang punya keleluasaan untuk memasang garis pertahanan tinggi. Namun, tanpa adanya Van Dijk, Klopp tak memiliki pemain belakang yang bisa mengover banyak area ketika Liverpool sedang diserang dalam kondisi garis pertahanan sedang tinggi.

Kecepatan dan cermatnya pengambilan keputusan Van Dijk sebagai pemimpin di lini belakang adalah kunci garis pertahanan tinggi Liverpool. Selain itu, dia juga merupakan sosok yang bisa mengomandoi lini pertahanan dalam penerapan offside trap. Offside trap adalah salah satu strategi Liverpool untuk mengakali rentannya garis pertahanan tinggi yang mereka terapkan.

Jadi, tanpa adanya Van Dijk, Klopp sebaiknya tidak ngoyo untuk tetap menerapkan garis pertahanan setinggi biasanya. Okelah, Joe Gomez dan Joel Matip memang tidak lambat-lambat banget sebagai bek tengah, tetapi keduanya tidak memiliki pengambilan keputusan secermat Van Dijk. Karena itu, menurunkan garis pertahanan bisa mempermudah kerja dalam menghadapi serangan lawan karena ruang yang harus di-cover tidak selebar biasanya.

Hal ini bisa diukur dari aksi intersep (memotong operan lawan) di mana Van Dijk, per Squawka, memiliki catatan 1,3 intersep per laga berbanding 0,6 milik Gomez dan 0 milik Matip. Van Dijk adalah tipikal yang tidak membiarkan pemain lawan mendapatkan bola di area pertahanannya, sehingga memotong laju umpan memang hal yang paling tepat agar lawan tak bisa melancarkan aksi.

Tak hanya soal bertahan, memundurkan garis pertahanan juga bisa meminimalisir risiko bagi Liverpool dalam hal membangun serangan. Sebelumnya, dengan adanya Van Dijk yang punya olah bola sangat baik, mampu mengorganisir build-up dengan bagus, dan juga memiliki akurasi umpan yang oke, Klopp lebih mudah menginstruksikan untuk memulai serangan dengan garis pertahanan yang tinggi.

Namun, tanpa pemain kelahiran Breda itu, situasinya akan lebih riskan. Gomez dan Matip, sebagai bek tengah senior yang tersisa, memiliki kecenderungan melakukan lebih banyak dribel dibanding Van Dijk ketika melakukan build up. Tengok saja catatan Gomez di mana dia melakukan 1,5 dribel per 90 menit (terbanyak ke-4) di Premier League musim ini.

Keputusan itu sangat berisiko jika kemudian menengok catatan dispossessed (kehilangan bola dalam situasi sedang memegang possession) keduanya. Joel Matip memiliki catatan 1 dispossessed per 90 menit (terburuk ke-4 di Premier League), sedangkan Joe Gomez memiliki catatan 0,7 dispossessed per 90 menit. Tau berapa catatan Van Dijk? 0.

Dengan memundurkan garis pertahanan, risiko ketika kehilangan bola saat build-up bisa diperkecil. Selain itu, Liverpool juga memiliki Thiago yang bisa menjadi jembatan dalam membangun serangan. Kemampuannya jika ditempatkan sebagai pemain nomor 6 untuk membangun serangan akan sangat baik. Thiago punya ketepatan dalam mengumpan dan visi bermain yang bisa digunakan agar progresi bola ke depan tidak melambat meski Liverpool memulai serangan dari jarak yang lebih dalam.

Jika Thiago tidak tampil pun, Jordan Henderson bukanlah pilihan buruk untuk mengakomodir bek tengah Liverpool dalam membangun serangan. Metode seperti ini mungkin familiar bagi para fans Liverpool karena Klopp pernah melakukannya ketika Van Dijk belum datang ke Anfield di mana kedua bek tengah dibantu Henderson sebagai jembatan dalam membangun serangan.

Berkaitan dengan menurunnya garis pertahanan dalam kondisi build-up, Klopp juga harus sedikit mengubah penempatan posisi dua full-back-nya. Jika biasanya dalam membangun serangan Trent Alexander-Arnold dan Robertson punya posisi default yang tinggi, kali ini Klopp perlu menurunkan sedikit posisi keduanya agar gap mereka dengan dua bek tengah dan gelandang nomor 6 tidak terlalu jauh. Pun hal ini dilakukan agar progres bola menjadi lebih mudah.

Build-up Liverpool. Foto: Youtube Nouman

Hal kedua yang bisa dilakukan Klopp adalah dengan menjadikan Fabinho bek tengah inti selama Van Dijk Absen. Kebetulan, Klopp memang pernah melakukannya beberapa kali musim ini, termasuk kala Liverpool melawan Chelsea di mana mereka menang 2-0 (satu-satunya clean sheet mereka di Premier League musim ini). Ditambah lagi saat ini Liverpool punya Thiago yang bisa dimainkan sebagai gelandang nomor 6, selain tentunya ada Henderson.

Melihat catatan Gomez dan Matip di atas yang tidak terlalu baik, menempatkan Fabinho sebagai bek tengah bisa jadi pilihan ideal. Kondisi dua nama pertama juga sedang tidak ideal. Gomez sedang tidak konsisten permainannya, sedangkan Matip amat rentan cedera. Plus, keduanya sama sekali belum pernah bermain bersama sebagai pasangan bek tengah. Jadilah Fabinho bisa dikedepankan.

Foto: Twitter @_fabinhotavares

Pun secara statistik, catatan pemain berpaspor Brasil itu tidaklah buruk sebagai bek tengah. Fabinho punya catatan 4 intersep per 90 menit dan 7 tekel per 90 menit. Jika catatan itu dibandingkan dengan seluruh bek tengah yang ada di Premier League, maka milik Fabinho adalah yang terbaik. Hanya saja dia harus lebih hati-hati karena punya catatan 1 pelanggaran per 90 menit sebagai bek tengah--milik Gomez dan Matip kurang dari itu.

Selain itu, pemain berusia 26 tahun itu juga punya catatan 82 umpan datar sukses per 90 menit (lebih baik dari milik Gomez, Matip, dan bahkan Van Dijk) sebagai bek tengah. Ini juga menjadi poin plus bagi Liverpool dalam membangun serangan. Yang menarik, aksi Fabinho sebagai bek tengah bisa kita lihat Kamis (22/8) dini hari nanti kala menghadapi Ajax di ajang Liga Champions. Kebetulan, Matip sedang dalam kondisi riskan dan hanya Gomez bek tengah yang tersisa.

Memang, sih, Liverpool masih memiliki bek muda macam Rhys Williams atau Nathaniel Phillips, tapi akan lebih riskan memainkan keduanya di laga-laga penting mengingat jam terbang keduanya masih minim dan belum teruji. Mungkin keduanya baru bisa jadi opsi ketika Liverpool berlaga di kompetisi Piala FA kelak.

Hal terakhir yang bisa dilakukan Klopp adalah membeli pemain untuk menggantikan Van Dijk. Nama seperti Kalidou Koulibaly bisa jadi opsi. Namun, hal ini baru bisa dia lakukan pada Januari mendatang saat bursa transfer musim dingin dibuka. Yang jelas, Klopp perlu membuat Liverpool tidak menurun jauh performanya ketika bermain tanpa bek andalannya.

Ketiga hal di atas membutuhkan adaptasi dan Klopp harus membuat Liverpool adaptif di tengah situasi saat ini. Sebab, berbagai perubahan bisa kapan saja terjadi untuk mengatasi lubang yang ditinggalkan Van Dijk. Apalagi presentase kemenangan Liverpool tanpa pemain bernomor punggung 4 itu hanya 40%. Klopp tentu tak ingin sejarah terulang; Kehilangan pemain andalan membuat sebuah klub tak bisa mempertahankan gelar juara.

Pada tahun 1988, ketika Alan Hansen mengalami cedera parah di pramusim dan absen hingga April tahun berikutnya, Liverpool gagal mempertahankan gelar juara liga. Atau, jika mau menengok contoh terdekat: Musim lalu, ketika Manchester City kehilangan Aymeric Laporte karena cedera, kita tahu seberapa menurunnya City di Premier League dan akhirnya mereka tak mampu mempertahankan gelar.