Timo Werner Memang Membutuhkan Ruang

Foto: Instagram @chelseafc

Sejauh ini, Lampard sudah memberikan ruang, dan Werner mampu menjawabnya dengan andil di atas lapangan.

Semua orang butuh ruang. Ketika seseorang mendapatkan ruang, banyak hal yang bisa dilakukan: makan, minum, merokok, buang air, bercanda dengan pasangan, atau bahkan sekadar bermain gim di smartphone.

Ruang juga bisa jadi tempat untuk berimajinasi. Ada yang membayangkan ruang diisi oleh rumah berlantai dua, atau ada juga yang membayangkan ruang sebagai tempat untuk bersantai. Tak heran, keberadaan ruang begitu penting bagi umat manusia.

Dalam sepak bola, ruang juga jadi sebuah keutamaan. Lewat ruang, pemain punya kemampuan untuk berkreasi dan skema permainan bisa berjalan. Ruang juga yang akhirnya kerap jadi salah satu sebab gol tercipta. Dengan adanya ruang, pemain bisa berpikir seperti ini: hmm, bagaimana caranya aku mencetak gol, ya?

Oleh karena itu, jangan heran banyak pelatih yang menerapkan skema atau taktik yang berujung pada pembentukan dan pemanfaatan ruang. Bahkan, pada permainan yang penuh dengan umpan pendek pun, tujuannya tetap satu: menciptakan ruang agar serangan bisa berprogresi.

Nah, bicara soal ruang, ada salah satu pemain Chelsea yang juga membutuhkan ruang untuk berkreasi dan berlari kencang. Ia berasal dari Jerman, dan baru pada musim ini merapat ke Stamford Bridge. Ia adalah Timo Werner.

**

Pelatih RB Leipzig, Julian Nagelsmann, pernah ditanya kenapa ia tidak coba memasang Timo Werner sebagai ujung tombak. Dengan tegas, eks pelatih Hoffenheim itu menjawab bahwa sejatinya, Werner memang butuh ruang. Ia tidak bisa ditempatkan sendiri di depan.

“Kami menempatkan Werner lebih ke dalam. Kami tidak mau ia berada di garis terdepan karena ia butuh waktu dan ruang untuk memaksimalkan kecepatannya di atas lapangan. Ketika ia di garis terdepan, ia akan terjebak. Ia butuh ruang,” ujar Nagelsmann, dinukil dari situs resmi Bundesliga.

Werner memang mengalami beberapa adaptasi ketika membela Leipzig. Sebelum kedatangan Nagelsmann, ia rutin dipasangkan sebagai penyerang di garis terdepan, berpasangan dengan Yussuf Poulsen. Namun, pada musim 2017/18 dan 2018/19, penampilan Werner sebagai penyerang di garis depan justru melempem.

Tercatat, ia cuma mencetak 13 gol pada musim 2017/18 dan 16 gol pada musim 2018/19. Alasannya, sesuai yang diucapkan Nagelsmann, Werner terjebak. Ia menjadi pemain satu dimensi dan sering bertabrakan dengan Poulsen. Ia kesulitan mencetak gol. Terlibat dalam serangan pun sulit.

Barulah pada musim 2019/20, ketika Nagelsmann merapat ke Leipzig, kemampuan Werner mulai terasah. Dalam skema dasar 3-4-1-2, Nagelsmann tetap menempatkan Werner di depan. Namun, ia memberikan kepada Werner untuk bergerak lebih bebas di depan. Nagelsmann memberikan ruang bagi Werner untuk berkreasi.

Berkat peran ini, Werner tampil lebih maksimal. Kecepatannya (Werner bisa lari maksimal sampai 30 km/jam) jadi senjata utama Werner dalam mengelabui lawan, sekaligus menarik lawan sehingga tercipta ruang yang lain untuk temannya.

Werner juga jadi lebih lihai dalam melihat posisi kawan. Tak jarang, ia melakukan kombinasi satu-dua dengan wing-back atau gelandang serang yang maju, sehingga ruang untuk dirinya dan rekan setimnya berkreasi jadi lebih luas.

Adanya perubahan peran ini membuat Werner jadi lebih moncer. Pada musim 2019/20, Werner bahkan mampu mencetak 34 gol dan 13 assist dari 45 laga bersama Leipzig di semua kompetisi. Angka xG (expected goals) Werner pun jadi yang tertinggi di antara para pemain Leipzig, yakni 23,45.

Itu adalah sekilas penampilan Werner di Leipzig. Kehadiran Nagelsmann membuat talentanya mekar. Lalu, bagaimana di Chelsea?

Frank Lampard mungkin sempat kebingungan akan memainkan Werner di posisi mana. Formasi dasar favorit Lampard adalah 4-3-3 atau 4-2-3-1. Formasi ini membutuhkan kehadiran winger serta seorang penyerang yang dapat menjadi ujung tombak. Sejatinya, Werner bisa bermain di dua posisi itu.

Akan tetapi, hadirnya Werner juga seiring dengan kedatangan Hakim Ziyech, serta keberadaan pemain-pemain lain macam Christian Pulisic, Callum Hudson-Odoi, serta Tammy Abraham, membingungkan Lampard. Ya, mereka semua berposisi sama dengan Werner.

Lampard sempat mencoba Werner di beberapa posisi. Dalam laga melawan Brighton, Werner sempat dicoba jadi penyerang tengah. Hal yang sama juga diterapkan Chelsea saat main dengan 10 orang lawan Liverpool. Namun, hasilnya kurang maksimal. Werner kesulitan berjibaku dengan bek-bek lawan sendirian.

Pada laga lawan West Brom, Tottenham Hotspur, dan Crystal Palace, Werner dicoba main di sayap, sebagai winger. Dalam tiga laga itu, mulai ada perkembangan dalam permainan sosok asal Jerman tersebut. Werner mulai banyak terlibat dalam serangan. Ia bahkan mencetak gol perdananya buat Chelsea di laga lawan Tottenham.

Namun, ia masih belum bisa berkombinasi dengan rekan setimnya yang lain, terutama Abraham di posisi terdepan serta bek sayap di belakangnya. Alhasil, ia justru malah terisolir di sisi sayap, dengan sedikit kesempatan untuk menerobos ke tengah.

Barulah pada laga lawan Southampton, Werner tampil maksimal. Di laga itu, Werner yang dimainkan sebagai penyerang tengah dan diapit oleh Pulisic, Havertz, dan Ziyech, mampu tampil impresif. Tidak hanya mencetak 2 gol, ia juga berkontribusi aktif dalam serangan Chelsea lewat catatan 1 umpan kunci dan 2 kali usaha dribel suksesnya.

Selepas laga lawan Southampton inilah, Lampard mulai menyadari potensi yang dimiliki Werner: kecepatannya. Agar kecepatannya bisa maksimal, ia butuh ruang. Sejak saat itulah, Lampard mulai memberinya ruang. Ia sering dimainkan bersama dengan pemain-pemain yang bertugas untuk menyediakan sekaligus bisa berbagi ruang dengannya.

Saat main sebagai penyerang tengah, biasanya Werner akan ditemani winger yang rajin melakukan cut inside. Ada Pulisic dan Hudson-Odoi yang kerap dipasang oleh Lampard. Kebiasaannya menusuk ke sayap membuat Werner jadi punya ruang untuk bergerak, karena akan ada bek yang tertarik karena pergerakan winger tersebut.

Sedangkan saat bermain sebagai winger, Abraham akan dipasang sebagai penyerang tengah. Sosok asal Inggris itu akan mengemban peran sama seperti yang diemban Poulsen di Leipzig, yaitu pemantul dan penyedia ruang buat Werner. Berkat penyesuaian ini, Werner kini menggila.

Total, Werner sudah mencetak 8 gol dan 4 assist dari 14 laga yang sudah ia jalani bersama Chelsea di semua ajang. Tidak cuma itu, Werner juga jadi topskorer Chelsea di ajang Premier League dengan torehan 4 gol. Rataan tembakan ke gawang per 90 menit-nya pun jadi yang tertinggi di Chelsea, yakni 2,35 kali.

Perjalanan Werner di Chelsea masih panjang. Masih banyak potensi yang bisa digapai Werner, jika Lampard tahu betul cara memainkannya, seperti Nagelsmann. Setidaknya, dengan mulai memberikannya ruang, Lampard sudah memahami potensi dari pemain berusia 24 tahun ini.

***

Premier League, hingga kini, dianggap sebagai liga yang mengandalkan fisik. Tak bisa dimungkiri, hal inilah yang kerap jadi salah satu faktor yang membuat pemain-pemain asing kesulitan beradaptasi. Werner pun menghadapi hal yang sama.

Body charge, tekel, serta adangan-adangan berbau fisik kerap diterima Werner di awal-awal Premier League. Alhasil, performanya sempat dicap buruk, tidak seperti ketika ia menggila bersama Leipzig di musim 2019/20. Namun, setidaknya, kini Lampard sudah memberikan solusi buat Werner.

Werner, pada intinya, memang butuh ruang. Laiknya manusia yang kerap merasa kesempitan dalam hidupnya, sedikit ruang—minimal untuk meluruskan kaki dan tangan—akan jadi sesuatu yang berharga. Sejauh ini, Lampard sudah memberikan itu, dan Werner mampu menjawab kepercayaan yang diberikan.

Izinkanlah saya menutup tulisan ini dengan petikan lagu Going Where The Wind Blows dari Mr. Big, terutama di bagian bridge lagunya.

Here I am, walking naked through the world

Taking up space, society’s child

Make room for me, make room for me, make room for me

Timo Werner banget, gak, sih?