Tottenham Hotspur ala Conte

Foto: @spursofficial

Tangan dingin Conte mulai melihatkan hasil. Kans menggenggam tiket Liga Champions masih terawat dengan baik.

Antonio Conte mengantongi label pelatih sangar sekaligus penuntut. Ia selalu ingin menjadikan timnya seratus persen miliknya. Tak boleh ada yang menggugat, mendesak, membantah, dan seterusnya, dan seterusnya.

Conte terus-menerus meminta skuadnya melakukan apa-apa yang ia inginkan, bahkan sampai ke hal terkecil. Salah satu buktinya, kertas berisi instruksi diet yang menggantung di sekitar tempat latihan.

Kertas itu sering disisipi pesan-pesan yang memberangsang. Misalnya: Diet dapat membuat perbedaan antara kemenangan dan kekalahan. Atau: Mulailah hari dengan sarapan yang baik. Jika sarapan tidak mencukupi, cadangan glikogenmu mungkin hampir kosong.

Mulut Conte pun tidak pernah berhenti berkata-kata saat sesi latihan. Ia akan meminta pemainnya melakukan apa yang ia instruksikan dengan sebaik-baiknya, setepat-tepatnya. Tak boleh salah. Jika salah, ia bakal menghentikan latihan sejenak untuk berpetuah.

Karena rajin betul berteriak, tenggorokan Conte sering tercekat. Ia tahu bahwa suaranya akan menjadi serak-serak basah setelah latihan maupun pertandingan.

"Istri saya mengatakan kepada saya bahwa suara saya lebih menarik seperti ini (serak), lebih sensual," kata Conte dilansir The Athletic. "Tapi, saya lebih suka suara saya normal."

Apa yang Conte lakukan bertujuan agar pemain dapat bermain dengan intensitas tinggi sekaligus menemukan performa terbaik. Formula itu terus ia bawa dari satu negara ke negara lain, dari satu klub ke klub lain, termasuk saat menakhodai Tottenham Hotspur musim 2021/22.

Dejan Kulusevski, misalnya, dilarang meneguk minuman bersoda dan mengunyah permen karet. Conte berkata bahwa larangan itu sebagai upayanya membantu Kulusevski mencapai kualitas tertinggi.

Sebelum bergabung Hotspur pada jendela transfer musim dingin kemarin, Kulusevski berkawan dengan bangku cadangan Juventus. Kapasitas dan kapabilitasnya dipertanyakan banyak orang. Apa betul ia sejago sebelumnya? Toh, ia hanya merangkum 1 gol dan 3 assist di Serie A musim ini bersama Juventus.

Untuk menjawab keraguan itu, coba tengok statistik pria 21 tahun itu ketika bermain untuk Hotspur: 3 gol dan 6 assist dalam 12 laga. Peningkatan tersebut tentu karena formula Conte.

Berbicara skema permainan, Conte masih teguh menerapkan format tiga bek. Ia tetap memfungsikan wing-back sebagai komponen penting dalam formasi 3-4-3. Di lini depan, ia rutin menambatkan pilihan kepada Son Heung-min (sebelah kiri), Harry Kane (tengah), dan Kulusevski (sebelah kanan).

Melalui skema itu, Conte berusaha --sepertinya mulai berhasil-- melucuti ketergantungan akan Kane, terutama soal urusan mencetak gol. 

Di bawah kepelatihan Conte, Kane punya tugas tambahan. Tugas itu sedikit-banyak mengubah cara bermainnya di lapangan. Ia tidak hanya bertugas sebagai finisher, tetapi juga kudu bergerak ke tengah lapangan untuk mencari bola, menarik-ulur bentuk pertahanan lawan, dan menciptakan ruang buat rekan-rekannya. 

Oh, iya, ketika menguasai bola di tengah lapangan, Kane sering banget mengirim umpan panjang. Ia akan mengarahkan bola kepada Son, Kulusevski, dan dua wing-back. Hasilnya pun cukup oke. Merujuk FBref, ia merangkum 105 umpan panjang sukses. Jumlah itu tertinggi kelima di antara skuad Tottenham lainnya. Bandingkan dengan Son yang 'cuma' 67 umpan panjang sukses. 

Jika melihat statitik yang disajikan FBref, Kane nampaknya mampu menunaikan misi sebagai kreator dengan baik. Itu terlihat dari expected assist (xA) yang mencapai angka 8. Dari jumlah itu, ia merangkum 8 assist. Catatan itu tertinggi di Hotspur.

Transformasi Kane turut ditopang oleh kualitas Son. Musim ini, Son sedang tajam-tajamnya. Ia menjadi pencetak gol terbanyak sementara Hotspur dengan rangkuman 17 gol di Premier League. Apa yang membuatnya spesial adalah soal finishing. Understat mencatat, xG Son surplus 4,79. Jumlah itu menjadi yang terbaik kedua setelah Kevin De Bruyne (surplus 6,85) di Premier League.

Masih dalam fase menyerang, Hotspur-nya Conte menitikberatkan serangan di sektor sebelah kanan, tempat Kulusevski dan Emerson Royal berada. Per laporan The Athletic, sekitar 37 persen serangan Hotspur berasal dari sektor tersebut. Sedangkan di sisi sebrang, hanya 25 persen.

Conte menginstruksikan Emerson untuk lebih aktif membantu serangan. Intensitas Emerson dalam melakukan overload membuat kans Kulusevski untuk berekspansi ke half space menjadi lebih tinggi.

Yang menarik dari skema ofensif Tottenham versi Conte adalah cara mereka mengkreasikan peluang. Ketika serangan berasal dari kedua sayap, Tottenham rutin melepaskan umpan silang. Memang tidak semua umpan silang berujung assist, tetapi skema itu mampu menciptakan kans untuk mencetak gol.

The Athletic mencatat, dalam kurun pekan 23-30 Premier League, Tottenham merangkum 24 gol. Dari jumlah tersebut, 10 gol di antaranya bermula dari umpan silang. Itu belum termasuk dua gol bunuh diri Harry Maguire dan Kurt Zouma.

Pamor umpan silang memang sedang menanjak. Banyak klub-klub papan atas Premier League sering memperagakan umpan-umpan silang. Musim ini, dua klub teratas di papan klasemen Premier League, Manchester City dan Liverpool, punya catatan umpan silang terbanyak.

Namun, setiap klub mempunyai gaya masing-masing dalam melepaskan umpan silang. Apalagi, ada banyak faktor yang mempengaruhi efektivitas umpan silang. Mulai dari kualitas si pemain, posisi melepaskan umpan, ruang, arah bola (tiang dekat atau tiang jauh), sampai kecepatan bola.

Lalu bagaimana dengan Tottenham-nya Conte? Mereka mengandalkan umpan silang dekat tepi kotak penalti. Itu dapat dilakukan karena striker sayap dan wing-back kerap melakukan kombinasi umpan satu-dua. 

Semakin paripurna karena wing-back Hotspur mahir melepaskan umpan silang. Merujuk FBref, jika dikalkulasikan, Emerson dan Sergio Reguilon merangkum 27 umpan silang sukses ke kotak 16.

Lewat formula dan skema tersebut, Conte mampu membangkitkan performa Hotspur. Rata-rata poin per pertandingan Hotspur sejak dinakhodai Conte berada di angka 1,91. Kans mereka menggenggam tiket Liga Champions pun terbuka lebar. Sampai pekan ke-32, mereka menempati peringkat keempat klasemen sementara Premier League.

Meski begitu, Conte belum tenang. Masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Salah satunya adalah bagaimana mencetak gol ke gawang klub yang bermain dengan garis pertahanan rendah dan menumpuk pemain di kotak penalti sendiri.

Tugas itu mencuat manakala Hotspur keok 0-1 dari Brighton & Hove Albion. Namun, bukan Conte namanya kalau tidak kerja, kerja, kerja, dan kerja. Setelah hasil minor itu, ia menyatakan kesiapannya untuk segera menuntaskan problem yang masih meletak di tubuh timnya.