Tottenham yang Dinamis Bersama Nuno Espirito Santo

Foto: @SpursOfficial

Nuno Espirito Santo memang pelatih reaktif. Namun, ia juga pelatih yang berani bereksperimen. Dalam historinya, Nuno mampu membuat perbedaan sesuai dengan komposisi dan kebutuhan tim.

Kursi pelatih Tottenham Hotspur lowong usai memecat Jose Mourinho pada April 2021. Ryan Mason memang ditunjuk sebagai caretaker,  tapi ia cuma bertugas sampai musim 2020/21 rampung.

Spurs lalu mencari pelatih anyar untuk mengarungi musim kompetisi 2021/22. Banyak nama kemudian muncul sebagai calon. Mulai dari Erik Ten Hag, Julen Nagelsmann, sampai Mauricio Pochettino jadi deretan pelatih yang diisukan akan menangani Spurs. Namun, ketiga nama tersebut tak ada yang datang.

Antonio Conte, yang baru saja mundur sebagai pelatih Inter Milan, kemudian mencuat ke permukaan. Ia jadi kandidat kuat sebagai pelatih klub asal London Utara ini. Ini diperkuat setelah Spurs menunjuk orang Italia lain, Fabio Paratici, sebagai Direktur Sepak Bola.

Sialnya, Spurs dan Conte tak menemui kesepakatan. Per laporan The Athletic, Spurs tak menyanggupi permintaan gaji yang diminta eks manajer Chelsea itu. Conte juga dikabarkan tak mendapat dana transfer yang besar oleh manajemen The Lilywhites.


Gagal dengan Conte, manajemen Spurs kembali mencari juru taktik yang pas untuk membesut Harry Kane dan kolega. Muncul nama Paulo Fonseca dan Gennaro Gattuso, akan tetapi keduanya tak jua menemui kesepakatan.

Terus mencari, pilihan Spurs akhirnya jatuh kepada pria asal Portugal, Nuno Espirito Santo. Kebetulan, Nuno baru saja meninggalkan Wolverhampton Wanderers yang dibawanya tampil menakjubkan di tiga musim terakhir Premier League.

"Kami ingin berterima kasih kepada para pendukung atas semua kesabaran mereka selama proses mencari manajer baru ini," ujar Chairman Spurs, Daniel Levy dilansir BBC.

"Saya sudah katakan perlunya membawa kembali DNA kami yakni bermain menyerang dan menghibur. Fabio Paratici dan saya percaya Nuno Espirito Santo adalah orang yang tepat untuk menangani talenta berbakat dan merangkul pemain muda yang kami miliki," tambahnya.

****

Dalam historinya, Nuno adalah pelatih yang berani melakukan eksperimen. Ia akan merancang skema sesuai dengan materi pemain yang dimilikinya, dan juga lawan yang akan dihadapi. Saat bersama Porto di musim 2015/16, ia gemar menerapkan pola 4-4-2. Penguasaan bola dengan mengandalkan kinerja sisi tepi menjadi ciri khas permainan Porto di bawah arahannya.

Porto juga tergolong agresif saat berada di bawah arahan Nuno. Dari 49 laga di semua kompetisi, juara Liga Champions tahun 2004 itu berhasil mengoleksi 90 gol. Cuma semusim di Porto, Nuno berkelana ke Inggris. Wolves yang saat itu mentas di Championship menjadi destinasi bagi pelatih kelahiran 25 Januari 1974 itu.

Bersama Wolves, Nuno tak lagi mengusung skema 4-4-2. Ia beralih ke pola 3-4-3 yang menekankan pada intensitas permainan tinggi dan umpan-umpan cepat. Saat menghadapi tim yang lebih kuat, Nuno akan membuat Wolves bertahan dengan compact dan kemudian melancarkan serangan balik cepat.

Pola 3-4-3 sangat menguntungkan dalam transisi bertahan ke menyerang. Dua dari tiga bek akan aktif melebar untuk menambah opsi umpan. Belum lagi adanya para wing-back di tepi dan winger yang menyelinap di half spaces, membuat operan-operan pendek nan cepat bisa berjalan lancar.

Lewat 3-4-3 itu, Nuno sukses membawa Wolves naik ke Premier League usai memuncaki klasemen Championship. Wolves berhasil meraih 30 kemenangan dan sembilan imbang dari 46 laga yang dimainkan.

Kiprah Nuno bersama Wolves di Premier League juga tidak buruk. Dua musim berturut-turut Wolves di bawahnya berada di posisi ketujuh klasemen akhir Premier League. Pada musim 2019/20, Nuno juga bisa membawa Wolves sampai ke babak perempat final Europe League sebelum akhirnya disingkirkan oleh Sevilla yang menjadi juara.

Bersama Spurs musim ini, Nuno juga harus bereksperimen karena ada beberapa tuntutan yang kudu ia penuhi. Pertama, ia harus bisa memaksimalkan pemain muda. Untuk soal ini, Nuno sudah memercayakan Japhet Tanganga dan Oliver Skipp untuk tampil sebagai starter di laga perdana Premier League melawan Manchester City.

Kepercayaan Nuno kepada keduanya dibayar dengan baik. Tanganga mampu menahan gempuran Man City dari sisi kanan. Grealish dan Sterling yang bergerak dari sisi tersebut tak mendapatkan kesempatan yang banyak untuk memberikan assist atau gol.

Begitu juga dengan Skipp. Tampil sebagai gelandang bertahan, pemuda berusia 20 tahun itu bisa menjaga areanya dengan sangat baik. Ilkay Guendogan yang bertugas menginisiasi serangan City dari tengah tak bisa berbuat banyak.

Yang kedua, Nuno harus bisa membuat Spurs tampil garang. Itu yang kemudian membuatnya kembali mengganti pola permainan. Ia tak lagi menggunakan pola 3-4-3 seperti saat di Wolves. Kali ini, pelatih yang pernah menukangi Valencia itu bermain dengan skema 4-3-3 dengan memanfaatkan serangan cepat.

Skema ini cocok dan bisa terus digunakan Nuno, terutama saat bertemu dengan tim yang lebih banyak menguasai bola. Sebab, dalam pola ini, Nuno memainkan dua gelandang pekerja yang digunakan untuk memutus serangan lawan. Lini belakang juga lebih disiplin menjaga areanya. 

Son Heung-min, Steven Bergwijn, dan Lucas Moura kemudian ditugaskan untuk melakukan serangan balik cepat. Pergerakan ketiganya yang dinamis dan baik dalam melakukan dribel menguntungkan Spurs mencari celah di lini belakang lawan.

Saat melawan tim lebih bertahan dan garis bertahan yang rendah, Nuno bisa tetap menggunakan pola ini dengan memasukan gelandang yang lebih menyerang seperti Gio Lo Celso dan Tanguy Ndombele untuk membongkar lawannya. Atau, ia bisa juga kembali menggunakan pola 3-4-3.

Nuno beruntung karena materi pemain Spurs menunjangnya untuk terus bereksperimen. Pada pos full/wing-back, misalnya, ia punya sosok Sergio Reguilon dan Serge Aurier yang memiliki kemampuan yang sangat baik dalam menyerang. Ada juga Matt Doherty yang pernah bekerja sama dengannya di Wolves.

Giovanni Lo Celso dan Tanguy Ndombele yang tak turun di sejak awal di laga vs City adalah opsi lain di tengah. Lo Celso punya kemampuan passing vertikal yang bisa memecah pertahanan lawan. Ada juga Ndombele yang punya kemampuan dribel masuk ke dalam kotak penalti.

Di pos sayap, selain ada Moura dan Bergwijn, Spurs masih punya sosok Bryan Gil yang baru didatangkan dari Sevilla. Jangan lupa, Spurs masih memiliki Harry Kane di sektor depan. Belajar dari musim lalu, Kane mampu juga turun ke belakang untuk melakukan build up dan menarik perhatian bek lawan.

Dengan materi pemain seperti ini, Spurs bersama Nuno bisa lebih dinamis. Pola 4-3-3 atau 3-4-3 bisa dimainkan, tergantung seperti apa lawannya. Toh, Nuno memang dikenal sebagai pelatih yang reaktif alih-alih idealis. Dan itu sudah terlihat di laga vs City akhir pekan lalu. Spurs bisa kokoh dan bermain cepat sama baiknya.

***

Dari situ, mungkin ada saja orang yang mengira bahwa Nuno sama dengan Jose Mourinho. Sama-sama reaktif dan punya pendekatannya untuk bertahan rapat dengan serangan balik cepat, terutama saat menghadapi tim yang lebih kuat. Well, itu tak sepenuhnya salah.

Namun, tak seperti Mourinho yang saklek, Nuno adalah sosok yang berani membuat perbedaan di tengah laga. Ia bisa tiba-tiba mengubah pola dari tiga bek jadi empat bek, sampai berani meningkatkan pace permainan timnya dengan memasukkan sosok seperti Adama Traore (di Wolves dulu).

Ia juga tipikal pelatih yang melihat komposisi yang dimiliki dulu, baru menentukan pola dan sistem permainan. Tak seperti Mourinho yang cenderung punya sistem dulu, baru memilih pemain yang punya kecocokan dengan sistem tersebut.

Artinya, di bawah Nuno, Spurs bisa jadi tim yang lebih dinamis. Ia mungkin punya pemikiran yang mirip dengan Mourinho, tapi pengejawantahan dari pikiran tersebut jelas berbeda. Dan yang jelas, fans Spurs boleh berharap bahwa timnya tak akan sebuntu musim lalu--di mana ketika sistemnya Mourinho tak berjalan, laju tim pun ikutan mandek. Minim alternatif.