Underrated Story: Rodrigo de Paul

Foto: Twitter @rodridepaul.

Rodrigo De Paul adalah gelandang cendekia, permata Udinese yang menunggu ditambang klub-klub besar Eropa.

Atletico Madrid, Liverpool, dan Leeds United sedang sibuk mengintai Udinese. Di sana ada gelandang yang mereka incar, Rodrigo de Paul. Namanya mungkin kurang familier, tapi percayalah dia merupakan salah satu gelandang terbaik di Serie A saat ini. 

Udinese merasakan betul tuah De Paul. Mereka juga sadar gelandangnya itu bakal menjadi komoditi panas di bursa transfer mendatang. Maka, harga 50 juta euro mereka patok teruntuk para peminat De Paul.

Namun, Udinese tak asal nembak harga. Mereka punya dua pertimbangan untuk itu. Pertama, karena kontrak De Paul baru berakhir pada 2024. Kedua dan terpenting, gelandang Argentina itu merupakan nyawa permainan Le Zebrette.

Lantas, sejago apa De Paul sampai-sampai diburu Diego Simeone, Juergen Klopp, dan Marcelo Bielsa?

***

"Angel Di Maria dengan kaki kanan," begitu Valencia memperkenalkan De Paul pada 2014. Kecepatan dan kemampuan dribel menjadi dasarnya. Kedua aspek itu pula yang menggugah Roberto Ayala--Direktur Olahraga Valencia kala itu--menggaet De Paul dari klub asal Argentina, Racing Club.

Ayala memang diberikan kewenangan untuk medatangkan bakat-bakat muda dari Amerika Latin. Sebelum De Paul, eks kapten Valencia itu sudah mendatangkan Nicolas Otamendi yang juga berpaspor Argentina. Semusim berselang, Otamendi pergi dipinang Manchester City. Setidaknya, dari situ kita tahu bahwa Ayala punya kualitas scouting mumpuni.

Foto: Twitter @ciberchenet.

Begitu juga dengan De Paul. Meski baru berusia 20 tahun, dia terbukti mendapatkan kepercayaan Nuno Espirito Santo. De Paul tampil dalam 25 pementasan La Liga dan sukses menyumbang 4 assist. Torehan itu cuma terpaut sebiji dari personel elite Valencia macam Daniel Parejo dan Paco Alcacer.

Harusnya, sih, De Paul bisa meningkatkan kontribusinya pada musim 2015/16. Sayang, posisinya tersisih usai Gary Neville menggeser Nuno dari kursi pelatih. De Paul kemudian dipulangkan ke Racing dengan status pinjaman. Mulai dari situ dia tak pernah lagi kembali ke Mestalla. Tepat pada 20 Agustus 2016, De Paul memutuskan hengkang ke Udinese. 

Well, sebenarnya ini bukan yang keputusan tepat-tepat amat. Valencia memang amburadul setelah ditinggal pergi Nuno. Mereka sampai empat kali ganti pelatih dalam semusim. Hasilnya ambyar. Los Che hanya mampu finis di posisi ke-12 pada akhir musim 2015/16. 

Masalahnya, Udinese lebih parah dari itu. Di musim yang sama, mereka nangkring di peringkat 17 atau cuma satu setrip dari batas degradasi.

Namun, dalam perspektif lain, bermain dengan klub semenjana bisa memuluskan misi De Paul untuk memperbanyak jam terbang, dan itu terbukti. Dia rutin menjadi starter pada periode 2016/17 walau Udinese sempat ganti pelatih di tengah musim--dari Giuseppe Iachini ke Luigi Delneri. Rapornya tak buruk. Bermain sebagai winger kiri dalam format 4-3-3, De Paul sukses menyumbangkan 4 gol dan 2 assist.

Ngomong-ngomong soal posisi, De Paul juga pernah beralih menjadi gelandang serang pada musim 2017/18. Tepatnya, setelah Igor Tudor ditunjuk menjadi pelatih Udinese. Tudor sendiri merupakan allenatore ketiga mereka pada musim tersebut--sesering itu I Friulani menggonta-ganti pelatih.

Di situlah hebatnya De Paul. Banyak pelatih datang dan pergi, akan tetapi dia selalu menjadi opsi utama, moncer pula. Pada musim 2018/19, De Paul menjadi topskorer Udinese di lintas kompetisi dengan torehan 9 gol. Itu belum ditambah dengan raihan 8 assist yang juga tertinggi di antara para mitranya. FYI, di masa itu Udinese lagi-lagi bongkar pasang pelatih dari Julio Velazquez ke Davide Nicola.

Bila ditotal sampai sekarang, De Paul telah menjalani 5 musim dengan 7 pelatih berbeda. Ini bukan urusan enteng. Diperlukan kualitas serta adaptasi ekstra untuk terus mendapatkan kepercayaan dari arsitek anyar. Toleh saja nasib topskorer Udinese di musim 2019/20 dan 2017/18, Kevin Lasagna, yang direntalkan ke Hellas Verona gara-gara seret gol di rezim Luca Gotti sekarang.

Sementara De Paul nyaris tak tergantikan. Rata-rata 6,5 gol dan assist per musim dibuatnya sejak edisi 2017/18. Dia bahkan menjadi salah satu dari empat pemain yang mencatatkan lebih dari 100 peluang dalam tiga musim ke belakang. Torehan ini setara dengan Lionel Messi, Kevin De Bruyne, dan Bruno Fernandes.

Kalau begitu, mengapa De Paul tak pernah menjadi raja assist Serie A?

Masalahnya begini, dalam 5 musim ke belakang Udinese nihil penyerang berkualitas. Kalaupun ada, itu hanya Lassagna. Mereka sempat meminjam Duvan Zapata dari Napoli. Sayangnya, dia tetap dipulangkan ke Naples meski berhasil mengumpulkan 10 gol.

Krisis bomber Udinese masih berlanjut sampai musim ini. Bayangkan saja, Ignacio Pussetto, Stefano Okaka, dan Fernado Llorente yang nangkring di garda terdepan cuma menghasilkan 7 gol bila dikalkulasi.

Mengacu Understat, kemampuan finishing Udinese menjadi yang terburuk di antara seluruh kontestan Serie A. Jumlah gol mereka cuma 32 dari total xG yang menyentuh 42,74. Untungnya Gotti masih bisa memaksimalkan potensi para gelandangnya dengan pakem 3-5-2. Lini tengahnya diisi oleh satu gelandang bertipe defensif sedangkan dua lainnya beratribut meyerang.

Untuk spek pertama, Gotti punya Walace dan Tolgay Arslan. Dalam aksi ofensif, Roberto Pereyra yang jadi andalannya. Eks Juventus itu bahkan beberapa kali bermain sebagai gelandang serang dan penyerang tengah. Kontribusinya lumayan, 4 gol dan 4 assist dari 26 pementasan.

Paling vital tentu saja De Paul. Dia bertanggung jawab untuk menghidupkan permainan sekaligus mengalirkan bola ke lini depan. Namun, ini bukan soal kemampuan distribusi tok, tetapi juga skill dribel yang mumpuni. Seabrek kapabilitas ini bisa membuat para pemain lain iri.

“Kehadirannya memberi kekuatan. Tidak hanya untukku, tapi untuk seluruh tim. Rodrigo memiliki kualitas luar biasa dan fisik yang benar-benar membuat iri," terang Pereyra seperti dilansir Football Italia.


WhoScored mencatat bahwa De Paul adalah pemain dengan rata-rata umpan terbanyak di Udinese dengan 50,1 per laga. Sementara raihan 92 dribel suksesnya menempati peringkat keempat dari seluruh pemain di lima liga top eropa.

Dengan peran pentingnya itu, jangan heran kalau De Paul jadi target utama para pemain lawan. Setidaknya dia dilanggar 3,5 kali di tiap pertandingan. Angka itu hanya kalah dari Jack Grealish (Aston Villa), Andrea Belotti (Torino), dan Angelo Fulgini (Angers).

***

Baru-baru ini santer terdengar bahwa Paris Saint-Germain (PSG) dan Inter Milan juga turut serta dalam perburuan De Paul. Masuk akal, sih, mengingat Antonio Conte membutuhkan tambahan gelandang seperti Nicolo Barella dalam timnya. Sama halnya dengan PSG yang memerlukan kreator untuk melengkapi gelandang defensif seperti Marco Verratti, Leandro Paredes, dan Idrissa Gueye.

Sementara itu, Mundo Deportivo menyebut bahwa Atletico Madrid berada di posisi nomor wahid dalam pengejaran De Paul. Kebetulan perwakilan De Paul, Agustin Jimenez, pernah bekerja sama dengan Atletico saat mendatangkan Eduardo Salvio pada musim 2010/11. Los Colchoneros juga bisa menggunakan Diego Simeone sebagai magnet mengingat proximity sebagai pesepak bola Argentina. 


Sejauh ini, sih, masih belum bisa dipastikan ke mana De Paul bakal berlabuh. Namun, setidaknya deretan klub yang disebut di atas bukan pilihan yang buruk dan tentu saja, itu masih lebih baik daripada bertahan di Udinese.