Waktunya Messi Berhenti Jadi Satu-satunya Juru Selamat Barcelona

Foto: Twitter @FCBarcelona

Messi memang hampir selalu bisa menjadi juru selamat Barcelona. Akan tetapi, kondisi ini menjadi pedang bermata dua untuk Barcelona.

Ada masa ketika Barcelona superior dari satu kompetisi ke kompetisi lain. Musim 2008/09, misalnya, Barcelona merengkuh gelar juara La Liga, Copa del Rey, dan Liga Champions.

Saat itu, Barcelona memiliki Samuel Eto'o, Thierry Henry, dan Lionel Messi di lini serang. Jika ditotal, ketiganya membuat 100 gol untuk Barcelona.

Blaugrana kembali digdaya pada musim 2010/11. Barcelona memang tidak meraih gelar juara dengan komposisi serupa dua musim sebelumnya. Akan tetapi, Camp Nou tetap bergemuruh karena para jagoan mereka sanggup mengamankan medali juara Piala Super Spanyol, La Liga, dan Liga Champions.

Samuel Eto'o dan Thierry Henry sudah tak lagi berseragam Barcelona di waktu tersebut. Namun, Barcelona tak kehilangan ketajaman di lini serangnya. Total, Barcelona sukses membikin 147 gol pada semua kompetisi yang diikuti.

Messi menjadi yang paling banyak membuat gol dengan torehan 53 gol. Kemudian, ada David Villa yang mengoleksi 23 gol dan Pedro Rodriguez 22 gol.

Barcelona dan penyerang-penyerang tajam kembali menghasilkan kesuksesan di musim 2015/16. Luis Suarez, Neymar, dan Messi membawa Barcelona meraih treble winners yang kedua kalinya.

Sementara pada 2015/16, ada 173 gol yang dibuat oleh seluruh pemain Barcelona di lintas kompetisi. Suarez, Messi, dan Neymar membuat total 131 gol. Suarez tercatat sebagai penyerang tersubur berkat keberhasilannya membukukan 59 gol. Penyerang asal Uruguay itu juga meraih el pichichi berkat 40 gol di La Liga.

Suarez dan Neymar sudah tak ada di skuat Barcelona musim ini. Nama yang disebutkan belakangan malah sudah pergi sejak musim 2017/18.

Kini tinggal Messi seorang tumpuan Barcelona di lini depan. Pelatih Barcelona saat ini, Ronald Koeman, paham betul bahwa timnya perlu mencari penyerang top untuk membantu Messi mencetak gol.

"Kami telah mengatakan beberapa kali pada awal musim, kami membutuhkan penyerang yang lebih kompetitif. Bisa membuat banyak gol dan efektif di depan gawang," tutur Koeman dilansir AS.

Los Cules masih menjadi klub yang paling subur di La Liga musim ini. Messi dan kolega sudah membukukan 37 gol alias delapan gol lebih banyak dari Atletico Madrid yang memuncaki klasemen sementara.

Kendati jadi yang paling subur, Barcelona masih tergantung pada Messi. Ya, La Pulga jadi penyumbang gol paling banyak dengan torehan 11. Pencapaian tersebut membuat Messi sementara memimpin daftar top skor La Liga. Messi unggul satu gol atas penyerang Villarreal, Gerard Moreno.

Ketergantungan Barcelona pada Messi terlihat pada apa yang terjadi delapan laga awal. Messi cuma sanggup membuat tiga gol dengan expected goals (xG) mencapai 5,83. Performa di bawah rata-rata ini membuat Barcelona juga urung mendapatkan hasil positif. Barcelona kalah tiga kali dan dua kali mendapatkan hasil imbang. 

Nelangsa tak selamanya berhenti di atas kepala Koeman. Pada lima laga terakhir Barcelona, Messi yang turun arena empat kali membuat lima gol dan dua assist. Hasil positif juga mengikuti Barcelona dengan capaian empat kemenangan dan sekali imbang.

Sebenarnya Barcelona memiliki pilihan selain Messi untuk memborbardir gawang lawan. Toh, mereka diperkuat oleh Ansu Fati dan Antoine Griezmann.

Masalahnya, realitas tak selalu sama dengan harapan. Apa yang terjadi di atas lapangan tak selalu sejalan dengan di atas kertas. 

Fati sempat memantik asa suporter dengan mencetak empat gol dalam tujuh penampilan di ajang La Liga. Sialnya, ia harus absen hingga Maret 2021 karena cedera.

Griezmann juga belum bisa diandalkan sepenuhnya karena performanya yang tidak konsisten. Griezmann baru membuat lima gol di pentas La Liga, padahal menit bermainnya cukup tinggi: 1.187 menit.

Griezmann gagal bersinar karena bertubrukan peran dengan Messi. Keduanya rajin menjemput bola untuk mengkreasikan serangan. Akibatnya, Barcelona tidak memiliki pemain yang berposisi di kotak penalti lawan.

Koeman mencoba menyiasatinya dengan memainkan Martin Braithwaite. Alih-alih berhasil, Braithwaite malah kesulitan untuk membobol gawang lawan.

Braithwaite memang mampu merusak konsentrasi di pertahanan lawan. Kemampuannya untuk menempatkan diri di kotak penalti menjadi nilai tambah dari Braithwaite. Sayangnya, ia memiliki masalah di penyelesaian akhir. Tengok saja catatan statistiknya di La Liga musim ini.

Selama 766 menit bermain, penyerang asal Denmark itu cuma sanggup melepaskan 13 shots. Dari 13 shots, yang menemui target cuma tujuh dan yang tercipta menjadi gol cuma dua. Padahal, expected goals (xG) Braithwaite cukup tinggi, yaitu 5,33.


Ketergantungan kepada Messi seharusnya tak boleh terjadi pada Barcelona. Kalau Messi tak tak tampil optimal atau absen, Blaugrana kesulitan untuk bisa membuat gol.

Laga melawan Eibar menjadi contohnya. Koeman memilih untuk mengistirahatkan Messi dan memainkan Braithwaite, Griezmann, dan Ousmane Dembele di lini depan.

Hasilnya tumpul. Barcelona yang main di kandang sendiri memang sanggup melepaskan 16 tembakan, tetapi hanya lima percobaan yang mengarah ke gawang. Ironisnya, xG Barcelona pada laga itu mencapai 2,06.

Braithwaite yang memiliki xG tertinggi malah menyia-nyiakan peluang. Penyerang berusia 29 tahun itu tak bisa mengonversi dua peluang untuk menjadi gol.

Tragisnya lagi, salah satu peluang didapatkan lewat titik penalti. Akan tetapi, tendangan eks pemain Leganes itu malah menyamping dari gawang lawan. Tanpa Messi, pasukan Koeman mati kutu.

Barcelona memang tidak kalah, mereka meraih hasil seri. Akan tetapi, itu bukan hasil yang pantas bagi Barcelona yang berlaga di Camp Nou.

***

Saat ini Barcelona menempati posisi tiga klasemen La Liga. Masih ada kans bagi mereka untuk menutup musim sebagai kampiun.

Namun, sebelum bicara jauh tentang gelar juara, Barcelona harus segera menuntaskan krisis di lini serang mereka. Terlepas dari segala persoalan di meja manajemen, Januari merupakan waktu yang tepat bagi Barcelona mendatangkan pemain yang mereka butuhkan.