Wesley Fofana Bukan Bek Antah Berantah

Foto: Twitter @Wesley_Fofanaa.

Dari Saint-Etienne ke Leicester City, Fofana mencuri atensi sebagai salah satu bek paling berbakat di muka bumi.

Isi kepala Jimi Multhazam terlalu besar untuk mengingat banyak hal. Dari fragmen masa kecilnya soal apa yang pernah dia gambar, bagaimana dia pertama kali mengenal sepeda, sampai lirik lagu yang ditulisnya. Dia hampir selalu bisa menjawab ketika ditanyai dari mana ide-ide itu berasal.

Ada satu waktu saat Jimi bersama temannya melihat "perempuan aneh" pada pukul tiga pagi. Dengan dandanan ala junkie, baju you can see, celana sedengkul, dan tanpa alas kaki, perempuan itu menyeruput soda dingin di hadapan mereka. 

Terang saja itu menjadi pemandangan absurd di tengah sekitaran tempat yang sudah berembun saking ademnya. "Dari antah berantah," jawab seorang temannya saat Jimi bertanya dari mana perempuan itu berasal. Di situlah Jimi meraup konsep untuk menuangkannya dalam lirik--kemudian melahirkan lagu dengan judul yang sama. 


"Ini rekrutan brilian kami. Ketika Anda melihatnya bermain, dia akan tampak seperti pemain berpengalaman. Kami tak sabar untuk mengembangkan bakatnya,” kata Brendan Rodgers setelah kedatangan Wesley Fofana. 


Ucapan Rodgers mungkin penuh kesombongan. Namun, bisa saja itu sebaliknya. Mudah buat bilang bahwa langkah Leicester merekrut Fofana itu adalah hal yang gegabah.

Pertama, dia tak lebih banyak mendapatkan sorotan ketimbang para wonderkid kondang Ligue 1 macam Eduardo Camavinga, Maxence Caqueret, atau Jonathan Panzo. Sudah begitu, Leicester juga harus membayar 30 juta poundsterling demi menebus Fofana dari Saint-Etienne. Itu sekaligus membuat bek 19 tahun tersebut sebagai rekrutan termahal mereka musim ini. Komplet sudah perjudian mereka.

Eh, tapi jangan salah. Leicester bukan pencundang perkara judi-judian pemain. Setidaknya mereka masih lebih jago ketimbang klub-klub boros macam Manchester United dan Chelsea. Total 182 juta poundsterling hasil penjualan N’Golo Kante, Riyad Mahrez, dan Harry Maguire adalah buktinya.

Seiring berjalannya waktu, perkataan Rodgers terbukti betul. Fofana bukan pemain antah-berantah yang mentah. Dia punya andil besar atas keberhasilan Leicester nangkring di peringkat empat klasemen sementara Premier League.


Lahir di Marseille tak lantas membuat Fofana tertarik masuk akademi Les Phoceens. Dia memilih menimba ilmu di ES Mining Basin yang terletak di bagian utara Prancis. Baru kemudian berlabuh di JS Des Pennes Mirabeau dan SC Air Bel.

Serupa dengan beberapa pemain muda lainnya. Fofana tak ujug-ujug ngepos sebagai bek tengah. Posisi striker pernah diembannya semasa belajar di Air Bel. “Saat aku bermain di situ, mereka melabeliku sebagai Didier Drogba,” kenang Fofana.

Posturnya yang relatif lebih tinggi ketimbang pemain seumurannya, membuat Fofana dianggap layak untuk mengisi pos area duel—termasuk sebagai striker. Itu juga menjadi salah satu faktor yang bikin Frederic Paquet, Direktur Olahraga Saint-Etienne, kesengsem dan memboyongnya pada 2015.

Oke, Saint-Etienne memang kalah pamor dibanding klub-klub beken Ligue 1 macam Paris Saint-Germain, Olympique Lyon, atau Marseille. Wong titel liga terakhir mereka tercipta 40 tahun silam. Meski kalau dihitung-hitung, trofi Ligue 1 Les Verts masih menjadi yang terbanyak bersama Marseille di angka 10.

Foto: Instagram lawestt_

Bukan kejayaan masa lampau yang terpenting buat Fofana, melainkan kemanjuran akademi Saint-Etienne dalam menelurkan bakat-bakat muda. Willy Sagnol, Bafetimbi Gomis, Mathieu Debuchy, Faouzi Ghoulam, Blaise Matuidi, Kurt Zouma, Allan Saint-Maximin, dan Pierre-Emerick Aubameyang adalah beberapa alumni akademi mereka.


Menjadi kemubaziran kalau pengembangan bakat tak selaras dengan jam terbang yang cukup. Itulah kenapa Saint-Etienne kemudian memercayakan Fofana mengisi posisi reguler di musim 2019/20.


Menit manggung Fofana di Ligue 1 menyentuh 1.215 menit atau tertinggi di antara para pemain muda lainnya. Itu belum ditambah dengan dua pementasannya di Europa League. FYI, usianya masih 19 tahun saat itu.

Makin spesial karena statistik defensifnya juga tergolong impresif. WhoScored mencatat Fofana memimpin rataan kemenangan duel udara serta jumlah intersep di Saint-Ettiene. Melebihi penggawa yang lebih senior semisal Loic Perrin, Timothee Christian Kolodziejczak, serta Debuchy.

Meski, ya, sebetulnya apa yang diperlihatkan Saint-Etienne secara kolektif di musim kemarin cukup sergut. Pergantian pelatih dari Ghislain Printant ke Claude Puel tak banyak memberi impresi. Wahbi Khazri dkk. cuma finis di peringkat 17 atau satu setrip dari zona degradasi.


Oktober 2020, Fofana resmi hengkang dari Saint-Etienne ke Leicester. Bisa dibilang dua klub ini punya benang merah. Mereka sama-sama ramah dengan pemain muda. Bedanya, “Si Rubah” punya amunisi yang lebih komplet untuk bersaing dengan klub elite.

Bisa dilihat dari kebijakan Leicester membuka tempat latihan anyar pada Natal tahun lalu. Lokasinya berada di Seagrave dengan luas kurang lebih 180 hektar dan memakan dana sebesar 95 juta poundsterling. Tempat latihan baru ini dikhususkan untuk tim utama dan para pemain akademi. Banyak fitur mewah di dalamnya, termasuk fasilitas sport science yang mumpuni.

Presiden klub, Aiyawatt Srivaddhanaprabha, menyebut ini adalah salah satu rencana jangka panjang Leicester untuk menjadi tim mapan Eropa. Visi yang kemudian disambut gembira oleh Rodgers.

"Ini (tempat latihan baru) menunjukkan dengan jelas akan ke mana klub ini melangkah di masa depan,” ucap eks pelatih Liverpool itu.

Moncernya James Maddison, Caglar Soyuncu, Wilfred Ndidi, dan Harvey Barnes adalah bukti kejelian Leicester dalam merekrut dan mengembangkan para pemain muda. Jangan lupakan juga kontribusi Youri Tielemans, Luke Thomas, dan James Justin yang diboyong dua musim ke belakang.

Tren di atas merepresentasikan bahwa perekrutan Fofana bukanlah perjudian yang tanpa perhitungan. Dan itu terbukti lewat performa tokcernya di musim 2020/21. Fofana menjadi bek kepercayaan Rodgers dari yang awalnya diplot sebagai pelapis Soyuncu dan Jonny Evans.

Kesempatan pertama Fofana datang saat Leicester menjamu Aston Villa di fixture kelima. Rodgers menandemkannya dengan Evans di pos bek sentral dalam wadah 4-1-4-1. Pada akhirnya Jami Vardy cs. memang keok dari tamunya. Tapi, di situlah Fofana mulai mencuri atensi.


Total 7 kali Fofana memenangi duel udara sekaligus yang terbanyak di antara seluruh pemain. Kuantitas tekel dan intesepnya menyentuh angka 3, tertinggi bersama Evans.

Bagusnya lagi, Fofana mampu mengawetkan catatan impresifnya di laga-laga selanjutnya. Toleh saja rata-rata kemenangannya di bola atas yang menyentuh 3,5 per laga dari total 25 pertandingan. Perlu diingat, angka itu membuatnya berada di daftar 7 besar bek Premier League terjago urusan duel udara.

Eits, nilai jualnya bukan cuma postur jangkung saja, tetapi juga kemampuannya dalam membaca permainan. Ketepatan timing yang ditunjang dengan jangkauan kaki yang lebar memudahkan Fofana untuk memutus aliran bola lawan.

Makanya enggak heran kalau rata-rata intersep (2,2) dan tekelnya (1,9) per laganya berada pada daftar paling atas di antara bek tengah Leicester lainnya. Fofana juga berada di posisi wahid untuk urusan sapuan dengan rataan 3,5 di tiap pertandingan.

Ya, Rodgers tahu betul bahwa Fofana mampu melengkapi Evans dan Soyuncu yang relatif lemah untuk urusan duel-duel darat. Kompetensinya penting untuk mengover full-back Leicester yang memang intens membantu serangan.

Foto: Twitter @Wesley_Fofanaa

Bulan lalu badan riset sepak bola yang berafiliasi dengan FIFA, CIES Football Observatory, telah mengukur pemain kelahiran 2000 dengan pengalaman bermain terbaik di Eropa. Menit bermain serta tingkat kompetitif di tiap pementasan yang jadi variabelnya. Dan betul, Fofana masuk 15 besar dalam list tersebut—bersama Jadon Sancho, Alphonso Davies, dan Erling Haaland.

So, dengan sederet potensi yang dia punya, sudah semestinya dunia sepak bola memandang Fofana dengan saksama. Bukan lagi sebagai pemain antah-berantah saja.