Yang Dibutuhkan Milan Bukan Cuma Penyerang Baru

Foto: Instagram @acmilan.

Benar bahwa mendatangkan penyerang baru adalah pekerjaan rumah yang mesti dituntaskan AC Milan. Namun, jangan lupakan pula para pemain kunci yang nasibnya tergantung di kertas kontrak.

Empat bulan tahun 2021 meyakinkan orang-orang bahwa AC Milan masih menjadi tim yang begitu-begitu saja.

Suporter Milan melewati paruh kedua 2020 dengan berseri-seri pada hampir setiap akhir pekan. Setelah hari-hari yang ganjil sejak awal 2020, akhirnya datang juga satu atau dua kabar baik: Tampil hebat dalam 304 hari di Serie A tanpa satu kekalahan pun, merengkuh puncak grup Liga Europa, lalu difavoritkan sebagai tim juara.

Pasukan Stefano Pioli bahkan disebut sebagai juara musim dingin. Bagi sebagian besar suporter Milan julukan tersebut membangkitkan nostalgia tentang apa yang terjadi sekitar 1 dekade lalu. Sebagian lagi mencibir, mana ada juara di tengah jalan.

Untuk sementara, kita melihat bahwa kelompok yang mencibir tadi tidak asal melempar umpatan. Kekalahan pertama di Serie A 2020/21 yang terjadi pada 6 Januari 2021 ternyata merupakan sinyal tanda bahaya. 

Kekalahan dari Juventus bukan perkara yang kelewat memalukan. Yang menjadi masalah adalah hasil negatif itu meningkat menjadi lima kekalahan Serie A hingga Maret 2021. Itu belum ditambah dengan kekalahan telak dari Inter Milan di perempat final Coppa Italia 2020/21.

Sudah begitu, daftar cedera bertambah panjang. Amunisi berkurang drastis, kepercayaan diri pun menurun. Setelahnya Milan terlempar dari perburuan gelar juara Eropa di Liga Europa. Manchester United memukul mundur Milan dari kompetisi. Bahaya semakin menjadi-jadi, San Siro mulai oleng, langkah Milan mulai gontai mirip orang yang presentasi di depan calon klien saat pengar belum hilang. 

Lalu Inter memuncaki klasemen dengan keunggulan 9 poin atas Milan. Sampai di sini, mereka yang pesimistis dan netral mengecap Milan yang panas sesaat. Sebagian lagi, yang optimistis, menganggap Milan hanya kehabisan energi. Terlepas dari siapa yang benar, Milan tetap berupaya memutar roda nasib. Kalaupun tak berhasil menutup musim ini dengan satu gelar juara pun, seharusnya Milan tak memasuki musim yang baru seperti batalion yang kehabisan amunisi.

Datangkan Penyerang Baru

Milan tak lagi bisa berdalih tentang permasalahan di lini serang mereka. Dibandingkan tim-tim lima besar klasemen sementara lainnya--Inter, Juventus, Atalanta, dan Napoli--torehan gol Milan yang paling sedikit. 

Selain itu, 15 atau 26% dari 57 gol Milan dicetak oleh Zlatan Ibrahimovic. Bukan salah siapa-siapa jika Zlatan tetap sanggup menggila di depan gawang lawan. Yang jadi masalah adalah ketika Milan terlalu bergantung pada penyerang yang usianya sudah 39 tahun.

Gelandang Franck Kessie adalah kontributor terbaik kedua, meskipun 8 dari 10 golnya berasal dari titik penalti. Persoalan lain adalah kontribusi gol kedua pemain sayap, Rafael Leao dan Ante Rebic,  yang belum sebanyak Kessie atau Zlatan. Keduanya menyumbang masing-masing 6 gol di Serie A.

Milan sebenarnya berusaha mendekatkan diri pada peluang juara dengan mendatangkan Mario Mandzukic. Akan tetapi, tak sedikit yang meragukan keputusan itu sejak awal. Tanda tanya itu terbukti masuk akal karena sampai sekarang tak ada satu gol pun yang sudah dicetak oleh Mandzukic. Apa boleh buat, baru empat kali turun arena sebagai pemain pengganti Mandzukic sudah dihantam cedera.

Berangkat dari deretan persoalan itu wajar jika Milan getol mengincar sejumlah penyerang di bursa transfer musim panas nanti. Sampai sekarang Dusan Vlahovic, Gianluca Scamacca, dan Andrea Belotti disebut-sebut sebagai target yang sedang dibidik Milan.

Milan bukan satu-satunya tim yang mengincar Vlahovic. Bahkan pemain asal Belgrade juga menjadi incaran klub-klub Premier League seperti Manchester United dan Tottenham Hotspur.

Di tengah keterpurukan, Fiorentina masih bisa tersenyum setiap menyaksikan Vlahovic mencetak gol. Torehan 15 golnya menjadi yang tertinggi di antara rekan-rekan setimnya. Sebagian besar orang menyangka ia akan berlaga sebagai pemain nomor 9 versi old school jika benar-benar pindah ke Milan.

Akan tetapi, ada kemungkinan lain yang bisa dinikmati oleh Milan jika berhasil mendatangkan tanda tangan Vlahovic. Sayangnya, untuk menyadari keunggulannya ini kita harus mengamati catatan statistik kemenangan duel udaranya yang hanya mencapai 41,8%. Untuk penyerang dengan tinggi hampir 190 cm, torehan itu tidak istimewa.

Dari situ, kita dapat mengamati catatan statistiknya yang lain: Dribel. Pemain yang melabeli dirinya sendiri sebagai Zlatan dari Belgrade ini mencatatkan 20 dribel sukses per laga Serie A. Ia menjadi pemain terbaik kelima di Fiorentina untuk urusan ini. Catatan itu menggambarkan bahwa Vlahovic tidak akan terpuruk duluan jika diadang manuver pertahanan lawan. Ia pun dapat diandalkan untuk mencari penguasaan bola demi mengurangi pressing.

Meski duel udaranya biasa-biasa saja, Vlahovic tetap ganas di dalam kotak penalti. Toh, 14 dari 15 golnya lahir di area itu. Itu berarti Vlahovic bisa membuat satu gol setelah menyentuh bola 9,9 kali di kotak penalti pada setiap pertandingan.

Belotti juga menjadi pilihan masuk akal buat Milan karena konsistensinya. Sejak menjejak di Torino pada 2015, ia selalu membukukan lebih dari 12 gol. Bahkan dalam musim ‘terburuknya’ pun, ia tetap sanggup membuat 12 gol (2015/16) dan 13 gol (2017/18). Terlepas dari predikatnya sebagai penyelesai akhir yang klinis, Bellotti juga merupakan seorang team player yang baik. Pada Serie A 2020/21, ini catatan 5 assistnya menjadi yang tertinggi di Torino.

Berbeda dengan pemain dengan postur sepertinya, Scamacca punya mobilitas ekstra. Ia sangat tangguh dalam duel udara. Itu dibuktikan dengan rerata 1,7 kemenangan duel udara di Serie A. Jumlah itu jadi yang terbaik kedua di Genoa. Pun demikian dengan kemampuan passingnya yang efektif dan tidak bertele-tele. 

Mempertahankan Pemain Kunci

Pekerjaan rumah yang mesti segera dituntaskan oleh Milan bukan hanya mendatangkan penyerang baru yang tajam, tetapi juga memastikan para pemain kunci mereka tidak hengkang. Polemik perpanjangan kontrak Gianluigi Donnarumma merupakan salah satu contohnya.

Mereka yang menyaksikan Milan sejak era Silvio Berlusconi memahami kondisi ini: Bahwa Milan begitu bergantung dengan pemain-pemain matang. Watak ini bahkan sudah terlihat sejak awal kepemimpinan Berlusconi pada 1986.

Pemain-pemain matang seperti Franco Baresi, Carlo Ancelotti, trio Gullit-Rijkaard-van Basten adalah alasan yang membuat pemain-pemain lawan ciut. Itu belum ditambah dengan Paolo Maldini yang meskipun masih muda sanggup menjadi andalan di lini pertahanan. Kombinasi itu lantas diracik oleh pelatih yang tak becus saat menjadi pemain, Arrigo Sacchi. Dari sanalah Milan menapaki era baru.

Yang terjadi setelahnya Milan tumbuh sebagai tim yang diperkuat oleh pemain-pemain berumur panjang. Celakanya, begitu mereka pergi, Milan limbung karena tak punya pengganti. Kondisi ini cukup ironis karena pada dasarnya Milan juga memiliki akademi dan getol membentuk pemain-pemain muda. Namun, entah bagaimana sebabnya tidak ada yang benar-benar langsung bisa nyetel untuk membangkitkan Milan dari tidur panjang.

Dari sekian banyak percobaan, Donnarumma merupakan salah satu yang berhasil. Ia pertama kali menjaga gawang Milan sebelum berusia 20 tahun. Dalam usia yang sedemikian muda pun, Donnarumma dihantam sejumlah konflik, bahkan dicap sebagai parasit. Akan tetapi, Donnarumma bertahan sampai sekarang. Ia malah sudah tampil lebih dari 200 kali bersama Milan dan sampai sekarang tetap menjadi kiper utama.

Milan juga harus menaruh perhatian pada Hakan Calhanoglu. Serupa dengan Donnarumma, kontrak Calhanoglu di Milan akan selesai tak lebih dari 3 bulan lagi. 

Benar bahwa Calhanoglu berulang kali membuat suporter Milan frustrasi dengan inkonsistensinya.  Akan tetapi, sejak kembali dari rehat akibat positif COVID-19, Calhanoglu justru menunjukkan kualitasnya. Terlebih, Pioli bisa membangun sistem yang cukup menguntungkan Calhanoglu. 

Pemain asal Turki ini memang jadi anomali. Kualitasnya tidak muncul saat ia diminta untuk menjadi pemain proaktif, tetapi ketika dibiarkan untuk berlaga dengan identitasnya sebagai pemain reaktif.

Masa depan FIkayo Tomori di San Siro juga layak diperjuangkan oleh Milan. Bek tengah yang dipinjamkan dari Chelsea itu tak membutuhkan waktu lama untuk tampil seperti pemain yang memang terlahir untuk membela Milan. 

Dalam kurun tersebut, namanya tercatat sebagai salah satu pemain defensif terbaik Milan. Rerata 2,3 tekel yang dibuatnya per pertandingan liga merupakan yang terbaik kedua di antara teman-teman setimnya.

Kemampuan untuk melepas intersep (1,1) dan sapuan (3,1) juga tidak bisa dianggap angin lalu. Dengan performa itu, Tomori bahkan mulai mengancam Alessio Romagnoli ke bangku cadangan setelah Simon Kjaer dinyatakan aman untuk turun arena. Kepercayaan diri dan ketenangan luar biasa yang terlihat dalam penampilannya menunjukkan bahwa ia tiba di San Siro dengan pola pikir untuk membuktikan kemampuannya.

***
Terlepas dari apa pun yang diupayakan Milan untuk memperbaiki tim, semua tidak akan kelewat berarti jika tak punya konsistensi. Milan hampir memiliki segalanya di paruh pertama musim 2020/21. Akan tetapi, suporter Milan lagi-lagi harus menelan kepahitan yang sama: Tim kesayangan mereka sempoyongan dan terlempar dari satu kompetisi ke kompetisi lainnya.

Perburuan gelar juara adalah proyek yang konsisten dan semuanya  dimulai dari manajemen yang berkomitmen untuk mempertahankan siapa-siapa yang terbaik. Ini bisa bicara soal pemain, staf, bahkan manajer. 

Semua orang paham bahwa Milan ala Sacchi ataupun Ancelotti adalah cerita lama. Rasa-rasanya penikmat sepak bola yang tumbuh di era terkini menganggap Milan yang demikian sebagai Milan yang ganjil, kisah yang hanya akan menjadi dongeng. 

Namun, bagi mereka yang pernah menyaksikan tekel Paolo Maldini serta gol Filippo Inzaghi dan Ricardo Kaka dengan mata berkaca-kaca, Milan yang diakui sebagai raksasa Eropa adalah Milan yang wajar. Dan hari ini mereka sudah muak dengan segala macam keganjilan, mereka ingin Milan yang wajar itu kembali berlaga di San Siro.