Ada yang Beda dari Alphonso Davies

Foto: Situs resmi Bayern Muenchen

Seperti apa kamu mengenal Alphonso Davies? Cepat? Tentu saja. Namun, musim ini Davies membuktikan bahwa hal positif tentangnya tak cuma soal kecepatan.

Untuk memahami betapa cepatnya Alphonso Davies, silakan putar kembali golnya saat memperkuat Kanada melawan Panama belum lama ini.

Pada menit ke-66, Harold Cummings, pemain Panama, yakin betul bahwa bola akan keluar lapangan. Itulah kenapa dia sama sekali tak berusaha mengejar bola. Dengan berlari-lari kecil, Cummings hanya membiarkan bola itu bergulir keluar lapangan.

Davies tak berpikiran serupa. Kendati posisinya amat jauh dari bola, setidaknya lebih jauh dari Cummings, Davies tetap berlari sekencang mungkin. Saking kencangnya, ia mampu menjangkau bola tersebut sebelum melewati garis tepi lapangan.

Davies melengkapi aksinya dengan cara mengelabui seorang pemain bertahan Panama, menusuk ke kotak penalti, lalu mencetak gol lewat sepakan kaki kiri. Namun, yang jadi sorotan bukanlah gol tersebut melainkan kecepatannya saat mengejar bola tadi: 37,1 kilometer per jam. Itulah kecepatan lari Davies saat momen ajaib itu terjadi.

Kita yang mengikuti Davies dalam tiga musim terakhir paham betul bahwa bukan hanya kali itu ia mempertontonkan kecepatannya. Ada rekaman aksinya saat memecundangi Reece James di Stamford Bridge. Di Lisbon, Nelson Semedo juga pernah menjadi korban.

Musim ini, kecepatan serupa juga kerap terlihat. Selain aksinya saat melawan Panama, Davies juga kerap memperlihatkannya tatkala memperkuat Bayern. Ia bahkan tercatat sebagai pemain tercepat kedua di Bundesliga musim ini dengan catatan 36.08 kilometer per jam.

Namun, musim ini pula, pemain berusia 20 tahun itu membuktikan bahwa kecepatan bukanlah satu-satunya topik yang bisa kamu gunakan untuk membicarakan kemampuannya. Ada sejumlah hal krusial yang seolah jadi bukti bahwa ia sudah lebih berkembang sebagai pesepakbola.

***

Moncer saat Bayern meraih treble winner, Davies malah gagal melakukan hal serupa pada musim berikutnya. Orang-orang menggunakan dalih one season wonder, tetapi masalah sebenarnya adalah cedera. Pada Oktober 2020, Davies mengalami cedera ligamen kiri yang cukup parah.

Cedera itu memaksa Davies melewatkan hampir semua laga Bayern pada babak grup Liga Champions. Jelang berakhirnya paruh pertama, ia sudah kembali bermain. Namun, Davies mengakui cedera itu masih membekas. Alhasil, performa di lapangan jadi korbannya.

Sisi kiri Bayern yang Davies kawal kerap jadi sasaran lawan. Persoalannya, Davies kerap telat mundur usai membantu serangan. Bahwa Bayern bobol sebanyak 44 kali di Bundesliga musim itu bukan cuma karena performa angin-anginan David Alaba, tetapi juga efek Davies.

Statistik turut membuktikan bahwa performa bertahan Davies memang menurun cukup drastis. Merujuk data Fbref, Davies tampil gemilang dengan mencatatkan 78 tekel dan 54 clearance pada 2019–20, sedangkan musim berikutnya cuma 48 tekel dan 34 clearance.

Hal serupa juga terjadi pada aspek ofensif. Ketimbang musim sebelumnya, Davies tak terlalu agresif. Masuk akal jika Hansi Flick menarik Davies keluar pada leg kedua perempat final Liga Champions melawan Paris Saint-Germain. Kala itu Bayern dalam posisi wajib mengejar ketertinggalan.

Dilansir The Athletic, surat kabar Munich Sueddeutsche Zeitung menggunakan kalimat ‘tidak berbahaya saat menyerang’ untuk memvonis performa Davies pada laga itu. Secara keseluruhan pun, ia memang tak semengancam sebelumnya karena cuma bikin satu gol dan dua assist sepanjang musim.

Pada 2021–22, Davies kembali mengalami cedera ligamen yang tentu saja membuat Bayern khawatir bukan main. Terlebih, Davies sampai harus pulang lebih cepat dari Timnas Kanada yang tengah berlaga di Piala Emas. Namun, ketakutan itu tak bertahan lama.

Selain karena mampu pulih cepat jelang musim bergulir, Davies menunjukkan bahwa performanya sudah kembali membaik seperti sediakala. Malah, penampilan Davies yang kali ini dalam balutan taktik Julian Nagelsmann tampak meningkat berkali-kali lipat.

Tentu saja kecepatan masih jadi atribut utama, termasuk ketika ia menutupi pergerakan Memphis Depay pada laga kontra Barcelona. Namun, musim ini Davies membubuhi kecepatan itu dengan berbagai atribut lain, atribut yang kian melengkapi perannya sebagai bek sayap kiri.

Salah satu yang paling mencolok adalah operan maupun crossing-nya di sepertiga akhir pertandingan. Sebelumnya, bahkan saat Bayern meraih treble winner, end-passing Davies kerap jadi sorotan. Cukup sering ia melepaskan crossing yang melangit. Musim ini aspek itu meningkat berkali-kali lipat.

Masuk akal jika jumlah crossing-nya yang mencapai rekan setim meningkat dari 5 crossing musim lalu menjadi 7 crossing. Angka keypass-nya juga cukup mengesankan dengan rerata 1,5 per laga. Dampaknya, Davies sudah melampaui jumlah assist-nya musim lalu, yakni 3 assist.

Pangkal dari semua angka itu adalah pengambilan keputusannya yang terlihat membaik. Davies kini tak lagi memaksakan diri untuk melewati lawan. Ia tahu mesti melakukan apa saat menguasai bola, kapan harus mengoper, dan kapan harus melewati lawan.

Bahkan, cukup sering Davies memperagakan switch play lewat long-ball dari area permainannya ke sisi kanan. Sebuah pemandangan yang amat jarang terlihat dari Davies pada musim-musim sebelumnya, yang sekaligus jadi bukti bahwa ia kini melihat ke seluruh sudut lapangan.

Jika ada nama yang patut dikedepankan, tentu saja itu adalah Nagelsmann. Bersama Nagelsmann, Davies diberi kebebasan lebih untuk berkreasi di lini depan. Bukan hal mengejutkan karena Nagelsmann juga melakukan hal serupa kepada Angelino saat masih di RB Leipzig.

Terlebih, dalam taktik Nagelsmann, kedua bek sayap memegang peran amat penting untuk menjaga kelebaran, apapun skema bermainnya. Itulah kenapa Angelino bisa bersinar. Di sisi lain, si pemain juga mengakui peran penting Nagelsmann dalam perkembangannya.

Foto: @fcbayern

Davies turut berucap hal serupa. Dalam sebuah wawancara, ia berkata bahwa Nagelsmann amat peka terhadap detail. Di samping itu, eks pelatih Hoffenheim tersebut memiliki kemampuan komunikasi yang baik untuk menyampaikan semua ide-idenya.

Bahwa Davies mampu menjalankannya dengan sempurna, selain pengambilan keputusannya yang membaik, terjadi karena keberadaan bek tengah Bayern. Musim ini, Lucas Hernandez dan Dayot Upamecano sebagai duet bek tengah tampil gemilang di jantung pertahanan.

Kedua pemain itu punya catatan bertahan tertinggi di Bayern musim ini. Menurut WhoScored, Hernandez mencatatkan rata-rata 1,8 tekel sukses, 1,2 intersep, dan 1 sapuan per laga. Sementara itu, Upamecano menorehkan 2,6 tekel sukses, 1 intersep, dan 2,1 sapuan per laga.

Solidnya penampilan kedua pemain itu bikin Davies lebih bebas berkreasi. Terlebih, bek kanan yang sejauh ini kerap diemban Niklas Suele lebih banyak berperan sebagai inverted full-back. Bahkan tak jarang Suele berada di kedalaman dengan menjadi bek tengah tambahan.

Hal demikian tak Bayern miliki pada musim-musim sebelumnya. David Alaba dan Jerome Boateng mungkin punya kemampuan build up nomor satu. Namun, kombinasi keduanya sering menyisakan lubang di lini pertahanan, apalagi mereka tidak secepat Hernandez dan Upamecano.

Bukan kebetulan jika pertahanan Bayern musim ini begitu kokoh. Sejauh ini, Bayern baru kebobolan sembilan gol di seluruh kompetisi (13 laga). Sebagai komparasi, mereka sudah bobol 17 kali pada kurun yang sama awal musim lalu, termasuk kekalahan 1–4 dari Hoffenheim.

Meski begitu, bukan berarti Davies tak terlibat aktif dalam catatan positif tersebut. Buktinya, ia masih mencatatkan rata-rata 2 tekel sukses dan 1,2 intersep per laga. Ini jadi bukti bahwa Davies mampu menyeimbangkan peran besarnya di lini depan dan pertahanan.

Semua itu membawa Davies menjadi Davies yang berbeda. Musim ini, ia tak lagi cuma soal kecepatan, tetapi lebih dari itu.