1 on Wan-Bissaka

Aksi tekel Aaron Wan-Bissaka. Foto: @a_bissaka.

Ada banyak orang yang mendorong Wan-Bissaka untuk terus menggiring bola, berlari-lari, menendang, dan menekel lawan. Sampai kini, ia dikenal sebagai full-back yang piawai dalam menghadapi situasi 1 on 1.

Langkah kaki Aaron Wan-Bissaka terasa berat saat menyusuri lorong Selhurst Park Stadium. Ia gugup bukan main. Bayang-bayang kegagalan pun datang tanpa permisi dan berkelindan di benaknya.

"Ini akan menjadi pertandingan yang panjang."

Kata-kata itu keluar dari mulut Wan-Bissaka sebelum menjalani debut bersama Crystal Palace pada 25 Februari 2018 melawan Tottenham Hotspur. Nyali Wan-Bissaka sempat ciut. Sebab, ia akan menghadapi striker-striker kelas dunia macam Harry Kane dan Son Heung-min.

Ada banyak kata-kata menenangkan untuk Wan-Bissaka ketika berbaris dan berjalan menuju lapangan yang tinggal beberapa langkah lagi. Damien Delaney menjadi pemain paling vokal menyemangati Wan-Bissaka.

“Kamu sudah menunggu ini. Mainkan saja tanpa rasa takut dan kamu akan baik-baik saja," ucap Delaney kepada Wan-Bissaka. “Setelah pertandingan ini, semuanya akan berubah untuk kamu. Seluruh hidup kamu akan berubah."

Namun, Wan-Bissaka tidak membutuhkan kata-kata menenangkan. Yang ia inginkan, laga cepat mulai dan berakhir.

Ketika kaki menjejak rumput hijau, telinga Wan-Bissaka disesaki sorak-sorai pendukung The Eagles. Kegugupannya perlahan memudar. Ia pun fokus dan mampu tampil dengan sebaik-baiknya.

Meski Crystal Palace keok 0-1, nama Wan-Bissaka mulai berdengung. Itu tidak lepas dari tekel mumpuni yang ia lakukan untuk menghentikan Ben Davies. Karena tekel itu juga, Wan-Bissaka mendapat kepercayaan tampil pada laga-laga berikutnya.

"Di sinilah perjalanan dimulai."

***

Wan-Bissaka mengenal sepak bola sejak kecil. Orang-orang tempat ia tumbuh dan besar, Croydon, rutin memainkan bola. Banyak juga anak-anak yang menggemari sepak bola. Jika tidak ditemukan di lapangan, mereka mungkin sedang bermain di halaman belakang rumah.

Ada banyak orang yang mendorong Wan-Bissaka untuk ikut menggiring bola, berlari-lari, menendang, dan selebrasi. Salah satunya adalah sang kakak, Kevin.

Kevin selalu mengajak Wan-Bissaka berlaga dengan orang-orang yang usianya di atas mereka. Meski begitu, Kevin dan Wan-Bissaka tahu betul cara menarik perhatian orang-orang dengan aksi-aksi menawan. Tentu saja untuk anak seusianya.  

Oh, ya, lapangan Wan-Bissaka bermain sepak bola memiliki rumput yang tinggi. Tak ada yang mengurus dan memotongnya. Ia juga sering menemukan "harta karun" di bawahnya, seperti kotoran anjing. Namun, mau seperti apa kondisi lapangan tersebut, Wan-Bissaka tetap bersenang-senang.

Jika matahari sudah terbenam, pertandingan usai. Selain bermain di lapangan, Wan-Bissaka biasa mengajak Kevin berduel 1 lawan 1 (1 on 1) di halaman rumah. Papan tulis kapur menjadi saksi bisu siapa yang lebih hebat: Wan-Bissaka atau Kevin.

Wan-Bissaka kecil tidak pernah membayangkan bek-bek kelas dunia macam Gary Neville saat bermain bola. Yang ia bayangkan hanya Thierry Henry. Ia kerap berusaha melakukan aksi-aksi Henry di lapangan.

Nomor 14 adalah nomor kesayangan Wan-Bissaka. Jika ada kesempatan, ia sudah dipastikan memilih 14 sebagai nomor punggungnya. Sama seperti anak-anak lainnya, ia senang mencetak gol dan melakukan selebrasi. Tentu saja, ia meniru apa yang Henry lakukan setelah mencetak gol.

Tidak hanya Kevin yang mencium bakat Wan-Bissaka. Sang ayah, Ambroise, pun melihat Wan-Bissaka berbakat soal giring-menggiring bola. Sejak Wan-Bissaka berusia lima sampai 11 tahun, Ambroise rutin mengantarkan anaknya ke akademi sepak bola.

Ambroise selalu meluangkan waktu untuk anaknya bersekolah sepak bola meski harus kabur dari pekerjaan. Bagi Ambroise, sekolah sepak bola Wan-Bissaka nomor satu. Tidak peduli selelah apapun ia bekerja, selama Wan-Bissaka tidak merengek, ia akan menggandeng Wan-Bissaka ke tempat latihan.

Perjuangan Ambroise tentu tidak sia-sia. Kapasitas dan kapabilitas Wan-Bissaka dalam mengolah si kulit bulat terus meningkat. Saat berusia 11 tahun, Ambroise memasukkan Wan-Bissaka ke akademi Crystal Palace. 

Ketika Wan-Bissaka berusia 15 tahun, Ambroise mulai kebingungan. Si anak yang harusnya menjalankan gaya hidup layaknya pesepakbola profesional, justru senang mengonsumsi minuman bersoda dan ayam goreng. Ambroise kerap jengkel atas apa yang dilakukan anaknya.

Sialnya, Crystal Palace tahu apa yang dilakukan Wan-Bissaka. Hukuman pun siap untuk dijatuhkan. Namun, Ambroise berunding dengan Crystal Palace untuk mempertimbangkan Wan-Bissaka bertahan.

Kepala Wan-Bissaka yang keras membuat Ambroise bertindak tegas. Pertama-tama, ia mencegah Wan-Bissaka menelan hal-hal yang dilarang klub. Selanjutnya, Ambroise membatasi pergaulan anaknya itu.

Wan-Bissaka tidak habis pikir dengan tindakan Ambroise. Tapi, ancaman dari Crystal Palace menciutkan keberaniannya untuk tetap menentang Ambroise. Selain itu, fragmen-fragmen masa lalu soal pengorbanan Ambroise meneguhkan komitmen Wan-Bissaka untuk terus merawat mimpi menjadi pesepakbola profesional.

Memasuki musim 2017-18, Wan-Bissaka mendapat kesempatan berlatih dengan tim utama Crystal Palace. Meski begitu, ia masih berstatus pemain Crystal Palace U-23. Tidak ada laga yang ia mainkan bersama Crystal Palace saat itu.

Wan-Bissaka hanya berlatih dan berlatih tanpa menit bermain. Ada banyak hal yang ia lakukan. Salah satunya berduel dengan seniornya, Wilfried Zaha. Sama-sama berposisi sebagai gelandang sayap, Wan-Bissaka bertekad mengalahkan Zaha saat berduel.

Namun, Wan-Bissaka tidak dapat menggunguli Zaha. Hingga akhirnya, Zaha menyarankannya untuk mencoba bermain sebagai bek sayap. Dari sana, Wan-Bissaka mulai melatih tekel. Berbekal kaki yang panjang, ia selalu bisa menghentikan gerakan Zaha.

Sejak saran itu muncul, Wan-Bissaka mulai mematikan bayang-bayang Henry saat bermain bola. Ia tak perlu menari-nari mengelabui lawan lagi. Yang ia butuhkan adalah kemampuan tekel mumpuni.

Sempat terjadi perdebatan antara Wan-Bissaka dengan tim kepelatihan Crystal Palace mengenai perubahan posisi dari gelandang sayap menjadi bek kanan. Setelah banyak berbicara secara verbal maupun aksi di lapangan, tim kepelatihan Crystal Palace menyetujui keinginan Wan-Bissaka.

Transformasi plus krisis pemain belakang yang dihadapi Crystal Palace membuat Wan-Bissaka mendapatkan satu tempat di tim utama.

Naik kelas, tidak langsung menghadirkan kebahagiaan. Wan-Bissaka justru kecewa karena nihil menit bermain. Kekecewaan itu mendorong Wan-Bissaka untuk mengajukan permohonan agar klub meminjamkannya. Itu ia lakukan untuk mendapat jam terbang.

Tidak ada respons baik dari klub. Permohonan Wan-Bissaka diacuhkan begitu saja. Hingga akhirnya, pelatih Crystal Palace saat itu, Roy Hodgson, meneleponnya dan berkata "TIDAK."

Wan-Bissaka mulai mendapatkan kesempatan bermain pada pertengahan musim 2017/18. Kesempatan bermain yang mulai terbuka lebar, tidak ia sia-siakan. Apa yang dilakukan Wan-Bissaka membuat Hodgson terpikat.

Musim berikutnya, Wan-Bissaka menjadi pemain inti Crystal Palace. Aksi defensif Wan-Bissaka membuat orang-orang terpesona. Apalagi soal tekel-menekel lawan maupun saat beradu satu lawan satu.

Label sebagai salah satu pemain terbanyak melakukan tekel Premier League musim 2018/19 menjadi bukti sahih. Ia merangkum 129 tekel sukses dari 35 laga. Jumlah itu terbanyak ketiga setelah Wilfred Ndidi (143 tekel) dan Idrissa Gueye (142 tekel).

Selain tekel-menekel lawan, Wan-Bissaka piawai membaca arah serangan lawan. Hal itu terlihat dari catatan intersepnya. Mengacu FBref, pria berusia 23 tahun itu mencatatkan 91 intersep.

Deretan statistik itu juga yang membuat Manchester United bersedia merekrut Wan-Bissaka dengan mahar 50 juta poundsterling pada musim 2019/20. Bersama United, Wan-Bissaka mendapat sorotan lebih dari orang-orang.

Tidak ada keraguan ataupun kegugupan dalam diri Wan-Bissaka selama membela Setan Merah. Ia pun langsung menjadi pilihan utama di lini belakang United.

Wan-Bissaka rutin memperlihatkan aksi-aksi defensif yang apik. Entah itu tekel maupun intersep. Pada musim pertama bersama United, mengacu Whoscored, Wan-Bissaka merangkum 3,9 tekel dan 1,9 intersep per laga. Musim berikutnya, ia mencatatkan 2,6 tekel dan 1,8 intersep per laga.

Ada banyak puja-puji bagi Wan-Bissaka. Wes Brown dan Jamie Carragher tidak mau ketinggalan memberikan sanjungan kepada Wan-Bissaka. Brown menyebut Wan-Bissaka sebagai salah satu bek terbaik yang pernah ia lihat.

Sedangkan Carragher berkata kepada Monday Night Football: “Saya tidak berpikir siapa pun akan mendapatkan yang lebih baik darinya.”

Carl Anka dari The Athletic menulis, Wan-Bissaka dianugerahi kaki yang panjang. Ia, tulis Anka, piawai membentangkan salah satu kakinya untuk menghentikan pergerakan lawan atau menjauhkan bola dari penguasaan lawan. Raheem Sterling paham betul betapa tangguhnya Wan-Bissaka menghentikan lawan.

Meski begitu, Wan-Bissaka bukan tanpa cela. Kemampuan defensif Wan-Bissaka tidak dilengkapi dengan kemampuan ofensif yang mumpuni. Menurut Anka, Wan-Bissaka adalah pemain yang bermain aman: Menguasai bola dan sering mengalirkan bola kepada gelandang, bukan pemain di depannya.

Ole Gunnar Solskjaer meminta Wan-Bissaka untuk terus meng-upgrade kemampuan ofensifnya. Berbekal pengalaman sebagai gelandang sayap, permintaan Solskjaer kemungkinan besar akan segera diwujudkan Wan-Bissaka.

Wan-Bissaka pun terus berkembang. Ia bisa menjadi apa-apa yang diinginkan klub dan pelatih. Solskjaer sendiri sudah melihat bagaimana transformasi Wan-Bissaka dari satu laga ke laga lainnya, dari satu musim ke musim berikutnya.

"Dia adalah salah satu yang terbaik ketika dalam posisi satu lawan satu... Saat ini, dia ingin terus belajar. Jadi, dia sudah tentu akan berkembang," kata Solskjaer.

Yang dibutuhkan Wan-Bissaka saat ini adalah waktu. Waktu untuk terus meningkatkan kemampuan bertahan sekaligus mengasah kemampuan menyerang. Setelah itu, Wan-Bissaka mungkin saja akan mendapatkan banyak hal menyenangkan dengan United. Trofi Premier League, misalnya.