Di Bremen, Sancho Mencetak Gol Perdananya
Gol Sancho itu membawa Borussia Dortmund menaklukkan tuan rumah Werder Bremen.
Selepas pertandingan, Pelatih Dortmund, Edin Terzic, bilang bahwa dalam latihan para pemainnya terbiasa menghadapi situasi inferior atau superior; seperti situasi delapan melawan sepuluh misalnya. Situasi tersebut kemudian membuat Dortmund mampu beradaptasi ketika mereka, secara jumlah, harus lebih inferior dari lawannya. Itu terjadi selama kurang lebih 45 menit dalam laga menghadapi Werder Bremen, akhir pekan lalu.
Selama periode 45 menit kedua, Dortmund harus bermain 10 orang usai Marcel Sabitzer menerima kartu merah pada pengujung babak pertama. Namun, mereka mampu hanya kebobolan satu gol kendati 11 pemain Bremen mampu melepas 1 tembakan. Dortmund bertahan dengan rapat dan cukup solid. Itu kemudian mampu mengantarkan mereka membawa pulang tiga poin dari Weserstadion karena pada 45 menit sebelumnya Dortmund mampu menciptakan dua gol.
Dua gol tersebut tercipta berkat pergerakan dengan dan tanpa bola yang apik dari dua pemain, Julian Brandt dan Jadon Sancho. Dua gol yang juga menunjukkan keunikan Dortmund di bawah Terzic: Tim yang memiliki sistem permainan simpel, tapi acap ditolong oleh pergerakan tanpa bola, juga kemampuan individu pemain mereka saat bola berada di kaki. Dua hal yang acap menyelamatkan Dortmund dari laga-laga sulit, juga acap membuat mereka kesulitan ketika lawan mampu menetralisir tiap individu.
Dalam laga vs Bremen ini, pergerakan tanpa bola dari Brandt ke ruang kosong membuatnya punya ruang tembak yang luas. Tendangannya kemudian memang gagal masuk ke gawang, tapi bola muntah dari kiper Bremen Michael Zetterer membuat Donyell Malen mendapat bola muntah dan berhasil mengonversikannya dengan baik. Gol yang juga menunjukkan betapa tengah panasnya Malen: Ia berhasil mencetak tiga gol dalam tiga pertandingan beruntun.
Namun, highlight tentu dipegang oleh Jadon Sancho. Dia mampu mencetak gol kedua Dortmund malam itu, sekaligus gol pertamanya musim ini. Gol yang tercipta pada situasi serangan balik, yang menunjukkan betapa Sancho adalah penerima bola yang baik. Juga seorang sayap yang punya kemampuan individu yang tentu bisa diandalkan: Ia melewati lawannya dengan baik untuk bisa mendapat ruang kosong dalam proses gol tersebut.
Yang menarik, sebelum laga ini, Sancho sempat jadi perbincangan lantaran namanya disebut oleh Ole Solskjaer dalam wawancara bersama The Overlap. Solskjaer dalam acara tersebut mengungkapkan alasan mengapa Sancho sulit beradaptasi di Manchester United: Ia adalah tipikal pemain sayap yang lebih suka link-up play ketimbang running in behind. Sesuatu yang sebenarnya terlihat dari gaya main Sancho—setidaknya dari apa yang saya lihat secara langsung di laga vs Bremen.
Jika tidak mengisi flank untuk menjaga kelebaran, Sancho akan turun ke belakang untuk menjadi opsi umpan dan kemudian melakukan kerja sama dengan rekannya. Dalam situasi tersebut ia akan mempersilakan Ian Maatsen atau Brandt untuk mengisi flank kiri, tempat di mana ia seharusnya berada. Pemain berusia 23 tahun itu memiliki persentase umpan sukses sebesar 82% dari total 38 umpan.
Memang ada tujuh umpan Sancho yang gagal dan menyasar kaki lawan, yang juga jadi satu hal yang harus ia perbaiki. Namun, keputusannya untuk mencoba selalu tersedia sebagai opsi umpan adalah hal yang membuat serangan-serangan Dortmund jadi bervariasi. Terutama karena pada babak pertama Dortmund memegang penuh kendali penguasaan bola (68%). Dan hal-hal ini kemudian membuat saya berpikir: Jangan-jangan inilah yang menjadi alasan mengapa ia tak cocok di Manchester United.
Sebab, dengan tipikal permainan seperti itu, Sancho akan lebih berguna jika tim yang dibelanya memegang kendali penguasaan bola. Sementara saat dibeli United, ia berada pada era Solskjaer dan Ten Hag yang lebih mengedepankan sepak bola transisional. Sistem yang lebih cocok pada sayap-sayap yang lebih liat dan rajin lari ke ruang di belakang pertahanan lawan seperti Marcus Rashford atau Alejandro Garnacho.
Bukan kebetulan pula bahwa dua musim terbaik Sancho di Dortmund, yakni pada musim 2018/19 dan 2019/20, tercipta pada era Lucien Favre yang mana tim bermain lebih melibatkan banyak umpan ketimbang era Terzic saat ini yang notabene lebih direct. Gaya main atau pendekatan yang berbeda jelas bisa memengaruhi performa seorang pemain, terutama saat pemain tersebut masih berada dalam usia yang masih cukup muda seperti Sancho.
Belum lagi fakta bahwa ia adalah lulusan akademi Manchester City, yang memang memiliki filosofi serupa dengan tim utamanya. Silakan lihat kemudian bagaimana sayap-sayap Pep Guardiola atau sayap-sayap lulusan City: Sebagian besar merupakan pemain sayap yang pandai bermain dengan tipikal kerja sama satu dua, dan lebih simpel saat bola di kaki mereka. Bukan tipikal sayap yang keunggulannya ada pada kecepatan dan aksi individu dalam konteks melewati lawan pada situasi 1 vs 1.
Ya, sebelum laga vs Bremen, Sancho juga memang inkonsisten. Namun, seperti yang disampaikan oleh sang pelatih Terzic, Sancho bukan pemain yang ikut bersama tim sejak pramusim. Ia membutuhkan adaptasi saat harus kembali ke Bundesliga di tengah situasi yang berbeda—ketimbang saat terakhir kali ia berada dalam tim. Belum lagi ia juga meninggalkan Manchester United setelah memiliki problem personal dengan Ten Hag. Kepercayaan diri dan kondisinya tak 100%.
Yang kemudian layak untuk disimak adalah bagaimana performa Sancho setelah gol ini. Apakah ini akan jadi pelecut kepercayaan dirinya, sehingga ia makin meroket? Atau gol ini hanyalah angka di tengah inkonsistensi yang terus menaunginya sepanjang musim? Hanya Sancho yang bisa menjawab, dan ia tahu jawaban itu akan dinanti oleh banyak orang—baik pendukung maupun pengkritiknya.
Di sisi lain, saya kembali melihat bagaimana Bremen gagal menang atas lawannya kendati sebenarnya mereka punya kesempatan. Bremen di bawah Ole Werner adalah tim yang punya plan jelas. Yang kemudian tak mereka punya adalah daya ledak saat berada di sepertiga akhir pertahanan lawan. Kualitas pemain memang menentukan di sini—seperti pengambilan keputusan yang buruk, tapi di sisi lain mereka harusnya juga bisa menambah variasi.
Sebab, saat berada pada situasi lawan lebih unggul secara individu seperti di laga vs Dortmund, variasi bisa menyelamatkan Werder. Setidaknya menambah kans mereka untuk bikin gol. Setidaknya mereka tak melulu bergantung pada sepakan-sepakan Marvin Ducksch atau Justin Njinmah—nama terakhir jadi pencetak gol untuk kesekian kali buat Bremen.