Pertandingan Ping Pong

Foto: FC St. Pauli

Selain ada istilah pertandingan catur, sepak bola juga memiliki istilah pertandngan ping pong. Seperti apa?

Jika laga-laga klub besar Premier League acap diibaratkan sebagai permainan catur, duel klub-klub 2. Bundesliga (atau bisa juga Bundesliga secara general) bisa saya ibaratkan sebagai pertandingan ping pong.

Pertandingan catur, biasanya, berlangsung lambat. Kedua kubu berhati-hati, mereka melakukan perhitungan matang sebelum mengambil langkah. Serangan pun tak langsung sampai ke depan, kadang harus memutar ke samping, melakukan pergerakan diagonal, atau bahkan harus lebih dulu mundur ke belakang.

Di sisi lain, pertandingan ping pong acap berlangsung cepat, end-to-end. Dua tim yang berlaga saling berbalas serangan dengan permainan direct atau vertikal. Ya, bola sebisa mungkin dengan cepat diarahkan ke depan. Satu rangkaian serangan tak melibatkan banyak umpan. Tak bertele-tele.

Beberapa pelatih saat ini memang mencoba menghindari duel ping pong. Terutama karena filosofi mereka mengedepankan kontrol dengan umpan-umpan pendek. Bola coba dijaga selama mungkin, serangan lawan pun coba direbut secepat mungkin. Salah satu yang saya tahu melakukannya adalah Fabian Hürzeler, pelatih St. Pauli.

Sering kali dalam konferensi persnya, Fabian menyebut bahwa ia tak ingin St. Pauli terlibat dalam permainan ping pong itu. Sebabnya, tentu karena terlalu berisiko. Semakin banyak serangan yang diterima, tentu peluang kebobolan semakin tinggi. Selain itu, pertandingan tipikal ping pong ini juga sangat bertumpu pada transisi. Dan transisi bertahan, dengan segala kekurangannya (soal kecepatan, inferioritas dalam kolektivitas) juga menghadirkan risiko besar.

Namun, Fabian dan St. Pauli justru harus “terjebak” dalam laga ping pong saat menghadapi Holstein Kiel, Jumat pekan lalu. Pertandingan ini begitu intens sejak awal. Kedua tim saling bergantian dalam urusan meyerang. Karenanya, tak perlu heran bila kemudian skor akhir menunjukkan ada tujuh gol tercipta: Empat untuk St. Pauli, tiga buat tuan rumah.

Situasi pertandingan memang memaksa laga ping pong terjadi. Pertama, ini karena Kiel coba mengambil inisiatif untuk menguasai bola dan menyerang St. Pauli sejak awal. Situasi yang kemudian membuat St. Pauli menjadi tim yang mengandalkan transisi saat menyerang. Akan tetapi, ketika ditekan pada situasi transisi, Kiel berbalik menjadi lebih direct. Mereka juga mengandalkan transisi.

Saat kiper Kiel mendapatkan bola usai serangan St. Pauli gagal, bola akan langsung dikirim direct ke pemain depan. Begitulah seterusnya, kedua tim terjebak dalam situasi transisi, ingin menyerang secepat mungkin ke depan. Buat St. Pauli, situasi ini menguntungkan karena Kiel yang bermain dengan empat bek acap memiliki ruang kosong di area tepi pertahanan mereka karena ditinggal full-back yang naik membantu serangan.

St. Pauli pun mampu memanfaatkan itu, dengan gencar menyerang via sayap. Tak hanya itu, Fabian juga menginstruksikan dua penyerang sayapnya untuk menjaga kelebaran agar terus berada dalam kondisi kosong. Situasi itu kemudian membawa St. Pauli menciptakan tiga gol pada babak pertama. Tiga gol yang menggambarkan betapa pertandingan ping pong memang menggaransi skor besar.

Di babak dua, empat gol tercipta. Kiel yang tampil lebih berapi-api kembali memegang kendali. Kali ini mereka lebih cerdik dalam memaksimalkan serangan dengan meningkatkan jumlah pemain di tengah. Mereka tau bahwa menyerang lewat samping risikonya lebih besar, dan karena itu sisi tengah dipadatkan agar aliran bola terus berproges mulus sampai menghasilkan peluang.

St. Pauli yang masih terus berusaha menyerang harus menanggung akibatnya. Mereka harus kebobolan tiga gol pada babak kedua yang dua di antaranya tercipta karena kesalahan pemain dalam menghalau atau mengantisipasi bola dari lawan. Kebobolan tiga gol dari xG on target yang hanya 0,71 jelas sebuah catatan buruk. Sesuatu yang juga tercipta lantaran alur pertandingan sudah terlalu intens—dan kaos.

Beruntung, St. Pauli menciptakan satu gol pada babak kedua yang membuat mereka membawa pulang tiga poin dari utara. Satu yang tercipta dari xG on target bernilai 0,85. Secara total, St. Pauli mencetak empat gol dari xG on target yang hanya 2,29 malam itu. Namun, mereka juga kebobolan tiga gol xG on target yang hanya 0,94. Idealnya mereka hanya kebobolan 1 gol dan menang 3-1 saja alih-alih 4-3.

Inilah mengapa Fabian tak ingin pasukannya terlibat dalam permainan ping pong. Terlebih menghadapi Kiel yang, seperti diungkapkan Jackson Irvine selepas pertandingan, bisa mencetak gol dari situasi apa pun. Dan benar, mereka mencetak gol dari peluang-peluang yang secara kualitas tidak memiliki nilai yang besar untuk menjadi gol. St. Pauli pun untuk pertama kali di musim ini harus kebobolan tiga gol dalam satu laga.

Akan tetapi, keterlibatan St. Pauli dalam pertandingan ping pong kali ini bisa dibilang worth it. Sebab, selain menang, tiga poin yang mereka raih juga memperlebar jarak dengan Kiel, yang ada di posisi dua, menjadi enam poin. St. Pauli masih sangat aman berada di puncak 2. Bundesliga untuk mengejar asa promosi ke Bundesliga pada musim depan.

Tentu, pada laga berikutnya pertandingan ping pong akan terhindarkan. Sebab, belum tetu semuanya akan sepadan. Juga rasa-rasanya, seperti pelatih lain yang mengedepankan kontrol atau keamanan pada aspek defensif, Fabian akan memilih pertandingan catur. Bahwa mungkin St. Pauli akan bergerak lebih lambat dan mencetak gol lebih sedikit, tapi risiko yang diterima akan jauh lebih kecil.