Antara Gabriel, Elneny, dan Insting Britania Arteta

Foto: Twitter @biel_m04

Duel melawan Manchester United memperlihatkan kepada kita bagaimana Arteta ingin Arsenal-nya bekerja: Elegan, tetapi tak takut untuk berduel fisik.

Izinkan kami bertanya sebelum memulai tulisan ini. Jika kami menyebut nama ‘Arsenal’, apakah yang terlintas di kepala Anda adalah tim dengan gaya permainan elegan nan lengkap dengan possession football-nya?

Kalau memang begitu, kami tidak akan menyalahkan Anda. Namun, untuk segala sesuatu soal Arsenal yang elegan tersebut, kita layak menyebut Arsene Wenger, si ‘Profesor’ itu.

Karena Wenger-lah kita mengenal The Arsenal Way yang seperti itu. Sebelum Wenger, gaya permainan mereka justru jauh berbeda; Arsenal-nya George Graham malah lebih pragmatis.

Namun, bahkan dalam rezim Wenger yang panjang itu, Arsenal punya setidaknya dua ciri berbeda dalam permainan mereka. Anda bisa menandainya dengan Arsenal bersama Patrick Vieira dan Arsenal bersama Cesc Fabregas.

Arsenal bersama Vieira mengenal progresi serangan yang lebih cepat --biasanya satu-dua sentuhan cukup, berbeda dengan Arsenal bersama Fabregas yang mengenal sentuhan lebih banyak.

Bersama Vieira, Arsenal bermain tanpa kenal ampun dengan serangan direct nan agresif dari tengah. Sementara pada era Fabregas, meski sama-sama mengandalkan possession, terasa lebih terkontrol dan membutuhkan build-up yang lebih lama.

Pada 2011, ketika Vieira sudah tidak menjadi pemain Arsenal, seorang pria Basque bernama Mikel Arteta Amatriain bergabung sebagai gelandang. Ia lebih dekat dengan era Fabregas --yang hengkang pada awal musim 2011/12.

Namun demikian, gaya Arteta ketika melatih justru bertolak belakang dengan Arsenal pada era Fabregas. Meski sama-sama mengandalkan possession, progresi serangan Arsenal-nya Arteta justru lebih cepat.

Foto: Twitter @m8arteta

Pada pertandingan melawan Manchester United, Minggu (1/11/2020), misalnya, kita bisa melihat bagaimana Thomas Partey menerabas lini tengah dengan cepatnya, mengingatkan kita akan Vieira yang dengan dominannya menguasai lini tengah.

Itu baru satu ciri Arsenal-nya Arteta. Ciri lainnya terlihat dari bagaimana ia memilih Gabriel Magalhaes sebagai bek tengah.

***

Arteta datang saat Arsenal tidak baik-baik saja. Moral pemain runtuh setelah hanya meraih satu kemenangan dari 13 pertandingan di semua kompetisi. Ada juga masalah internal lainnya yakni percekcokan Granit Xhaka dengan fans yang menyebabkan ban kaptennya dicopot.

Masalah lain yang Arteta hadapi adalah buruknya lini belakang Arsenal. Selama dilatih Unai Emery, Arsenal cuma bisa lima kali clean sheet dalam 20 pertandingan. Selain itu, gawang Arsenal juga bobol sebanyak 45 gol --di semua kompetisi-- sebelum Arteta datang di pertengahan musim 2019/20.

Mulai dari situ Arteta melakukan perubahan. Masalah internal bisa diatasi dengan pengalamannya sebagai legenda 'Meriam London'. Arteta mafhum betul bagaimana keharmonisan adalah hal yang utama di Arsenal.

Kemudian, Arteta juga membenahi lini belakang Arsenal. Salah satu perbaikannya adalah mendatangkan Gabriel dari Lille pada bursa transfer musim panas kemarin.

"Kami tak berbicara detail. Arteta hanya berkata kepada saya bahwa dia paham betul kualitas saya, kapasitas saya, dan sejauh mana saya bisa melangkah," ujar Gabriel usai bergabung dengan Arsenal.

Kedatangan Gabriel bagaikan kepingan yang hilang di lini belakang Arsenal. Sebagai catatan, Gabriel sukses melakukan 78 sapuan, 22 intersep, dan 18 blok untuk Lille dalam 24 pertandingan Ligue 1 musim lalu.

Keahlian Gabriel lainnya adalah melakukan tekel bersih. Musim lalu, Gabriel sukses melakukan 85,7 persen tekel bersih di Ligue 1. Kalau dibandingkan dengan bek Arsenal yang ada saat ini, angka itu merupakan yang paling tinggi. Shkodran Mustafi dan David Luiz saja hanya melakukan rata-rata 76,9 persen tekel pada musim lalu.

Selain kuat dalam bertahan, Gabriel juga fasih dalam build-up serangan. Squawka mencatat, Gabriel melakukan 1.483 passing untuk Lille musim lalu. Akurasinya juga baik dengan catatan 82,2 persen.

Gabriel adalah bukti nyata bagaimana Arteta tidak sekadar menginginkan pemain yang nyaman mengalirkan bola, tetapi juga kokoh dan tak gentar beradu fisik. Coba tolong cek kantongnya, apakah masih ada Marcus Rashford di dalamnya atau tidak.

***

Pada awal musim 2020/21, Arteta berujar akan memberikan kesempatan kepada seluruh pemain Arsenal untuk mengeluarkan kemampuannya. Eks asisten Pep Guardiola itu berusaha mengeksploitasi apa yang dimiliki para pemainnya sehingga terus berkembang menjadi lebih baik.

Salah satu yang sukses terus berkembang di bawah Arteta adalah Mohamed Elneny. Pemain asal Mesir itu memang baru pulang dari masa peminjamannya di Besiktas. Bahkan, beberapa kabar menyebut Elneny akan kembali dipinjamkan oleh Arsenal pada bursa transfer musim panas kemarin.

Elneny makin santer diberitakan pindah usai Arsenal dirumorkan dengan beberapa gelandang. Thomas Partey dan Houssem Aouar adalah dua nama gelandang yang terus dikaitkan dengan Arsenal di jendela transfer.

Namun, Elneny urung gentar --apalagi merasa inferior. Dirinya percaya diri bisa menembus skuat utama. Laga Community Shield melawan Liverpool pun menjadi panggung pembuktian dari Elneny.

Pada laga tersebut, Elneny tampil solid bersama Granit Xhaka di lini tengah The Gunners. Elneny sangat tenang menguasai bola meski mendapatkan pressing pemain Liverpool. Gol yang diciptakan oleh Pierre-Emerick Aubameyang adalah buah dari usaha Elneny yang menarik gelandang Liverpool untuk menekannya.

Kemampuan lain Elneny, selain tak rentan pressing, adalah work-rate dan kemampuannya mengalirkan operan. Sebagai contoh kecil, pada laga melawan Liverpool tersebut, Elneny membuat 52 passing dengan tingkat akurasi mencapai 92,3 persen.

***

Mikel Arteta mafhum betul dengan gaya main ala Britania. Sebab, Arteta pernah main bersama Rangers di Scottish Premiership (Skotlandia) serta Everton dan Arsenal di Premier League.

Arteta seakan mengembalikan permainan Arsenal yang physical --ya, era Arsenal bersama Vieira itu. Selain Vieira, Arsenal juga memiliki gelandang-gelandang semodel Gilberto Silva dan Edu. Ketiganya memiliki tubuh kokoh dan postur yang sangat tinggi dan siap berduel dengan lawan.

Oleh karena itu, Arteta juga menyertakan pemain-pemain yang kuat beradu fisik di dalam skuatnya saat ini. Mohamed Elneny dipertahankan; dia lebih memilih meminjamkan Matteo Guendouzi dan Lucas Torreira yang memang terlalu kecil dari segi fisik dibanding Elneny. Boleh jadi, alasan terpinggirkannya Oezil karena ia terlalu stylish dan tak sekuat yang diinginkan Arteta.

Jangan lupa, di bursa transfer musim panas kemarin, Arteta juga lebih memilih mendatangkan Thomas Partey ketimbang Houssem Aouar. Idealnya sih, keduanya yang datang. Namun, keuangan yang tak cukup membuat Arteta harus memilih salah satunya.

Selain itu, Gabriel, Pablo Mari, dan Willian Borges yang didaratkan Arteta di bursa transfer musim panas ini merupakan sosok yang kuat untuk lebih bermain mengandalkan fisik.

Pada laga melawan Manchester United, Minggu (1/11/2020), Mikel Arteta menunjukkan permainan fisik dari Arsenal. Thomas dan Elneny dimainkan di lini tengah. Keduanya sukses menghentikan kreativitas gelandang-gelandang United. Pressing yang dilakukan Thomas dan Elneny kepada Bruno Fernandes dan Paul Pogba membuat ‘Iblis Merah’ kesulitan mengkreasikan serangan.

Total, ada empat tekel dan lima intersep yang dibuat keduanya sepanjang pertandingan. Bahkan, pada menit ke-91 Elneny masih terus menekan pemain-pemain United sehingga Victor Lindeloef harus kehilangan bola.

Selain Elneny dan Thomas, Gabriel juga patut menjadi sorotan. Bek asal Brasil itu tampil tenang mengawal lini belakang The Gunners.

Dua kali, Gabriel membuat tekel bersih dan penting. Pertama dia lakukan kepada Pogba yang sudah berancang-ancang melakukan tembakan dari luar kotak penalti. Kedua, Gabriel melakukan tekel yang sangat bersih kepada Nemanja Matic yang sudah berhadapan dengan Bernd Leno.

Gabriel menorehkan lima tekel di pertandingan semalam. Angka itu menjadi yang paling tinggi di pertandingan yang digelar di Stadion Old Trafford itu.

Arsenal sukses meraih kemenangan pertamanya dalam pentas Premier League di Old Trafford setelah 14 tahun. Selepas Mike Dean meniup peluit panjang, Mikel Arteta mengepal tangannya tanda kegirangan. Rencana pria 38 tahun itu berhasil.