Benzema Memang Mobil F1, tapi Giroud Juga Bukan Go-Kart

Ilustrasi: Arif Utama.

Dua pemain yang pernah beradu caci-maki ini berpotensi untuk saling melengkapi. Prancis beruntung karena lini depan mereka makin kaya.

Ketika Karim Benzema menyamakan dirinya dengan mobil Formula 1 dan dengan entengnya meremehkan Olivier Giroud sebagai mobil go-kart, kita ramai-ramai bersikap reaktif. Padahal, kita juga bisa menanggapinya dengan sedikit terkekeh-kekeh.

Pada Maret 2020, Benzema bilang begini pada sesi live chat di akun Instagram pribadinya: “Jelas kamu enggak bisa membandingkan (balapan) F1 dengan karting… Dan aku sedang berbaik hati dengan bilang begini. Jelas akulah F1-nya, dan aku sedang bicara dalam konteks sepak bola.”

Lewat analogi tersebut, Benzema sedang pamer. Ia menyebut kemampuannya dalam bersepak bola lebih mewah daripada Giroud. Tentu saja, kalau kamu membandingkan mobil F1 yang mahal dan bisa ngebut bak jet darat, dengan go-kart yang berpenampilan kecil dan ceper, perbandingan ini jadi terlihat menyedihkan.

Meski begitu, ketahuilah bahwa sebelum menggeber mobil F1, banyak pebalap yang mengasah bakat dan kemampuan dengan berlomba di balap karting. Mereka menggeber mobil-mobil kecil nan ceper itu sebelum mengendarai mobil mewah dengan teknologi yang berpotensi bikin mumet.

Jika memang begitu, apakah Benzema sedang mengatakan bahwa dia adalah striker yang lebih mutakhir dan merupakan evolusi lanjutan dari Giroud?

Well, melihat cara bermain, Benzema memang komplet. Kamu bisa membayangkan, di kepalanya ada tombol-tombol seperti di setir mobil F1 dan hanya dengan menekannya, ia akan bergerak melakukan perintah.

Tombol-tombol itu mewakili masing-masing atribut yang Benzema miliki. Toh, di Real Madrid, Benzema tidak hanya melakukan kerja-kerja ofensif. Sebagai striker yang komplet, dia punya sederet kontribusi positif lainnya.

Mudah saja untuk menyebutnya sebagai juru gedor utama Los Blancos karena catatan yang kasat mata: Jumlah golnya di La Liga mencapai 23, sementara jumlah rata-rata tembakan per laganya mencapai 3,6. Namun, kita bisa mengecek kerja-kerja lainnya yang kadang alpa dilihat oleh mata.

Karena Madrid adalah tim yang acap melakukan counterpress, Benzema bersama pemain-pemain depan Los Merengues lainnya juga dituntut untuk menekan pemain-pemain lawan manakala lawan-lawan itu menguasai bola. Hasilnya tidak jelek. Per WhoScored, sepanjang musim 2020/21, Benzema rata-rata melakukan 0,2 intersep dan 0,2 tekel per laga.

Ketika timnya sedang tidak menguasai bola, Benzema juga mendapatkan tugas yang sebetulnya tidak mudah, yakni mengawasi jalur-jalur operan lawan. Tujuannya adalah untuk melakukan intersep dan menciptakan turnover. Tanpa kesadaran akan ruang dan penempatan posisi yang jeli, ia bakal sulit mengemban tugas tersebut.

Ini belum termasuk bagaimana ia membantu tim melakukan build-up dan mengkreasikan peluang. Sebagai striker, Benzema nyatanya cukup dinamis. Pergerakannya, yang terdeteksi lewat heatmap, sepanjang 2020/21 memperlihatkan demikian.

Per catatan Sofascore, Benzema cukup rajin bergerak ke luar area kotak penalti dan memiliki kecenderungan untuk beroperasi dari (dan ke) sisi kiri lapangan. Selain itu, ia tidak sungkan turun sampai garis tengah.

Heatmap Benzema di Real Madrid sepanjang La Liga 2020/21. Sumber: Sofascore.

Dengan kontribusi terhadap build-up dan kemampuannya mengkreasikan peluang, tidak mengherankan apabila Benzema menyumbang 9 assist untuk Madrid di La Liga. Asal tahu saja, jumlah assist yang sama juga ditorehkan oleh Toni Kroos. Keduanya merupakan penyumbang assist terbanyak untuk klub di liga.

Dengan begitu, boleh dibilang bahwa Benzema adalah protagonis utama El Real sepanjang 2020/21. Pasalnya, selain sumbangan 9 assist tersebut, Benzema juga mencetak 23 gol yang menjadikannya pencetak gol terbanyak klub di liga.

Ini masih belum ditambah dengan catatan lain. Per Understat, Benzema bisa mengkreasikan rata-rata 1,17 key passes per 90 menit. Untuk ukuran seorang striker, catatan ini terbilang impresif.

Kalau itu belum cukup, ingatlah bahwa Benzema adalah satu dari sejumlah pemain sepak bola yang diberkahi keeleganan. Sentuhan bolanya halus, tekniknya pun yahud. Barangkali ketika menyamakan dirinya dengan mobil F1, Benzema tidak cuma bicara betapa mutakhirnya kemampuannya, tetapi juga betapa mewahnya cara dia memperlakukan bola.

Kemewahan itu sendiri tidak cuma terlihat dari cara bermain Benzema ketika menguasai bola. Mengingat ia paham betul penempatan posisi yang pas, plus cara menarik lawan supaya rekan-rekannya berada di dalam posisi yang bebas, Benzema juga punya kecerdasan di atas rata-rata.

Bagi Prancis, yang punya lini depan cair, ini adalah sebuah keuntungan. Mendapatkan seorang striker dengan teknik bagus, piawai menyelesaikan peluang, plus peka dan punya kesadaran akan ruang adalah amunisi sepadan untuk lini depan Les Bleus yang sudah memiliki para pemain cepat dan lincah pada diri Antoine Griezmann dan Kylian Mbappe.

Pada Piala Dunia 2018, narasi yang sering beredar adalah bagaimana lini depan Prancis mengeksploitasi kemampuan Griezmann dan Mbappe, sementara Giroud bekerja sebagai pemantul dan pembuka ruang. 

Bersama Benzema, ceritanya bisa berbeda. Sebagai striker yang dinamis, ruang operasi Benzema lebih banyak berada di luar kotak penalti. Heatmap dari Sofascore sebelumnya memperlihatkan bagaimana ia kerap beroperasi di depan kotak penalti atau dari sayap. Dengan begitu, ruang yang ia tinggalkan bisa diisi oleh pemain lain.

Ini berbeda dengan Giroud yang walaupun punya pergerakan tanpa bola lumayan dan juga piawai membuka ruang, punya karakteristik yang lebih kaku dibandingkan dengan Benzema. Kendati begitu, bukan berarti pemanggilan Benzema dan Giroud pada satu skuad yang sama adalah hal yang salah.

Perkara siapa yang paling cocok menjadi penyerang tengah Prancis—Benzema atau Giroud—sebetulnya sudah sering digaungkan bahkan sejak sebelum Piala Dunia 2014. Namun, memainkan keduanya secara berbarengan sesungguhnya bukan hal yang mustahil.

Piala Eropa, seperti halnya turnamen-turnamen internasional lainnya, memaksa tiap tim memilah dan memilih amunisi supaya skuad yang mereka bawa memiliki kedalaman dan opsi yang cukup. Jika si pemain A buntu, si pemain B bisa dimasukkan untuk menjadi solusi.

Benzema dan Giroud juga bisa dipandang demikian. Walaupun, Benzema—yang punya karakter permainan dinamis—bisa dipasangkan dengan pemain yang bisa diplot sebagai pemantul atau titik fokus serangan—dalam hal ini Giroud. Maka, sesungguhnya, pemanggilan Benzema dan Giroud membuat lini depan Prancis semakin kaya.

Lantas, jika memang Benzema adalah sebuah mobil F1, apakah Giroud memang betul-betul cocok disamakan dengan go-kart yang ceper itu? Ingat, Giroud tidak hanya bisa mencetak gol, tetapi juga membuat assist dan membuka ruang. Kendati tidak sedinamis Benzema, serta tidak memiliki gaya main seelegan dan semewah striker berdarah Aljazair itu, Giroud tetaplah penyerang yang cukup reliable.

Oleh karena itu, alih-alih menyebutnya sebagai sebuah go-kart, bagaimana kalau kita menyamakannya dengan sebuah Volvo?