Caicedo, Lavia, dan Opsi Lain untuk Liverpool

Foto: via The Anfield Wrap

Mengapa Caicedo adalah sosok ideal dan Lavia bukan? Lalu jika mereka kedua batal, siapa yang layak Liverpool incar?

Moises Caicedo adalah pilihan mudah. Ia terbukti bagus di Premier League, masih 21 tahun, dan punya kemampuan komplet untuk menjalankan peran sebagai holding midfielder. Tak heran kalau Liverpool mau menebusnya seharga £110 juta—angka yang akan memecahkan rekor transfer Inggris.

Sebagai gambaran, Caicedo memiliki catatan 4,47 tekel + intersep per 90 menit musim lalu. Catatan recoveries (aksi memenangi penguasaan bola kembali) miliknya juga ada di angka 7,11 per 90 menit. Angka-angka itu menunjukkan bahwa Caicedo adalah pemenang bola yang bagus dan itu tercipta berkat perpaduan agresivitas dan penempatan posisi yang baik.

Ia juga seorang distributor ulung. Akurasi umpan suksesnya mencapai angka 88,9%. Opta juga mencatat bahwa akurasi umpan sukses Caicedo ketika berada di bawah tekanan lawan ada di angka 86%. Catatan itu membuat pemain berpaspor Ekuador ini jadi yang terbaik ketiga di antara gelandang Premier League—di bawah catatan Rodri dan Enzo Fernandez.

Di atas kertas, kemampuannya sesuai dengan kebutuhan Liverpool. Ia bisa menjadi opsi dalam build-up, menjadi jembatan antarlini. Ketika bertahan, agresivitasnya dibutuhkan untuk memutus serangan cepat lawan. Namun, di satu sisi, agresivitas ini juga jadi masalah. Ini berkaitan dengan sistem bertahan Liverpool.

Caicedo dalam praktiknya adalah pemain yang akan langsung menekan lawan dengan agresif. Agresivitas ini bisa menjadi bumerang karena jika gagal, Caicedo akan meninggalkan ruang kosong di depan pertahanan dan bek-bek Liverpool bisa langsung terekspos dengan mudah. Masalah-masalah ini beberapa kali muncul saat ia berseragam Brighton.

Ini juga yang sebenarnya menjadi masalah dengan Romeo Lavia, yang memiliki kebiasaan melakukan giringan bola atau dribel serta agresif dalam bertahan. Kebiasaan itu bisa membuat Liverpool makin rentan dalam fase transisi bertahan. Sebab, dalam fase itu, dibutuhkan sosok yang bisa disiplin mengover area tengah dan menjadi perisai buat lini pertahanan saat menerima serangan balik cepat.

Omong-omong soal Lavia, jujur saja, sebenarnya ia juga bukan sosok ideal untuk menjadi pengganti Fabinho. Oke, pemain berusia 18 tahun ini memang cakap dalam melakukan aksi defensif. Catatan 3,77 tekel + intersep per 90 menit plus catatan 7,57 recoveries miliknya di Premier League musim lalu menunjukkan bahwa Lavia juga merupakan pemenang bola andal.

Namun, ada aspek yang menunjukkan kelemahannya: Soal mengamankan penguasaan bola dan umpan progresif. Sebagai catatan, selain aspek defensif, dua aspek inilah yang amat penting untuk dimiliki holding midfielder Liverpool.

Soal aspek mengamankan penguasaan bola, Lavia punya catatan minus. Ia terlalu banyak kehilangan bola musim lalu, dengan rerata 1,26 per 90 menit. Sebagai perbandingan, Fabinho hanya kehilangan 0,40 penguasaan bola dalam periode yang sama. Sementara Caicedo punya catatan 0,66 dalam periode yang sama.

Soal umpan progresif, Liverpool membutuhkannya untuk membangun serangan-serangan direct cepat ke depan. Musim lalu, Fabinho memiliki catatan 5,42 per 90 menit. Sementara Caicedo yang disebut pengganti ideal itu punya catatan 6,28. Nah, Lavia hanya mencatatkan angka 4,13 saja musim lalu. Jadi yang paling sedikit dari gelandang-gelandang yang ada di daftar ini.

Well, Lavia mungkin sudah bisa dicoret. Liverpool sudah menawar Lavia berkali-kali, tapi ujungnya ditolak juga. Tawaran terakhir, yang kabarnya bernilai paket £45 juta, ditolak mentah-mentah oleh Southampton. Hari ini, giliran Caicedo yang menolak Liverpool—meski kesepakatan dengan Brighton telah terjalin—karena sang pemain lebih memilih Chelsea.

Sial bagi Liverpool, musim baru Premier League sudah akan dimulai akhir pekan ini dan Liverpool akan menghadapi Chelsea tanpa nomor 6 murni. Thiago atau Stefan Bajcetic masih belum fit 100%. Ini membuat Jürgen Klopp selama dua laga pramusim terakhir memainkan Alexis Mac Allister dan Curtis Jones sebagai holding midfielder.

Jelas bahwa dua pilihan itu tak ideal. Pertama, Jones tak punya defensif awareness yang bagus untuk menjadi holding midfielder. Kedua, Mac Allister lebih termaksimalkan potensinya bila ditempatkan dekat ke gawang lawan. Dengan situasi ini, sudah seharusnya Liverpool mencari opsi lain..

Lantas, siapa yang kemudian bisa Liverpool rekrut? Inilah nama-nama lain. Nama-nama yang menurut saya bisa cocok menjadi pengganti Fabinho atau alternatif Lavia dan Caicedo, nama-nama yang mungkin juga sudah ada dalam catatan Klopp atau Jörg Schmadtke.

Aurelin Tchouameni

Sebelum berlabuh di Madrid, Tchouameni adalah incaran Liverpool. Mengingat saat ini Liverpool sedang punya uang banyak untuk dibelanjakan, bagaimana jika merealisasikan target lama itu di musim panas ini? Toh, Tchouameni juga urung jadi pilihan utama Carlo Ancelotti sejak sembuh dari cedera musim lalu. Ini adalah kesempatan tepat.

Soal gaya bermain sendiri, Tchouameni adalah sosok yang bisa diandalkan sebagai holding midfielder. Pertama, aspek distribusinya bagus. Ia punya catatan akurasi umpan sukses 92,8% musim lalu dari rerata 72 percobaan per 90 menit. Pemain 23 tahun ini juga mampu mengirim 6,04 umpan progresif per 90 menit dan rerata hanya kehilangan bola 0,51 kali dalam periode yang sama.

Soal aksi bertahan, Tchouameni bisa dibilang cukup agresif serta pintar membaca permainan. Ia mencatatkan 4,81 tekel + intersep musim lalu. Akurasi tekel suksesnya pun mencapai angka 62%. Persentase duel udara suksesnya pun mencapai angka 66,7% Kendati, angka recoveries-nya musim lalu hanya 5,23 per 90 menit musim ini, membuatnya jadi yang terbuncit di daftar ini.

Selain masih perlu meningkatkan aspek recoveries—yang bisa dimengerti mengingat Real Madrid jadi tim paling superior dalam daftar—masalah yang ada pada Tchouameni adalah harga dan gaji. Liverpool bisa menebusnya di harga £80-100 juta dengan prediksi gaji sejajar dengan Thiago di angka £200.000 per pekan.

Martin Zubimendi

Zubimendi adalah pemain dalam daftar saya yang secara karakteristik permainan paling mirip dengan Fabinho. Kenapa mirip? Karena Zubimendi adalah tipe gelandang bertahan yang bisa mengamankan bola dengan baik. Pemain berusia 24 tahun ini adalah sosok holding midfielder yang lebih banyak memosisikan diri di depan pertahanan, baik untuk menjadi perisai maupun saat mengalirkan bola.

Ia hanya kehilangan bola 0,49 kali per 90 menit, kontrol buruk atau kesalahan kontrolnya hanya 0,67 dalam periode yang sama. Zubminendi juga bisa menjadi pengalir bola yang baik, dengan catatan persentase umpan sukses 85,3% dari rerata 52,5 umpan per 90 menit dan catatan 5,33 umpan progresif dalam periode yang sama.

Soal aspek bertahan, ia memang tak semenonjol Lavia. Namun, catatan 6,32 recoveries dan 56% tekel sukses per 90 menit bukan sesuatu yang buruk dan Zubimendi sendiri adalah gelandang yang lebih senang menjaga jarak dengan lawan, alih-alih menempel untuk melakukan kontak fisik. Itulah mengapa catatan intersep dan blok (tendangan) miliknya lebih besar dari catatan tekel suksesnya.

Well, saya tahu bahwa harganya mungkin bisa lebih mahal dari Lavia. Namun, jika melihat aspek-aspek yang bisa ditawarkan, pemain Real Sociedad ini sangat layak untuk dijadikan alternatif. Toh, melihat Transfermarkt pun, Liverpool masih bisa mendapatkannya di rentang harga £40-50 juta.

Exequiel Palacios

Namanya mungkin tak ramai diperbincangkan di bursa transfer musim panas ini. Namun, Palacios bisa menjadi incaran yang menarik buat Liverpool. Pertama, usianya masih 24 tahun dan merupakan juara dunia. Kedua, ia sudah cukup punya pengalaman di Bundesliga, kompetisi Eropa, maupun internasional—dengan 25 penampilan bersama Tim Nasional Argentina.

Lantas, jika dilihat dari gaya bermainnya, ia sebenarnya gelandang multifungsi. Bisa bermain sebagai holding maupun box-to-box. Namun, di Liverpool, ia jelas dibutuhkan sebagai holding. Dari catatannya musim lalu, Palacios punya aspek defensif yang bagus. Persentase tekel suksesnya mencapai angka 61%, rerata intersepnya 1,79 dan 9,35 recoveries per 90 menit. Palacios adalah pemenang bola ulung, lebih baik dari Lavia.

Ia pintar membaca permainan dan tau harus menempatkan posisi di mana. Soal distribusi pun tak buruk. Palacios mencatatkan 5,71 umpan progresif per 90 menit musim lalu. Jika dilihat secara keseluruhan, persentase kesuksesan umpannya mencapai angka 85% dari rerata 65 percobaan per 90 menit. Melihat penampilan di Leverkusen, ia bisa diandalkan sebagai penghubung dan opsi saat build-up.

Jika ada masalah, itu adalah riwayat cedera. Musim lalu ia hanya tampil sebagai starter 19 kali bersama Leverkusen dan harus absen 69 hari karena cedera. Sejak menjalani karier profesional di River Plate, ia punya catatan absen lebih dari 30 hari tiap musimnya. Akan tetapi, soal urusan harga, Palacios bisa ditebus di kisaran £30-40 juta alias bukan harga yang mahal buat kantong Liverpool.

Jerdy Schouten

Oke, secara usia Schouten memang tak masuk dalam target Liverpool. Sebab, pria berpaspor Belanda itu sudah menginjak 26 tahun. Januari tahun depan usianya akan menyentuh 27. Namun, secara harga, Schouten layak untuk diincar, karena Liverpool bisa menebusnya dari Bologna di angka £20 jutaan saja.

Soal gaya main, Schouten adalah gelandang bertahan yang komplet. Ia bisa mengisi peran holding midfielder karena memiliki kemampuan distribusi dan aspek defensif yang sama baik. Schouten mencatat persentase umpan sukses sebesar 86,7% meski hanya bermain di Bologna. Rerata umpan progresifnya ada di angka 4,98. Ia juga kehilangan bola kurang dari satu kali tiap 90 menit.

Schouten adalah tipe gelandang yang akan memosisikan diri di depan dua bek tengah untuk menempatkan diri sebagai opsi umpan saat build-up. Ia juga bisa meloloskan diri dari tekanan lawan dengan gerakan-gerakan cepat. Untuk aksi bertahan sendiri, Schouten punya catatan 3,69 tekel + intersep dengan persentase tekel sukses mencapai angka 60%.

***

Jika di awal Liverpool ternyata mau mengeluarkan dana lebih dari £100 juta untuk belanja pemain, saya akan meyodorkan paket Jude Bellingham + Palacios sejak awal. Toh, soal gaji Liverpool sudah berhasil melowongkannya lewat kepergian Henderson dan Fabinho. Melihat situasi sekarang, Liverpool juga bisa mengambil paket Frenkie de Jong + Zubimendi atau Tchouameni + Schouten.

Nama-nama yang saya sodorkan mungkin tak seterkenal Caicedo atau belum terbukti di Premier League. Namun, bukankah justru di situ seni transfer Liverpool? Tim ini bisa menjadi tim yang kreatif di bursa, dengan Mo Salah, Luis Diaz, Cody Gakpo, sampai Ibou Konate bisa dijadikan contoh. Liverpool adalah tim yang seperti itu, yang kreatif.

Di sisi lain, membeli dua pemain saat skuad cukup ramping seperti ini lebih ideal ketimbang hanya memboyong satu pemain bagus. Sebab, musim lalu sudah menunjukkan hal-hal buruk bisa terjadi kapan saja di sepak bola dan skuad yang gemuk akan menyelamatkanmu. Manchester City bisa jadi contoh dan Arsenal serta Manchester United juga berupaya melakukannya di musim panas ini. Punya opsi lebih adalah anugerah di sepak bola.