Chelsea vs Manchester City: Adu Taktik Babak Dua

Chelsea vs Manchester City di final Liga Champions 2020/21. Foto: @championsleague.

Pemenang laga akan ditentukan oleh respons pelatih pada babak kedua. Siapa yang akan dimainkan dan bagaimana transformasi setelah jeda.

Thomas Tuchel barangkali menjadi orang paling menyebalkan bagi Pep Guardiola. Dalam tiga perjumpaan terakhir di lintas ajang, Guardiola selalu keluar sebagai pecundang.

Kekalahan pertama Guardiola dari Chelsea versi Tuchel terjadi di Semifinal Piala FA. Saat itu, City keok 0-1. Kepala Guardiola kembali tertunduk usai City kalah 1-2 di Premier League. Teraktual dan paling menyakitkan, City tumbang 0-1 dari The Blues pada final Liga Champions.

Rangkaian hasil buruk itu memicu ambisi Guardiola untuk mengakhiri superioritas Tuchel terhadap dirinya ketika City bertamu ke Stamford Bridge pada pekan keenam Premier League, Sabtu (25/9/2021). 

Namun, itu bukan perkara mudah.

Chelsea sedang tampil bagus-bagusnya. Mereka ada di barisan terdepan klub Premier League yang performanya paling meyakinkan sampai saat ini. Mereka kehilangan poin penuh cuma saat melawan Liverpool pada pekan ketiga. Itu pun imbang 1-1 di Stadion Anfield. Sisanya, Chelsea menyapu bersih laga dengan kemenangan.

Daya ledak Chelsea tidak lepas dari tangan dingin dan kualitas Tuchel sebagai juru taktik. Eks pelatih Paris Saint-Germain itu mampu membentuk Chelsea sebagai kesebelasan dengan tingkat produktivitas tinggi dan pertahanan kokoh.

Musim ini, Chelsea baru kebobolan sekali di Premier League. Hanya City dan Liverpool yang memiliki angka kebobolan serupa. Sementara jumlah gol Chelsea ada di angka 12 atau terbaik kedua (bersama Liverpool) setelah Manchester United yang sudah merangkum 13 gol.

Chelsea di bawah kepelatihan Tuchel cukup intens menerapkan formasi 3-4-3. Dua wing-back mereka punya peran sangat krusial. Selain menutup tepi sisi, wing-back harus bergerak maju membentuk 3-2-5 saat fase menyerang.

Naiknya kedua wing-back tidak hanya menciptakan overload di sektor depan, tetapi juga menambah opsi mengakhiri serangan. Ketika dua wing-back maju, penyerang sayap akan bermain lebih ke tengah dan masuk ke kotak penalti lawan.

Oh, iya, Tuchel juga menginstruksikan kedua wing-back untuk turut menembak bola ke gawang dan rajin masuk ke dalam kotak 16, selain mengirim umpan silang tentunya. Hal itu tercermin saat Chelsea melawan Tottenham Hotspur pekan lalu.

Mengacu WhoScored, Marcos Alonso yang berposisi sebagai wing-back kiri melesakkan empat tembakan. Dua di antaranya tepat sasaran. Ia juga delapan kali menyentuh bola di dalam kotak penalti Hotspur. Catatan itu serupa dengan Cesar Azpilicueta yang berada di sisi kanan.

Selain itu, dua wing-back Chelsea harus memiliki respons cepat dalam melakukan transisi. Setelah membantu tiga pemain depan menyerang, wing-back kudu buru-buru mundur menutup saluran tepi.

Hebatnya, Alonso dan Azpilicueta punya kemampuan bertahan yang terbilang oke. Rata-rata tekel Alonso menyentuh 2 per laga atau tertinggi keempat di Chelsea. Lebih-lebih lagi Azpilicueta yang mencatatkan rerata tekel dan intersep di angka 3,6 dan 1,2 di tiap laga.

Kedalaman skuat Chelsea untuk pos wing-back tergolong mumpuni. Selain Alonso dan Azpilicueta, Chelsea masih punya Reece James. Sejauh ini, penampilan James lumayan mengesankan. Pria 21 tahun itu punya atribut ofensif dan defensif yang sama baiknya.

Satu gol dan dua asis menjadi bukti bahwa James jago melesakkan sekaligus menyodorkan bola. WhoScored mencatat rata-rata umpan kunci James sebanyak 1,7 per 90 menit. Untuk urusan defensif, ia sudah merangkum 1,3 tekel per laga.

Lini depan Chelsea relatif cair. Tiga penyerang mereka dapat bertukar posisi sesuai kebutuhan. Fluiditas itu pun membuat sumber gol Chelsea semakin banyak. Belum lagi, Romelu Lukaku sedang tajam-tajamnya. Eks pemain Inter Milan dan Manchester United itu sudah merangkum tiga gol.

Saat melawan City, Chelsea tidak bisa memainkan Mason Mount dan Christian Pulisic. Tapi, Tuchel punya banyak pilihan. Ia bisa memainkan Hakim Ziyech yang kapasitas dan kapabilitas tidak berbeda jauh dengan Mount.

Jika tidak, Tuchel bisa menerapkan pakem 3-5-2 dengan memainkan N'Golo Kante di lini tengah dan Timo Werner di lini depan. Kedua pemain itu pun mampu menjadi pembeda dan berkontribusi besar ketika Chelsea melibas Hotspur tiga gol tanpa balas.

Sedangkan City dalam kondisi yang kurang bagus. Ada sejumlah pemain pilar yang diragukan tampil melawan Chelsea, seperti Aymeric Laporte, Rodri, John Stones, dan Oleksandr Zinchenko. Semakin rumit karena Ilkay Guendogan mengalami cedera.

Guardiola kemungkinan besar akan menurunkan Fernandinho untuk mengisi pos gelandang bertahan. Kemampuan pria 36 tahun itu dalam umpan-mengumpan maupun membaca arah serangan lawan tidak bisa diragukan.

Mengacu WhoScored, Fernandinho merangkum 41,3 umpan per laga, dan akurasi umpannya mencapai 81,5 persen sepanjang Premier League 2021/22. Selain itu, rata-rata umpan kunci Fernandinho berada di angka 1 setiap 90 menit.

Pergerakan Fernandinho di sepertiga pertahanan sendiri cukup efektif. Ia mampu membuka ruang umpan bagi pemain-pemain di dekatnya. Atribut lain Fernandinho adalah cepat memutuskan ke mana bola harus dialirkan.

Tugas pokok selanjutnya dari seorang holding midfielder City adalah memperkuat pertahanan. City menerapkan formasi 3-2-5 saat mode menyerang. Dalam skema tersebut, area bermain holding midfielder sangat luas karena harus menutup ruang bek sayap yang turut terlibat dalam aksi ofensif.

Persoalannya, Fernandinho sudah tidak lagi muda. Stamina dan kecepatannya perlahan menurun. Hal itu bisa dilihat saat City keok 0-1 dari Hotspur pada pekan pertama Premier League. Dalam laga tersebut, City masih ketar-ketir mengadang serangan balik lawan yang cepat.

Sebenarnya, permasalahan tersebut terjadi juga saat pos gelandang bertahan diisi Rodri. Ketika lawan Leicester City, misalnya, beberapa kali City nyaris kebobolan karena telat menutup saluran tepi.

Permasalahan lain City adalah inkonsistensi di lini depan. Sekali waktu mereka mencetak banyak gol, sekali waktu gol mereka tersumbat. Usai kalah dari Hotspur, City merangkum 10 gol dalam dua laga ketika menumbangkan Arsenal dan Norwich.

Dua laga kemudian di Premier League mereka hanya mencetak satu gol. Situasi itu terekam juga pada pekan sebelumnya. Oke, City berhasil membobol enam gol saat melawan RB Leipzig pada laga pertama fase grup Liga Champions. Laga selanjutnya, City nihil gol saat menjamu Southampton.

Dalam laga melawan Southampton, City tampil mendominasi. Itu terlihat dari jumlah tembakan dan penguasaan bola yang mencapai 16 dan 63,9 persen. Dari catatan itu, hanya satu tembakan saja yang mengarah tepat ke gawang.

Guardiola harus mengambil keputusan tepat untuk lini depan. Apakah memainkan Raheem Sterling sejak awal laga atau Ferran Torres?

Keputusan logis apabila Guardiola memilih Torres berlaga di menit awal. Pemain berkebangsaan Spanyol itu sudah mengemas dua gol di Premier League dan menjadi topskor sementara City di Premier League.

Lebih-lebih pada awal musim Guardiola sudah mencap Torres sebagai andalan. Alasannya, kata Guardiola, Torres punya insting mencetak gol yang baik. "Torres memiliki kepekaan yang besar untuk mencetak gol," ucap Guardiola sebagaimana mengutip The Athletic.

Jika melihat kondisi terkini, Chelsea sedikit diunggulkan ketimbang City. Meski begitu, pemenang laga tersebut akan ditentukan oleh respons pelatih pada babak kedua. Siapa yang akan dimainkan dan bagaimana transformasi setelah jeda.

Namun, kalau boleh memprediksi, laga tersebut sepertinya akan berakhir 2-1 untuk Chelsea.