Eksekusi, Eksekusi, Eksekusi

Foto: Twitter @ManUtd.

Setelah berhasil menciptakan sederet peluang, Manchester United memiliki problem lainnya: Eksekusi, entah itu eksekusi dalam bertahan ataupun eksekusi penyelesaian akhir.

David de Gea cuma bisa terheran-heran. Mungkin, ia terkekeh getir di dalam hati atau bisa juga mengutuki nasib timnya dan nasibnya sendiri.

Yang jelas, kiper asal Spanyol itu tidak bisa menjelaskan secara gamblang apa-apa saja yang salah dengan timnya. Maka, ketika gagal menemukan kata-kata yang tepat, ia memilih jalan pintas sebagai penjelasannya: “Mungkin, kami kena kutuk.”

Tentu saja, De Gea tidak sedang menunjukkan bahwa ia percaya sihir. Namun, ia bingung melihat permasalahan Manchester United yang begitu kompleks. Sudah sering melakukan bongkar pasang, hasil yang mereka dapatkan masih begitu-begitu saja.

Bersamaan dengan munculnya ucapan De Gea kepada El Pais tersebut, ESPN juga melaporkan bahwa sejumlah pemain tak puas dengan metode latihan Ralf Rangnick, pelatih interim mereka. Rangnick, menurut laporan tersebut, menjadikan sesi latihan United untuk memperbaiki organisasi permainan United dan kedisiplinan mempertahankan shape (bentuk) formasi.

Sekalipun laporan tersebut sudah dibantah oleh Luke Shaw—bek United ini mengatakan bahwa seluruh pemain puas dengan metode latihan Rangnick—ada alasan mengapa sang pelatih interim berulang kali menegaskan perkara kontrol dan kedisiplinan dalam menjaga bentuk formasi.

Pertandingan melawan Middlesbrough di Piala FA dan Burnley di Premier League memperlihatkan bagaimana United kini tak lagi kesulitan menciptakan peluang. Nyatanya, ada 7 big chances yang United ciptakan pada laga melawan Middlesbrough dan ada torehan xG mencapai 1,83 (setidaknya cukup untuk menciptakan 2 gol) ketika menghadapi Burnley.

Catatan pada laga melawan Burnley tersebut masih ditambah dengan fakta bahwa United mendominasi penguasaan bola hingga 65% dan melepaskan 22 attempts (5 on target). Torehan possession dan jumlah percobaan tersebut setidaknya menunjukkan bahwa dominasi United tidak steril.

Yang jadi persoalan adalah perkara eksekusi. Sebab, ketika seluruh rencana dan taktik berjalan dengan baik untuk menghasilkan serangkaian peluang, pada akhirnya penyelesaian akhir jugalah yang menjadi penentu. Untuk yang satu ini, Rangnick menegaskan bahwa PR jatuh pada seluruh pemain di lini serang, bukan Cristiano Ronaldo semata, yang selama ini jadi ujung tombak serangan.

Namun, bukan cuma urusan eksekusi serangan yang juga layak menjadi perhatian. Bagaimana United mengeksekusi taktik pada fase bertahan atau ketika sedang tidak menguasai bola juga menjadi sorotan Rangnick. Dalam bahasanya, kontrol atas sebuah laga tidak akan ada gunanya jika timnya hanya melakukannya selama 45 menit saja.

Berulang kali, pria asal Jerman itu menekankan bahwa fase menyerang dan bertahan adalah tanggung jawab keseluruhan tim. Ia menginginkan timnya bermain lebih kohesif. Maka, ketika ada kesalahan dalam bertahan, bisa jadi itu bukan kesalahan individual semata, tetapi juga kesalahan sistem karena beberapa pemain tidak mengeksekusi taktik dengan baik.

Laga melawan Middlesbrough dan Burnley memperlihatkan itu. Setelah berulang kali membuat peluang, United kecolongan dan akhirnya gagal menang. Untuk kasus laga melawan The Boro konsekuensinya malah lebih besar: Mereka tersingkir dari Piala FA dan kans untuk mengejar satu trofi musim ini hilang.

Pada situasi ketika United kecolongan itu, ada sederet sequence yang menghasilkan efek domino hingga akhirnya kebobolan. Pada laga melawan Middlesbrough, ada kealpaan para gelandang dan pemain depan dalam menjaga posisi sehingga lawan bisa melanjutkan proses pembangunan serangan.

Dalam kasus laga melawan Burnley, efek domino itu lebih jelas terlihat. Sebelum Jay Rodriguez mencetak gol pada menit ke-47, setidaknya ada tiga ruang terbuka hanya dalam waktu beberapa detik akibat penempatan posisi yang salah dan sikap reaktif para pemain United.

Bek tengah United, Harry Maguire, jadi kambing hitam karena dianggap bersikap reaktif karena terburu-buru menekan Wout Weghorst, yang kemudian memberikan reverse pass kepada Rodriguez dan menjadi penyumbang assist atas gol tersebut. Namun, kenyataannya, ada kesalahan juga yang Scott McTominay lakukan pada proses gol tersebut.

Foto: McTominay terlambat menutup jalur operan kepada Weghorst.

Pertama, gelandang asal Skotlandia tersebut telah menutup jalur operan sehingga bola dengan mudah sampai ke Weghorst yang waktu itu berdiri pada ruang di antara McTominay dan Maguire. Ketika bola sudah sampai ke kaki Weghorst, mau tidak mau, Maguire menutup geraknya sebelum ia melakukan manuver.

Foto: Maguire maju menutup Weghorst, tapi malah meninggalkan ruang di belakang dan bertabrakan dengan McTominay.

Kedua, ketika Maguire maju menutup Weghorst—yang akhirnya menghasilkan adegan konyol, yakni ia bertabrakan dengan McTominay—sebuah ruang di area sentral pertahanan United. Ini yang membuat Raphael Varane, yang berada di sisi kanan sentral pertahanan United, bergerak untuk menutup ruang tersebut. Pasalnya, Weghorst sudah bergerak menggiring bola dan mengincar ruang itu.

Foto: Varane maju menutup ruang yang diincar Weghorst, tetapi meninggalkan ruang untuk Rodriguez. Weghorst memanfaatkannya dengan mengirim reverse pass kepada Rodriguez.

Ketiga, ketika Varane bergerak menutup ruang itu, ia membuat ruang lainnya yang membuat posisi Rodriguez tak terkawal. Lewat satu reverse pass, Weghorst mengirim bola kepada Rodriguez, yang kemudian menggiring bola ke kotak penalti dan membobol gawang De Gea.

Problem Lini Depan

Ilustrasi: Arif Utama.

Meski cara United bertahan menjadi faktor penting dari gagalnya mereka meraih kemenangan belakangan ini, bukan berarti cara pemain depan mereka melakukan penyelesaian akhir lepas dari sorotan. Seperti kata Rangnick, untuk mendapatkan kontrol atas sebuah laga, seluruh pemain harus bertanggung jawab atas setiap fase dalam permainan. Tanpa kohesivitas satu sama lain, mustahil kontrol itu bisa terjaga sepanjang laga.

Ketika bursa transfer musim dingin dibuka, United memilih untuk tidak melakukan belanja pemain. Alasannya, ada pelatih baru bakal datang pada musim panas sehingga mereka akan berdiskusi dengan si pelatih anyar mengenai pemain-pemain mana saja yang bakal cocok dengan skemanya. Mendatangkan pemain di bursa transfer musim dingin, tentu saja, bakal mengganggu rencana tersebut.

Meski begitu, tidak bisa dimungkiri bahwa skuad United jauh dari kata seimbang. Untuk pos gelandang bertahan, misalnya, dalam beberapa laga terakhir mereka mengandalkan McTominay yang semestinya lebih cocok bermain sebagai gelandang tengah. Di lini depan, mereka kehilangan beberapa pemain.

Anthony Martial kini berseragam Sevilla dengan status pinjaman. Sementara itu, Mason Greenwood dibekukan karena tersandung kasus dugaan kekerasan fisik dan kekerasan seksual. Pemain yang disebut belakangan itu tidak akan ikut sesi latihan dan menjadi bagian dari skuad selama kasusnya diselidiki oleh polisi.

Maka, tinggallah lini depan dan tengah United kekurangan beberapa pemain. Meski begitu, Rangnick tetap optimistis. Ia memandang bahwa skuad United kini lebih ramping dan berkeyakinan bahwa ada dua pemain yang bisa dirotasi untuk masing-masing posisi. Bersamaan dengan kepergian dan kasus Martial, United tetap mempertahankan Jesse Lingard dan mempromosikan Hannibal Mejbri ke tim utama.

Lingard bisa bermain sebagai penyerang sayap, entah dari sisi kanan atau kiri. Sedangkan Mejbri bisa menjadi gelandang tengah dengan role “nomor 8. Dengan begitu, ia bisa ikut terlibat juga dalam proses serangan. Meski begitu, menurut laporan The Athletic, ada kecenderungan bahwa United kini tengah berusaha membentuk Mejbri sebagai gelandang box-to-box.

Dengan komposisi yang ada sekarang, besar kemungkinan tiga pos di lini depan menjadi milik Cristiano Ronaldo/Edinson Cavani sebagai penyerang tengah, Marcus Rashford/Anthony Elanga sebagai penyerang sayap, dan Jadon Sancho/Jesse Lingard sebagai penyerang sayap lainnya.

Bruno Fernandes dan Paul Pogba, sementara itu, bakal beroperasi sebagai “nomor 10” dan “nomor 8” yang mendapatkan kebebasan bergerak di belakang lini serang. Opsi lainnya adalah memainkan Fred dan Bruno sebagai dua “nomor 8” kembar di belakang lini serang.

Secara teori, komposisi tersebut tidaklah buruk. Melihat kualitas pemain-pemain yang ada, United semestinya bisa menggedor pertahanan lawan dengan cukup kencang. Catatan statistik juga menunjukkan bahwa para pemain lini depan mereka sebetulnya tidak buruk-buruk amat.

Ronaldo masih bisa menghasilkan 4,01 shot per 90 menit, sangat agresif. Dari 8 gol yang ia ciptakan di Premier League (setidaknya sampai laga melawan Burnley), ia memiliki xG 10,51. Dari catatan tersebut, semestinya jumlah golnya lebih besar dari 8.

Pemain lain seperti Bruno dan Rashford juga tidak kalah agresif. Keduanya rata-rata melepaskan 2,35 shot per 90 menit dan 2,19 shot per 90 menit. Selain catatan tersebut, Bruno masih bisa menghasilkan 3,02 umpan kunci per 90 menit.

Tak ketinggalan, masih ada Sancho yang penampilannya membaik ketika Rangnick memegang kendali. Selain acap jadi tumpuan, eks pemain Borussia Dortmund ini juga rata-rata melepaskan 2,20 umpan kunci per 90 menit. Ini bukan catatan yang jelek.

Melihat sederat torehan angka itu, bisa disimpulkan bahwa sesungguhnya para pemain depan United sudah memperlihatkan usaha yang cukup baik. Persoalannya, ya, itu tadi: Eksekusi penyelesaian akhir.