FC Sheriff sang Penjaga Transnistria

Foto: fc_sheriff

Di lahan tanpa pengakuan, FC Sheriff tumbuh menjadi kuda hitam yang menakjubkan.

Apa yang terjadi di Santiago Bernabeu dua pekan lalu adalah keabnomalan. Real Madrid tersungkur dari tim bau kencur. Ialah FC Sheriff, klub dengan sejumput pengalaman di kompetisi Eropa. 

Sebelum bola bergulir, Madrid dan Sheriff adalah bukti kesenjangan yang riil. Membandingkan keduanya sama saja mengkomparasi bentuk Goliath dengan David. El Real merupakan raja Eropa. Tiga belas koleksi “Kuping Besar” menjadi buktinya. Sementara Sheriff, baru kali pertama ini mencicipi panasnya atmosfer Liga Champions. 

Namun, lapangan tak ubahnya kehidupan. Ia tidak selalu memenangkan status dan nama besar belaka. Mereka yang memiliki kekuatan tekad dan keteguhan hati juga mendapatkan impian secara adil, seperti Sheriff.


Sheriff bukan klub sembarangan, tidak sama sekali. Di Moldova, mereka menjadi yang termapan. Sheriff bahkan memiliki kompleks stadion mewah di saat klub-klub lainnya mesti menyewa fasilitas kota untuk sekadar melakukan latihan.

Sports Complex Sheriff berdiri di atas tanah seluas 40 hektar. Ada 18 tempat latihan yang mengelilingi Sheriff Stadium, stadion utama mereka. Termasuk arena tertutup yang digunakan selama musim dingin. Belum lagi dengan bangunan untuk tempat tinggal para personel, fasilitas pemain akademi, serta hotel bintang lima dengan dua kolam renang.

Sheriff menggandeng perusahaan-perusahaan kondang dari luar negeri untuk merealisasikan pembangunan kompleks stadion pada 2002. Ada FieldTurf (Kanada) yang memasok rumput buatan, Swiss Motomatic demi membantu drainase, irigasi, dan rumput alami, serta beberapa perusahaan Eropa lainnya untuk menangani sistem pencahayaan dan fasilitas publik.

Bila ditotal, Sports Complex Sheriff menelan biaya sekitar 200 juta dolar. Well, jelas bukan ukuran yang sedikit untuk klub Moldova. Setelahnya kalian akan mengerti mengapa Sheriff bisa melakukan semua ini. 


Sheriff tak bisa jauh-jauh dilepaskan dari Viktor Gushan. Ialah pendiri sekaligus konglomerat yang mengendalikan bisnis di Transnistria. Usahanya meliputi penyulingan cognac dan pertanian kaviar, hingga jaringan supermarket serta SPBU. Dan yang terpenting, latar belakangnya sebagai mantan perwira KGB (Badan Intelijen Uni Soviet).

“Viktor Gushan adalah mantan militer dan anggota KGB dengan paspor Rusia. Ia juga pendukung keras Russky Mir [totalitas sosial yang terkait dengan budaya Rusia] dengan Transnistria sebagai salah satu pusatnya,” kata Mihai Isac kepada Euronews.

Pakar politik Moldova itu menambahkan, "Klub sepak bolanya terlibat dalam berbagai tindakan yang dirancang untuk mempromosikan hubungan antara Transnistria dan Rusia. Bos Sheriff itu secara de facto menguasai seluruh wilayah, bahkan kadang-kadang dijuluki Republik Sheriff."

Bagi Gushan, Sheriff bukan sekadar klub sepak sepak bola yang mengejar gelar juara di setiap musimnya. Lebih dari itu, yakni sebagai simbol eksistensi Tiraspol dan seluruh Transnistria. Betul bahwa Sheriff tergabung dalam Divizia Naționala atau Divisi Utama Moldova. Namun, bukan berarti mereka sepenuhnya berafiliasi dengan Moldova.

Transnistria berdiri selayaknya negara. Mereka memiliki bendera dan mata uangnya sendiri. Mayoritas bahasa yang digunakan justru Rusia, bukan Moldova. Masuk akal, sebab Transnistria merupakan bagian dari Uni Soviet sebelum membebaskan diri pada 1991. 

Secara geografis, letaknya berada di bagian barat Moldova dan berbatasan langsung dengan Ukraina. Namun, sejauh ini Transnistria belum dianggap sebagai sebuah negara. Tidak ada satu pun anggota PBB yang mengakui kedaulatannya.

Di lahan tanpa pengakuan itu Gushan menancapkan hegemoninya secara perlahan. Pada 1993, ia mendirikan Sheriff bersama Ilya Kazmaly. “Privatisasi" Transnistria menjadi landasannya. Gushan dan Kazmaly kemudian membeli bekas pabrik Soviet di Transnistria dan menguasai sektor-sektor penting di sana. Stasiun TV salah satunya--selain penyulingan cognac dan pertanian kaviar, hingga jaringan supermarket serta SPBU. Dari sana pengaruhnya makin mengakar.

Anatoly Dirun, Direktur Sekolah Studi Politik Tiraspol, mengatakan bahwa Gushan tidak hanya memegang area bisnis, tetapi juga sektor politik. Ia memliki kroni yang menduduki jabatan penting di Transnistria.

Partai yang berkuasa, Obnovlenie, kerap dianggap sebagai lengan politik Sheriff. Selain itu, militer Rusia di sana dan pasukan militer otoritas Tiraspol memiliki kontrak signifikan dengan berbagai perusahaan yang terafiliasi oleh Sheriff.

"Viktor Gushan adalah orang yang paling berpengaruh di sini, baik di bidang politik maupun ekonomi," ucap Dirun sebagaimana dilansir France 24.

Foto: Viktor Gushan

Pada 1997 Gushan mulai melirik sepak bola sebagai medium barunya, Tiras Tiraspol, yang kemudian beralih menjadi Sheriff setehun berselang. Klubnya tumbuh menjadi kekuatan baru yang tak terelakkan. Kekuatan finansial dan pengaruh Gushan membawa Sheriff melaju secepat peluru.

Juara Divisi Satu Liga Moldova berhasil Sheriff raih di periode itu. Disusul Piala Moldova semusim berselang. Sementara Divisi Utama Moldova mereka taklukkan di musim 2000/01. Sejak saat itu, dominasi Sheriff dimulai.

Mereka menyabet 19 titel liga—menyalip klub jagoan dari ibukota, Zimbru Chisinau, yang stuck dengan 8 gelarnya. Itu belum ditambah dengan 9 titel Piala Moldova dan 7 trofi Piala Super Moldova yang diraih sejak pergantian milenium ketiga.

Apa yang membuat Sheriff spesial adalah kesuksesannya menjamah sesuatu yang dianggap klub-klub Moldova lainnya sebagai angan: Kompetisi Eropa. Walaupun itu dilalui dengan bergumpal kekecewaan.

Buat mereka, turnamen Eropa tidak bisa dicapai dengan mudah. Apalagi dengan koefisien Moldova yang rendah. Per 30 September, Moldova hanya mengantongi 10,500 koefisien poin dan menempati peringkat 33 di seluruh negara Eropa. Itu masih mending, pada perhitungan sebelumnya mereka cuma nangkring di peringkat 45 dari total 55 negara.

Semakin kecil koefisien negara, semakin kecil pula kans mereka untuk menembus putaran final kompetisi Eropa. Klub-klub itu kudu melakoni babak kualifikasi begitu dini. Di Liga Champions musim ini, Sheriff harus berkubang di play-off babak pertama dengan format home-away.

Total ada empat babak yang harus dilalui Sheriff untuk secarik karcis ke Liga Champions. Ajaibnya, mereka berhasil melewati itu semua. Sheriff menumbangkan jagoan Serbia, Crvena Zvezda, di play-off babak ketiga. Disusul penguasa Krosia, Dinamo Zagreb, yang mereka taklukkan dengan agregat 3-0 di fase terakhir.

Keberhasilan Sheriff lolos ke babak penyisihan Liga Champions hanyalah pembuka dari keajaban-keajaiban lainnya. Madrid sudah mereka tumbangkan, Shakhtar Donetsk apalagi. Kini, Sheriff ada di puncak klasemen Grup D dengan 6 poin. Mereka mengungguli Madrid dan Inter Milan sebagai tim favorit.

“Kami urung memikirkan babak 16 besar karena belum melakukan sesuatu yang luar biasa. Kami hanya maju selangkah demi selangkah,” ungkap Yuriy Vernydub.

Perkataan pelatih Sheriff itu banyak benarnya. Belum ada garansi untuk lolos dan masih banyak kemungkinan yang bisa terjadi setelahnya. Namun, apapun hasilnya nanti, Sheriff sangat layak berbangga hati karena telah melakukan pencapaian penuh memori. Membawa Transnistria ke panggung Eropa.

***

Rabu (20/10/2021) dini hari WIB, Sheriff seperti terbangun dari mimpi pendek. Di Milan, perkataan Vernydub mewujud pada kekalahan 1-3 di tangan Inter. Di Liga Champions, kamu tidak akan pernah tahu ke mana jalan akan menuntunmu. Yang bisa kamu lakukan hanyalah berusaha sebaik-baiknya.

Bagi Sheriff, "berusaha sebaik-baiknya" itu adalah perkara menghadapi satu demi satu pertandingan yang datang di Grup D. Dua sudah mereka lalui dengan kemenangan, satu dengan kekalahan. Hari esok siapa yang tahu. Yang jelas, tunduk sebelum masuk lapangan tentu bukan pilihan.