Florian Wirtz Tiba pada Waktu yang Tepat

Foto: Instagram flowirtz27.

Keputusan Florian Wirtz meninggalkan FC Koeln pada usia belia mulai membuahkan hasil. Namun, ada sejumlah pengorbanan yang mesti ia buat.

Florian Wirtz berada dalam situasi pelik begitu menerima pinangan Bayer Leverkusen pada Januari 2020. Ketimbang FC Koeln yang dia bela sebelumnya, jarak dari tempat tinggalnya ke Leverkusen sedikit lebih jauh. Yang lebih parah, kesibukannya bertambah berkali-kali lipat.

Wirtz sebetulnya baru berlatih di tim U-17 Leverkusen. Namun, tetap saja, ini beda dengan Koeln. Semua kian memusingkan begitu pelatih Peter Bosz memanggilnya ke tim utama. Bukan apa-apa, sebagai bocah yang bahkan belum 17 tahun, dia masih punya kewajiban di bangku sekolah.

Maka, seperti yang dikisahkan Bosz, Wirtz mesti menjalani hari-hari yang teramat padat.

“Biasanya dia bakal ke sekolah tiap jam 7.30 sampai 9.30 pagi. Nah, jam 9.45 dia sudah berada di klub dan siap-siap buat mengikuti latihan pada pukul 10.30,” kata Bosz.

“Setelah waktu makan siang tiba, dia kembali ke sekolah sampai sore. Kami memang sudah janji kepada orang tuanya soal ini karena bagaimanapun sekolah tetap hal terpenting,” sambung eks pelatih Ajax Amsterdam tersebut.

Dengan segala kesibukan tersebut, pemuda kelahiran 3 Mei 2003 ini mampu menjalani semuanya dengan baik. Beberapa pemain bahkan menyebut Wirtz tak pernah telat. Dia selalu datang tepat waktu. Malah, tak sekali-dua kali dia jadi orang pertama yang tiba di tempat latihan tim.

Ini tak hanya karena status Leverkusen sebagai salah satu tim besar di Jerman. Wirtz mengaku bahwa semua yang dia lakukan adalah bukti komitmennya pada sepak bola, sesuatu yang sudah dia tanamkan sejak bocah, sejak Wirtz memutuskan berlatih di tim mudah Koeln pada usia 7 tahun.

Di Koeln, media lokal menjulukinya sebagai gelandang terbaik klub yang muncul dalam 30 tahun terakhir. Catatannya jadi bukti. Pada kompetisi U-17 Jerman dua tahun lalu, dia membawa Koeln menghajar Bayern Muenchen di semifinal sebelum menaklukkan Borussia Dortmund di laga puncak.

Total 8 gol yang Wirtz cetak. Lantas, tim-tim besar mengantre tanda-tangannya: Bayern, RB Leipzig, hingga Liverpool di Inggris sana.

Bahwa kemudian dia memilih berlabuh di BayArena, erat kaitannya dengan omongan direktur olahraga Leverkusen, Rudi Voeller.

Waktu itu, Voeller menjanjikan menit bermain yang cukup. Wirtz melihat peluang di sana, dan merasa bahwa inilah tempat terbaik. Apalagi meski tak sedekat Koeln, Leverkusen masih berada di region yang sama. Maka, Wirtz bertekad pindah, kendati ini menimbulkan luka di hati fans.

“Saya bisa mengerti kenapa FC (Koeln) kecewa dan fans di sana masih marah (Koeln dan Leverkusen adalah seteru). Namun, saya harus melihat masa depan dan sejauh ini, ketika saya mengenang keputusan hengkang, saya merasa sudah mengambil keputusan yang tepat,” tutur dia.

Wirtz melakoni debut pada spieltag ke-26 Bundesliga musim lalu melawan Werder Bremen. Karena usianya 17 tahun 16 hari, dia menjadi debutan termuda ketiga Bundesliga (sekarang ke-4) dan debutan termuda Leverkusen sepanjang masa.

Rekor demi rekor terus bertambah. Pada Juni, Wirtz mencetak satu gol ke gawang Bayern yang membuatnya menjadi pencetak gol termuda Bundesliga. Musim ini, dia juga mencatat rekor baru sebagai pemain 17 tahun pertama yang bikin lima gol.

***

Rumor hengkangnya Kai Havertz dari Leverkusen sudah nyaring sejak dua tahun lalu. Pada 2020, Havertz yang kala itu berusia 21 tahun akhirnya benar-benar pindah. Dia meninggalkan Jerman guna bergabung dengan Chelsea di Premier League.

Semua yang dicatatkan Havertz bersama Leverkusen jadi alasan di balik keputusan The Blues. Dia membuat 17 gol dan 3 assist pada musim 2018–19. Musim berikutnya, 12 gol dan 6 assist. Tentu, buat Leverkusen, ini sebuah kehilangan, dan itu tak sedikit.

Namun, perlu diingat bahwa Leverkusen tak melepasnya cuma-cuma. Dari penjualan Havertz mereka memperoleh dana segar 90 juta euro. Selain itu, Leverkusen masih punya Wirtz, yang seolah memang ditakdirkan tiba dan mencuat di waktu yang tepat untuk menggantikan Havertz.

Sejak debut tahun lalu, orang-orang memang sudah menyamakannya dengan Havertz. Bahkan menurut bek Leverkusen, Aleksandar Dragovic, Wirtz punya potensi besar untuk menuju ke arah sana. Kuncinya, “Dia harus selalu membumi,” tutur Dragovic.

Atribut yang Wirtz miliki mendukung alasan orang-orang menyamakannya dengan sosok Havertz. Posisi natural keduanya sama-sama gelandang serang.

Wirtz juga tergolong pemain yang serbabisa alias versatile seperti eks koleganya itu. WhoScored mencatat, dia sudah tampil pada tiga posisi berbeda musim ini: Gelandang serang, gelandang tengah, dan penyerang sayap kanan.

Statistik Wirtz pada 2020/21, menunjukkan betapa kompletnya dia. Foto: Twitter @Twenty3Sport.

Semua itu berjalin dengan kemampuan Wirtz dalam menguasai bola. Menurut Bosz, Wirtz adalah pendribel ulung. Musim ini, dia mencatatkan 2,5 dribel sukses per laga. Operannya juga lumayan dengan tingkat akurasi mencapai 77 persen.

Yang perlu diingat, Wirtz tidak melakukan semuanya tanpa tujuan. Dia tahu kapan mesti melewati lawan dan kapan harus melepaskan operan. Ini menjelaskan mengapa Wirtz jadi salah satu pemain Leverkusen yang jarang kehilangan bola musim ini.

Ucapan direktur akademi Koeln, Joerg Jakobs, merangkum semua atribut itu.

“Dia bisa melakukan semuanya. Dia menyukai sepak bola, punya kemampuan teknis hebat, cerdas, punya kecepatan, dan merupakan pendribel hebat. Kalau dia tetap bugar, paling tidak dia akan menyamai level Kai Havertz,” kata Jakobs.

Jika ada sosok yang punya peran penting dalam perjalanan Wirtz di Leverkusen sejauh ini, mereka adalah Nadiem Amiri dan Kerem Demirbay. Wirtz bercerita bahwa dua seniornya itu kerap memberinya tips tiap sesi latihan maupun kala bertanding.

Salah satu yang paling dia ingat adalah apa yang mesti dilakukan saat kehilangan bola. Dalam momen itu, kata Wirtz, Amiri dan Demirbay memberinya saran untuk langsung menekan lawan, yang memang jadi bagian dari pendekatan taktik Leverkusen di bawah Bosz.

“Saya terkejut karena mereka bermain di posisi yang sama dengan saya. Mereka tidak melihat saya sebagai pesaing, tetapi sebagai seseorang yang dapat membantu tim. Itu sangat membantu saya untuk cepat menyesuaikan diri dengan cara kami bermain,” ungkap Wirtz.

Barangkali itulah yang memicu Wirtz untuk intens mengejar bola. Musim ini, dia menjadi pemain Leverkusen yang paling rajin melakukan pressing. Jumlah tekel suksesnya pun cukup mengesankan: 1,4 per laga. Jakobs lantas menyebut ini sebagai hal langka mengingat posisi dan atribut utama Wirtz.

“Saya jarang melihat pemain menyerang yang bekerja sangat keras mengejar pemain lawan untuk merebut bola kembali, meskipun ia tetap dapat berhasil dengan mengandalkan kemampuan ofensifnya saja,” papar Jakobs.

Determinasi seperti itu pula yang membedakan Wirtz dengan Havertz. Malah, musim ini Bosz lebih sering memainkannya sebagai gelandang tengah ketimbang gelandang serang ataupun penyerang sayap. Namun, Wirtz tak mengelak saat ditanya apakah dia ingin seperti Havertz.

“Saat latihan, saya coba meniru caranya bergerak di depan gawang dan bagaimana dia memaksimalkan ruang,” ujar Wirtz.

Masih panjang perjalanan Wirtz untuk menyamai level Havertz. Apalagi tujuannya bukan cuma menyamai, melainkan juga ingin menjadi pemain yang lebih baik dari seniornya itu. Namun, saat ini, Wirtz menunjukkan bahwa dia berada pada jalur dan waktu yang tepat.