Jadwal Padat dan Badai Cedera di Eropa: Berapa Lama Waktu Pemulihan Pemain?

Foto: Twitter @International Champions Cup

Trent Alexander-Arnold, Luke Shaw, Cristiano Ronaldo, Christian Pulisic, Ansu Fati, dan Joshua Kimmich adalah beberapa pemain yang cedera karena padatnya jadwal di musim ini.

Sepak bola Eropa sedang dilanda kegundahan. Adalah kepadatan jadwal tanding yang jadi penyebabnya. Tak hanya karena jeda internasional yang mulai digelar sampai 21 November mendatang, tetapi juga rapatnya schedule di masing-masing liga. 

Sepanjang pertengahan Oktober hingga awal November, kebanyakan klub-klub di Eropa harus bertanding dalam rentang waktu tiga hingga empat hari sekali. Ini disebabkan pemadatan jadwal fase grup Liga Champions dan Liga Europa yang kini diadakan seminggu sekali.

Hal itu berimbas kepada kebugaran para pemain. Trent Alexander-Arnold, Luke Shaw, Cristiano Ronaldo, Christian Pulisic, Ansu Fati, dan Joshua Kimmich adalah segelintir pemain yang harus menepi karena cedera. Macam-macam cedera yang mereka alami, mulai dari cedera otot, meniskus yang robek, hingga cedera pergelangan kaki.

Para manajer angkat bicara. Di Premier League, beberapa manajer macam Ole Gunnar Solskjaer, Juergen Klopp, Jose Mourinho, dan Pep Guardiola meminta agar otoritas sepak bola Eropa lebih memerhatikan dan memberikan proteksi pada pemain.

“Inilah realitanya sekarang. Bukan hanya di Manchester City, tetapi semua klub dan Timnas juga mengalaminya (pemain absen karena cedera). Sayangnya, tidak ada yang peduli kepada pemain,” ujar Guardiola, dilansir Football Inside.

“Semua otoritas—Premier League, UEFA, EFL—hanya peduli pada bisnis dan posisi mereka sendiri. Sedangkan pemain, mereka harus menjalani pramusim yang padat selama dua minggu, lalu bertanding selama tiga hari sekali dalam kurun waktu 11 bulan,” tambahnya.

Senada dengan Guardiola, Mikel Arteta, manajer Arsenal, juga mewanti-wanti dampak akibat jadwal padat ini. Ia berpesan kepada para otoritas sepak bola agar mereka segera membuat perubahan. Jika tidak, akan banyak pemain bertumbangan karena cedera.

“Persentase cedera muskular yang meningkat saat ini bukanlah sebuah kebetulan. Apalagi, intensitas pertandingan tidak berkurang, juga level permainan yang diharapkan dari para pemain. Setiap laga begitu kompetitif. Tak heran, jika ini terus terjadi, pemain akan terkena cedera,” ujarnya.



Pada 10 Juni 2019, Dr. Francisco Tavares, performance coordinator (serupa pelatih fisik) di Sporting CP, melakukan sebuah studi mengenai berapa lama waktu yang dibutuhkan pemain sepak bola dalam melakukan pemulihan pasca laga kompetitif. Tavarez menggunakan beberapa istilah yang kerap digunakan sebagai alat pengukur performa (performance measures), seperti countermovement jump (CMJ) dan sprint test. 

Selain itu, Tavares juga menggunakan alat pengukur performa lain yang berkaitan dengan penanda biokimia (semacam zat yang berkaitan dengan rasa lelah) dalam otot seperti creative kinase (CK), cortisol (C), dan testosterone (T).

Dari hasil studinya, Tavares menemukan bahwa tingkat CMJ (kemampuan pemain dalam melakukan lompatan) dan sprint pemain rata-rata baru akan kembali ke baseline (tingkat normal) dalam waktu 48 jam. Itu dengan catatan jika pemain tidak melakukan olahraga dengan tingkat tinggi.

Jika para pemain terlibat dalam laga yang sifatnya kompetitif, tingkat CMJ dan sprint pemain baru akan kembali ke baseline dalam waktu 72 jam (CMJ) dan 96 jam (sprint). Singkatnya, pemain membutuhkan waktu tiga sampai empat hari untuk kembali ke kondisi normal. 

Selain level laga yang dilalui pemain, level kompetisi dari pemain itu sendiri juga memengaruhi pemulihan yang dilakukan. Tavares menemukan bahwa semakin rendah level kompetisi, semakin lama juga proses pemulihan yang harus ditempuh pemain, beda dengan kompetisi level profesional.

Tavares juga menemukan bahwa tingkat CK, C, dan T akan kembali ke baseline rata-rata dalam waktu 72 jam, tergantung jenis olahraga yang dimainkan. Jika bicara sepak bola, waktu CK, C, dan T untuk dapat kembali ke baseline lazimnya lebih lama, karena sepak bola melibatkan intensitas permainan yang tinggi.

Dalam kesimpulannya, berdasarkan studi yang ia lakukan, Tavares menyebut bahwa pemain sepak bola membutuhkan waktu pemulihan sebanyak 48 sampai 72 jam, selama empat sampai enam minggu.

Akan tetapi, Tavares juga menyebutkan bahwa waktu pemulihan ini bergantung kepada jadwal kompetisi. Ia menekankan pentingnya bagi para manajer dalam memahami kondisi pemain. Sebab, hal itu akan berpengaruh terhadap keputusan manajer dalam memainkan dan mengistirahatkan pemain, serta pemberian menu latihan setiap pekannya.

Belum lagi, jika tim harus melakoni perjalanan tandang dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini kerap terjadi jika sebuah tim terjun di kompetisi Eropa. Mereka diharuskan terbang dari satu negara ke negara lain, dengan jarak tempuh yang tentunya tidak bisa diprediksi.

Ada sebuah anggapan yang menyebut bahwa pemain, terlepas dari adanya peran manajer, direktur klub, maupun petinggi klub, adalah salah satu aktor penting dari berjalannya industri sepak bola. Tanpa kehadiran pemain, mustahil sepak bola bisa berlangsung. Tampaknya, klub-klub Eropa paham akan anggapan ini.

Sementara itu klub-klub sudah mengambil sikap seiring dengan padatnya jadwal kompetisi Eropa yang diprediksi akan berlangsung sampai Natal. Beberapa di antaranya bahkan ada yang melarang pemainnya terjun dalam laga internasional.

Namun, bukan berarti klub-klub juga tidak memberikan masukan. Para manajer di Premier League contohnya, mereka bersuara agar pihak Premier League kembali memberlakukan jatah lima pergantian pemain. Arteta menyebut bahwa aturan ini merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap pemain.

“Saya benar-benar mendukung (pergantian lima pemain di Premier League). Kami masih butuh pemain. Mereka adalah bagian terpenting dari sepak bola. Kita harus melindungi mereka,” ungkap Arteta.

“Jangan sampai ini (kurangnya perlindungan terhadap pemain) terus berlanjut. Jika itu terjadi, kabar buruk dari pemain yang tidak kita lindungi itu akan menghampiri kita juga secara terus-menerus,” lanjutnya.

Intinya, pemain bukanlah mesin yang bisa terus diforsir. Mereka tetaplah manusia biasa yang butuh relaksasi dan waktu untuk melemaskan otot-otot mereka barang sejenak.

Toh, tak hanya para pemain yang dirugikan atas padatnya jadwal musim ini. Para pelatih pun mulai berteriak akibat tumbangnya pilar-pilar andalan mereka. So, sudah semestinya otoritas sepak bola Eropa melakukan evaluasi jadwal demi meningkatkan proteksi pada pemain.