Jempol untuk Reguilon

Foto: @sergio_regui.

Di antara beberapa pemain Tottenham lainnya, Reguilon yang paling mungkin mencapai puncak performanya selama rezim Antonio Conte.

Adalah Sergio Reguilon orang pertama yang dipeluk Antonio Conte begitu laga berakhir. Pertandingan ini menjadi salah satu yang paling spesial buat mereka. Di sinilah Conte mendapatkan kemenangan perdananya bersama Tottenham di Premier League.

Wajar kalau Conte memeluknya; Reguilon adalah pemain yang mewujudkan kemenangan itu. Lesakannya pada menit ke-69 membawa The Lilywhites menang 2-1 atas Leeds United. Kemenangan itu menjadi makin spesial karena Harry Kane dkk. kecolongan satu gol lebih dulu jelang turun minum.

Sama seperti kebanyakan personel Tottenham, Reguilon memercayai dalam-dalam kompetensi Conte. Termasuk soal gaya pelatihnya yang relatif keras dan disiplin, serta tuntutan skema yang saklek bukan main.

Conte berani mengadopsi formasi tiga bek saat merantau ke Chelsea. Padahal, pada musim 2016/17, mayoritas tim-tim Premier League masih mengagungkan formula empat bek. Revolusi itu berbuah kemenangan 13 laga tanpa putus dan ditutup dengan manis lewat titel Premier League.

Magi Conte berlanjut di Inter Milan. Mereka dibawanya memenangi Scudetto yang sudah 11 tahun terlewatkan. Kemudian pada 2 November lalu, Conte kembali ke London, memilih Tottenham sebagai tambatan hatinya yang baru.

“Ia pelatih spesial,” kata Reguilon kepada Evening Standard. Pemain 24 tahun itu melanjutkan, “Aku belum pernah bermain dengan lima bek sebelumnya. Aku harus belajar dengan cepat.”

“Ia mengatakan kepadaku agar bisa solid dalam bertahan sekaligus membantu striker untuk mencetak gol—memberikan assist. Sekarang aku memiliki lebih banyak kesempatan untuk mencetak gol dan memberikan assist. Aku tak sabar untuk melakukannya.”

Agresivitas adalah nilai jual Reguilon. Itu pernah dibuktikannya di Sevilla dua musim silam. Reguilon enam kali terlibat pada gol Los Nervionenses di La Liga. Dua di antaranya gol dan empat lainnya assist.

Itu pula yang menggerakkan Tottenham untuk menebusnya dari Real Madrid musim lalu. Reguilon menjadi penawar di balik seretnya kontribusi ofensif bek-bek kiri Tottenham. Toleh saja torehan Ben Davies, Danny Rose, dan Ryan Sesegnon di Premier League musim sebelumnya. Nihil, tak ada gol dan assist yang mereka bikin.

Reguilon sukses menambal kelemahan yang Tottenham punya. Total 3 assist ia buat di Premier League edisi 2021/22. Hanya empat pemain Tottenham yang bisa melebihi itu. Maka, saat Conte mulai melatihnya, Reguilon menderukan mesinnya lebih keras dari sebelum-sebelumnya,

Banyak waktu ia habiskan untuk menonton video Chelsea dan Inter. Reguilon juga sampai berkonsultasi dengan Achraf Hakimi, mantan pemain Conte sekaligus eks rekan setimnya di Madrid.
Pada musim lalu, Hakimi muncul sebagai penyerang alternatif Inter. Jumlah golnya menjadi yang terbanyak ketiga setelah Romelu Lukaku dan Lautaro Martinez. Sementara torehan assist-nya mencapai 8 atau terbanyak kedua setelah Lukaku.

Bagi Conte, wing-back adalah organ vital. Dari sana ia mendapatkan ruang sekaligus alternatif serangan dan justru bukan dari gelandang serang. Itulah mengapa Christian Eriksen tak menjadi prioritasnya selama menukangi Inter. Gelandang penyeimbang macam Nicolo Barella dan Marcelo Brozovic yang utama. Eriksen, sementara itu, bergantian dengan Roberto Gagliardini serta Arturo Vidal sebagai gelandang ketiga.

Komposisi winning team Chelsea musim 2016/17 pun mirip. Malah, duo gelandang bertahan yang menjadi tumpuan Conte di sana: Nemanja Matic dan N’Golo Kante. Ini beririsan dengan kondisi Tottenham musim ini. Stok winger mereka relatif banyak dan nihil gelandang serang. Nuno Espirito Santo sampai memakai Tanguy Ndombele untuk mengisi pos gelandang serang dalam format 4-2-3-1 yang diusungnya. Secara karakteristik, eks Lyon itu adalah tipikal box-to-box. Sebelas-dua belas dengan Giovani Lo Celso dan Pierre-Emile Hojbjerg.

Hojbjerg yang menjadi favorit Conte sejauh ini. Ia rutin mengisi pos gelandang tengah dalam dua pertandingan liga terakhir. Harry Winks dan Oliver Skipp saling bergantian mengisi satu slot lainnya. Masuk akal bila Conte memilih Hojbjerg. Selain atribut bertahannya menonjol, eks Bayern Muenchen itu juga seorang pengalir bola ulung. Belum lagi dengan kemampuannya menyelesaikan peluang dari lini kedua. Sebiji lesakannya ke gawang Leeds akhir pekan lalu bisa dijadikan sampel.


Ini menarik karena Conte kembali mengadopsi pakem 3-4-2-1 atau 3-4-3 yang pernah ia usung di Chelsea. Sedikit berbeda semasa di Inter yang mengadopsi format 3-5-2. Alasan paling mendasar adalah minimnya stok winger mumpuni dalam skuad Nerazzurri. Mereka mengandalkan duo Lukaku dan Lautaro di lini depan. Dari situ ia menyusun lima pemain di tengah dan dua di antaranya berisi wing-back. Salah satunya, ya, Hakimi tadi, yang berfungsi sebagai penyerang alternatif Inter.

Apa yang Tottenham miliki sekarang ini cukup mirip dengan Chelsea pada musim 2016/17. Mereka bertumpu kepada satu penyerang serta beberapa opsi penyerang sayap. Selain Son, Tottenham masih memiliki Lucas Moura dan Steven Bergwijn.

Nantinya, Conte akan menginstruksikan Reguilon agar sering-sering maju ke tepi lawan. Kecepatan serta insting menyerang yang ia miliki menjadi dua fondasi penting. Dengan begitu Tottenham bisa menciptakan overload di area musuh. Dari situ, penyerang sayap mereka akan mulai berekspansi ke half space. Toh, Conte punya Son yang memiliki tipikal permainan seperti Hazard. Ia sama bagusnya saat bertugas sebagai kreator dan finisher.

Dari sisi kanan ada Moura yang punya piawai soal menggiring bola. WhoScored mencatat rata-rata dribel per laga Moura di angka 3, tertinggi ketiga di liga setelah Adama Traore dan Allan Saint-Maximin. Belum lagi dengan Kane juga mulai terbiasa menjemput bola ke area tengah sejak musim lalu. Ruang yang ditinggalkan Kane harusnya bisa dimanfaatkan dengan baik oleh Son dengan pergerakannya yang fluid, serta Reguilon yang aktif melakukan overlap di tepi kiri.

Foto: Tangkapan momen saat Tottenham melancarkan serangan balik melawan Leeds.

***

Pelatih yang hebat adalah mereka yang mampu mengoptimalkan potensi pemain di posisi vital. Dari situ kemenangan akan datang dengan sendirinya. Conte salah satunya. Dalam lima tahun terakhir ia berhasil menyulap Marcos Alonso dan Victor Moses, kemudian Hakimi yang makin terpoles.

Kini, di antara beberapa pemain Tottenham lainnya, Reguilon yang paling mungkin mencapai puncak performanya. Ia memiliki apa yang Conte butuhkan dan telah terjawab di dua pertandingan awalnya. Urusan selanjutnya, biar Reguilon sendiri yang membuktikannya.