Layang-Layang Militao

Eder Gabriel Militao. Foto: @edermilitao

Eder Militao jadi bek termahal sepanjang sejarah Real Madrid. Namun, label itu tidak betul-betul membebaninya ataupun meredam kecintaan kepada layang-layang.

Label bek termahal sepanjang sejarah Real Madrid tidak mampu meredam kecintaan Eder Militao kepada layang-layang. Peduli setan dengan sorotan media maupun puja-puji orang-orang Brasil, ia akan tetap menarik-ulur kenur, bersorak-sorai, dan menerbangkan layang-layang ke langit.

Militao kikuk di hadapan orang-orang, khususnya wartawan. Saat pertanyaan dan sanjungan datang bertubi-tubi, ia akan sedikit menundukkan kepala, tersenyum kaku, dan berkata secukupnya. Ia tidak pernah menepuk-nepuk dada meski sudah mencatatkan sejarah di klub sekaliber Real Madrid.

Setelah resmi bergabung dengan Los Blancos dari Porto dengan mahar 50 juta euro, misalnya, Militao tidak banyak bicara kepada media. Ia juga menolak merayakan sukacita dengan berpesta. Yang ia lakukan ketika berkunjung ke tanah kelahirannya, Sertaozinho, adalah bermain layang-layang.

"Ketika ia datang ke Sertaozinho, meski sudah mencapai sesuatu yang luar biasa, ia masih menerbangkan layang-layang bersama teman-temannya," kata Agnello Souza, pelatih pertama Militao, kepada Bleacher Report.

"Ia juga mentraktir anak-anak di sekitar tempat tinggalnya layangan. Ada sekitar 30 orang saat itu. Dan itu pemandangan yang sungguh indah."

Souza tahun betul betapa kakunya Militao saat berhadapan dengan kamera. Untuk memotivasi anak-anak Sertaozinho dalam bentuk video agar jangan takut bermimpi setinggi angkasa, Militao kesulitan. "Ia mencobanya sampai empat atau lima kali," ucap Souza.

Selain mendoakan eks anak asuhnya agar sukses berkarier di La Liga dan menjadi bek kelas dunia, Souza pun ingin Militao mampu berinteraksi lebih baik dengan media maupun fan.

Souza dan sebagian dari kita menyaksikan bagaimana jumpa pers pertama Militao sebagai pemain Real Madrid. Ketika duduk di meja dan berhadapan dengan banyak wartawan, Militao tiba-tiba melonggarkan dasi yang melingkar di lehernya dan mengangkat tangan.

Sambil menutup mata sesekali hingga keningnya mengerut, Militao mengambil gelas berisi air dan meminumnya. Ia kemudian tertunduk dan mengelus-elus keningnya. Dengan wajah tersipu malu, ia memberi tahu orang-orang soal kepalanya yang pening. Lalu, ia bangkit dan keluar dari ruang jumpa pers.

Kepada AS, Militao menceritakan kembali insiden tersebut. "Saya belum pernah mengadakan jumpa pers dengan begitu banyak wartawan sebelumnya... Mereka melihat saya, merekam saya, dan saya tidak tahu apa yang terjadi. Saya tidak bisa berbicara."

***

Madrid mendatangkan Militao untuk proyeksi jangka panjang. Durasi kontrak selama enam tahun dapat mengonfirmasi hal tersebut. Otomatis, saat datang ke Madrid, ia hanya serep dan akrab dengan bangku cadangan.

Apalagi, Madrid saat itu masih punya Sergio Ramos dan Raphael Varane. Kedua pemain itu, selain mampu jadi karang-karang lini belakang yang kokoh, adalah bek istimewa. Ramos, misalnya. Ia tidak hanya mahir memutus gempuran lawan dengan tekel, intersep, ataupun sapuan, tetapi juga piawai mengirim umpan panjang.

Ramos juga berperan penting membawa Madrid meraih gelar La Liga 2019/2020. Selain membuat Madrid menjadi tim paling sedikit kebobolan, ia keluar sebagai pencetak gol kedua terbanyak Madrid di La Liga dengan 11 gol. Ia hanya kalah dari Karim Benzema yang merangkum 21 gol.

Sedangkan, Varane sedang dalam performa terbaiknya. Melihat statistik musim 2020/21, ia membukukan rasio keberhasilan tekel hingga 57% dan 1,1 intersep per 90 menit. Angka tersebut jadi catatan terbaiknya selama 10 tahun mengabdi di Madrid.

Keberadaan Ramos-Varane membuat lini bertahan Madrid tangguh. Mereka juga saling melengkapi dan memahami untuk bahu-membahu mengadang serangan lawan. Maka, bukan hal mudah bagi Militao untuk menembus starting line-up Madrid.

Hanya saja, Militao bergelimang kesempatan main karena Ramos mudah terjangkit cedera. Transfermarkt mencatat Ramos telah melewatkan 201 hari dan 32 pertandingan bersama Madrid lantaran cedera sepanjang musim 2020/21.

Meski tidak sepenuhnya menjadi pengganti Ramos, menit bermain Militao bertambah. Pada musim 2019/20, pria 23 tahun itu hanya 10 kali masuk starting line-up. Musim berikutnya, ia menjadi pemain inti dalam 13 laga.

Performa Militao selama menjadi serep dua musim cukup memuaskan. Mengacu data WhoScored, ia mencatatkan rata-rata 1,7 tekel dan 1,3 intersep per laga di La Liga. Sedangkan musim berikutnya, Militao merangkum 1,4 tekel dan 1,4 intersep setiap 90 menit.  

Maka tidak heran apabila Militao menjadi andalan saat karang-karang lini belakang Madrid angkat kaki pada musim 2021/22. Ramos merapat ke Paris Saint-Germain, dan Varane berlabuh ke Manchester United.

Awalnya, kepergian Ramos-Varane dinilai akan memunculkan retak-retak baru di pertahanan Los Blancos. Kekhawatiran itu semakin menjadi ketika melihat geliat Madrid di bursa transfer. Mereka hanya mendatangkan David Alaba dengan bebas transfer untuk menambal dua lubang besar pascakepergian Ramos-Varane.

Alaba memang mengantongi sejumlah komponen yang dimiliki Ramos. Pertama, ia punya jiwa kepemimpinan yang oke. Hal itu terlihat ketika ia membungkam mulut Marko Arnautovic yang mengucapkan kata-kata kotor untuk orang Albania di Piala Eropa 2020 saat Austria melawan Makedonia Utara.

Kedua, pemain Austria itu punya stamina berlimpah. Ia tidak ragu menyisir sisi lapangan sambil fokus meng-cover ruang-ruang kosong di area tengah saat berperan sebagai bek sayap. Terakhir, ia mampu mengirim umpan-umpan panjang ke depan dengan baik.

Namun, atribut itu tidak cukup melegakan. Mengacu WhoScored, Alaba lebih mahir menguasai bola ketika berada di kakinya ketimbang menekel lawan. Catatan itu berbanding terbalik dengan Ramos yang garang saat berduel di darat.

Namun, kekhawatiran-kekhawatiran itu tidak betul-betul terjadi. Pertahanan Madrid tetap kokoh. Hingga pekan ke-16, Madrid baru kebobolan 15 kali di La Liga. Catatan itu menjadi yang terendah keempat setelah Sevilla (11 kebobolan), Athletic Club (12 kebobolan), dan Real Sociedad (13 kebobolan).

Duet Militao-Alaba mampu membuat pertahanan Madrid kokoh. Jika kedua pemain itu main bersamaan sebagai bek tengah, Madrid baru kebobolan 6 kali di La Liga. Sisanya, kebobolan terjadi saat Carlo Ancelotti memainkan Militao atau Alaba dengan Nacho.

Berbicara gaya bermain, Militao adalah bek yang jago meredam serangan lawan dengan tekel maupun intersep. Mengacu FBref, Militao mencatatkan 28 tekel sukses dan 34 intersep. Catatan itu terbaik kedua setelah Casemiro.

Atribut Militao yang membuatnya penting di lini belakang Madrid adalah kecepatan recovery. Atribut tersebut sangat diperlukan untuk meredam serangan balik sekaligus mengoreksi kesalahan rekannya yang bisa saja membahayakan gawang sendiri.

Militao paham betul bahwa peran bek di era sepak bola modern lebih kompleks. Bek tidak hanya sekadar meredam gempuran lawan, tetapi juga mendistribusikan bola dan aktif membantu serangan.

Jika Alaba mahir menggiring bola dan mengirim umpan-umpan pendek, Militao jago mengirim umpan-umpan panjang. Militao menjadi pemain Madrid dengan catatan umpan panjang sukses terbanyak, yakni 156 kali. Terlihat lebih spesial karena akurasi umpan panjang Militao menyentuh 77,6%. Atribut itu membuat serangan balik Madrid amat berbahaya.

Semua yang dilakukan Militao musim ini dan musim-musim sebelumnya seperti mengonfirmasi ucapan-ucapan peraih trofi Piala Dunia 1994, Ricardo Rocha. "Ia adalah segalanya yang Anda cari dalam diri seorang bek."

Setelah menjadi andalan, Militao berkesempatan besar mewujudkan impiannya menggamit banyak trofi. Kesempatan itu terbuka besar musim ini. Sebab, Madrid berada di barisan terdepan dalam perburuan trofi La Liga maupun Liga Champions. Yang perlu dilakukan Militao adalah menjaga konsistensi.