Memantau Harvey Elliott

Foto: @AnfieldWatch.

Dari bocah pencetak rekor, kini Harvey Elliott muncul sebagai salah satu pemain penting Liverpool. Kehadirannya menambah variasi serangan tim.

Masih ingat apa yang kalian lakukan saat berusia 16 tahun?

Mungkin, sebagian besar masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Kerjaannya kalau tidak main, ya, belajar. Atau mungkin sedang giat-giatnya mencoba banyak hal baru, seperti pacaran, misalnya.

Bagi Harvey Elliott, usia 16 tahun adalah usia di mana ia berhasil mencetak sejarah, memecahkan rekor demi rekor.

4 Mei 2019, Elliott masih berusia 16 tahun 30 hari. Namun, ia sudah dipercaya oleh pelatih Fulham saat itu, Scott Parker, untuk turun ke lapangan. Elliott masuk sebagai pengganti pada menit ke-88 dalam laga vs Wolverhampton. Sejak itu, ia dikenal sebagai pemain termuda yang pernah berlaga di Premier League.

Pada musim panas setelah debutnya itu, lagi-lagi Elliott memecahkan rekor. Ia dibeli Liverpool. Secara total, uang yang dikeluarkan Liverpool untuk mendatangkannya adalah 4,3 juta poundsterling dan itu membuat Elliott jadi pemain 16 tahun termahal dalam sejarah sepak bola Inggris.

Rekor yang ia pecahkan tak sampai di situ saja. Ketika sudah berseragam Liverpool, pemain kelahiran 4 April 2003 ini mencetak dua rekor lain.

Pertama, rekor sebagai pemain termuda yang jadi starter Liverpool. Ini diciptakan kala ia tampil di ajang Piala Liga melawan MK Dons pada 25 September 2019. Usianya kala itu 16 tahun dan 17 hari. Kedua, ia jadi pemain termuda yang jadi pemain inti di Anfield kala tampil pada ajang Piala Liga vs Arsenal. Usianya 16 tahun 209 hari.

Bergelimang rekor, ekspektasi kepadanya pun tinggi. Terlebih, karena melihat dari cuplikan penampilannya pun, Elliott terlihat menjanjikan. Orang-orang pun banyak menyebutnya bocah ajaib.

Namun, waktu bagi Elliott untuk langsung dapat banyak menit bermain di Liverpool memang tak datang begitu saja. Ia harus menunggu. Pada musim 2019/20, Ia cuma tampil tujuh menit di Premier League. Di musim setelahnya, Elliott malah dipinjamkan ke Blackburn Rovers.

Peminjaman inilah yang kemudian makin melejitkan namanya. Di Championship, pada musim 2020/21, Elliott bermain 41 kali dan berhasil mencetak 7 gol serta melepas 11 assist. Musim itu, ia juga mencatatkan 1,7 umpan kunci per laga (top 10 Championship). Buat bocah berusia 17 tahun, angka itu jelas tidak sepele.

Peminjaman tersebut juga yang membuat Juergen Klopp percaya padanya. Pada musim ini, Elliott dapat jaminan bermain di tim utama. Bahkan, dari tiga laga awal Premier League, Elliott sudah main 187 menit. Ia selalu bermain penuh di dua laga terakhir, termasuk vs Chelsea akhir pekan lalu.

Di Liverpool, jika situasinya tidak terpepet, sulit melihat pemain belasan tahun dapat kesempatan main banyak. Trent Alexander-Arnold adalah pengecualian karena kespesialannya dan tampaknya Elliott pun seperti itu. Klopp jelas melihat sesuatu dalam dirinya.

Pada laga vs Chelsea itu pun Elliott tampil baik. Ia mencatatkan 87% persentase umpan sukses, 100% tekel sukses, dan 11 kali memenangkan bola kembali buat Liverpool. Berhadapan dengan juara bertahan Liga Champions, Elliott sama sekali tak canggung. Tak terlihat demam panggung.

Perlu dicatat juga bahwa sepanjang musim ini, Elliott dimainkan sebagai gelandang tengah kanan oleh Klopp. Posisi itu bukanlah posisi favoritnya, karena selama ini Elliott nyaman bermain sebagai penyerang sayap kanan. Namun, ia bisa cepat beradaptasi dengan tugas baru tersebut.

Di posisi gelandang tengah kanan, Elliott akan mendapatkan dua tugas penting: Pertama, pembawa dan pengalir bola ke tiga pemain depan. Kedua, pembuka ruang buat Alexander-Arnold. Dan ia menjalankan dua tugas itu dengan baik.

Soal tugas pertama, kita bisa melihat itu dari statistik Elliott. Per Fbref, dari 187 menit bermain, ia sudah mampu mencatatkan 10 shot creating actions (SCA). Dan itu adalah angka tertinggi ketiga di Liverpool, di bawah Alexander-Arnold dan Salah. Oh, ya, SCA itu adalah aksi-aksi ofensif (seperti umpan, dribel, dan memenangkan pelanggaran) yang bisa menghasilkan tembakan.

So, Elliott cukup terlihat kontribusinya dalam menciptakan peluang buat Liverpool. Untuk umpan kunci sendiri, pemain kelahiran Surrey, Inggris, ini sudah menciptakan empat. Terbanyak kelima di tim. Eliot juga sudah melepaskan lima umpan ke kotak penalti lawan, tertinggi nomor empat di Liverpool.

Itu soal distribusi. Soal membawa bola, ia sejauh ini mencatatkan 130 kali menggiring bola, terbanyak keempat di tim. Dari jumlah giringan itu, ia mampu membawa bola maju ke depan hingga 341 meter. Pemain yang paham akan pentingnya progresivitas seperti ini memang amat dibutuhkan Liverpool.

Untuk urusan kedua, soal bagaimana ia jadi pembuka ruang buat Alexander-Arnold, ini menarik. Kehadiran Elliott di lini tengah mampu membukakan opsi lebih banyak buat Alexander-Arnold. Full-back kanan andalan Liverpool itu kini tak hanya bisa mengokupasi flank, tapi juga punya kesempatan menyasar half-space lawan.

Pasalnya, saat Alexander-Arnold naik dan hendak bergerak ke half-space, Elliott akan menggeser posisinya ke flank. Jadi posisi keduanya tak akan bentrok dan Liverpool tetap punya pasukan di seluruh bagian lapangan.

Foto: The Athletic

Ketika Alexander-Arnold ingin menguasai flank, maka Elliott akan stay di half-space. Di posisi itu, ia akan siap jadi opsi umpan dan, jika Liverpool diserang balik, ia akan siaga untuk track-back. Serangan Liverpool pun jadi lebih variatif.

Youtube Bassam

Nyatanya, kolaborasi dengan Elliott ini juga mampu membuat Alexander-Arnold lebih kreatif. Dalam tiga laga awal, ia sudah melepaskan 15 umpan kunci. Tak ada pemain Premier League manapun yang punya catatan lebih baik dari pemain berusia 22 tahun ini.

Juergen Klopp pun bisa bernapas lega. Sebab, di musim lalu, kreativitas Alexander-Arnold sempat terkunci. Kini, kehadiran Elliott yang mobile plus umpan-umpan diagonal dari Virgil van Dijk yang telah kembali mampu membuat sisi kanan serangan Liverpool hidup lagi.

Elliott juga bukan gelandang yang malas. Memang sebagai gelandang tengah kanan ia akan lebih banyak beroperasi di kanan, tapi ia juga merupakan tipikal pemain yang mampu menjemput bola ke belakang dan mengejar bola sampai ke sisi lain lapangan. Heatmap vs Burnley ini bisa jadi gambaran.

Grafis: WhoScored

Belum lagi jika kita bicara soal kemampuannya mencetak gol. Musim lalu, Elliott mencetak tujuh gol dari tembakan tepat sasaran yang hanya 15. Itu artinya, sebagai pemain tengah ia juga cukup klinis. Terlebih sepakan jarak jauhnya juga terkenal cukup baik. Bisa jadi salah satu alternatif Liverpool.

Kehadiran dan apa saja yang bisa ditawarkan Elliott inilah yang membuat Klopp memilih tidak mendatangkan gelandang anyar untuk menggantikan Gini Wijnaldum. Klopp acap kali bilang bahwa kedalaman lini tengahnya cukup baik, dan yang dia maksud (salah satunya) adalah kehadiran Elliott.

Ketika Klopp sedang membutuhkan tambahan pemain di lini depan, ia juga bisa menugaskan Elliott. Bisa bermain di berbagai posisi dan peran inilah yang membuat nilai tambah Elliott makin banyak. Terlebih jika pengalamannya semakin kaya dan pengambilan keputusannya masih matang.

Sebab, sebagai pemain muda, acap kali Elliott masih acap salah mengambil keputusan: Kapan harus dribel, mengumpan, atau menembak. Gagal mengontrol bola dengan baik sebanyak empat kali dan kehilangan bola sebanyak satu kali dalam tiga laga memang tak buruk. Namun, tetap butuh perbaikan.

***

Sebelum memecahkan berbagai macam rekor, Elliott acap bolos sekolah karena diajak ayahnya menonton pertandingan Liverpool di berbagai negara. Bahkan, satu tahun sebelum berseragam Liverpool, ia terbang ke Kiev untuk menonton laga final Liga Champions. Sayangnya The Reds takluk 1-3 dari Real Madrid saat itu.

Elliott masih akan sering terbang ke berbagai macam negara. Namun, bukan untuk duduk di tribune dan menonton tim kesayangannya bermain. Kini, ia akan bermain di lapangan stadion tersebut, membela klub yang sejak kecil sudah ia dukung, Liverpool.