Menakar Problem Real Madrid

Twitter @realmadrid

Madrid memang berhasil melangkah ke perempat final Liga Champions, tetapi jangan senang dulu. Mereka masih punya segudang masalah yang harus dituntaskan.

Real Madrid sedang berbahagia. Mereka berhasil mengunci satu slot di perempat final Liga Champions usai mengalahkan Atalanta 3-1, Rabu (17/3/2021). Kemenangan ini ibarat oase di tengah tandusnya musim 2020/21. Ya, karena Madrid sudah gagal total di turnamen domestik.

Pada 14 Januari Los Merengues takluk 1-2 dari Athletic Bilbao di semifinal Piala Super Spanyol. Enam hari berselang giliran CD Alcoyano yang mempermalukan Sergio Ramos dkk. di babak 32 besar Copa del Rey. Terasa asing dengan Alcoyano? Wajar, wong mereka cuma mentas di gig sekelas Segunda División B atau level keempat dalam piramida sepak bola Spanyol.

Kiprah Madrid di fase grup Liga Champions musim ini juga elusif. Memang mereka berhasil finis sebagai pemuncak klasemen Grup B. Namun, harus diingat bahwa hasil itu mereka dapatkan dengan susah payah. 

Madrid cuma menggamit satu angka hingga matchday kedua. Untungnya, mereka dua kali menghajar Inter Milan dan menggulung Borussia Moenchengladbach di laga pemungkas grup. Alhasil, Madrid berhasil mengumpulkan 10 angka atau 2 poin lebih banyak dari Gladbach dan Shakhtar Donetsk.

Lalu apa yang membuat langkah Madrid begitu berat di musim ini?

Produksi Gol Seret

Ini, nih, bahaya laten Madrid sekarang. Bagaimana mereka bisa berjaya kalau membuat gol saja jarang-jarang? Well, sulit dibantah bahwa Madrid masih merindukan Cristiano Ronaldo. Produktivitas mereka berangsur menurun sejak dia pergi ke Juventus.

Sampai saat ini, Madrid baru mengumpulkan 63 gol dalam 37 pertandingan di seluruh ajang atau 1,7 dalam rata-rata. Jumlah ini menjadi yang terendah sejak Ronaldo angkat kaki. Di edisi 2017/18 itu Madrid berhasil mengemas 2,38 gol per laga.

Enggak usah jauh-jauh, produktivitas Madrid sekarang juga tak lebih baik dibanding musim lalu. Di periode itu Los Blancos mengumpulkan rerata 1,9 gol per laga di lintas ajang.

Jadi masuk akal kalau Madrid sekarang masih nyangkut di peringkat ketiga La Liga. Baru 46 lesakan yang mereka buat dalam 27 pertandingan. FYI, itu masih di bawah xG Madrid yang menyentuh angka 47,5.

Bandingkan dengan Barcelona. Seburuk-buruknya performa pasukan Ronald Koeman itu, mereka masih mampu memproduksi 61 gol dalam rentang waktu yang sama. Atletico Madrid yang terkenal defensif pun bisa mengumpulkan 50 gol, padahal xG Los Colchoneros cuma 41,54. Artinya, konversi peluang Madrid memang lebih buruk dari Barcelona dan Atletico.

Bila kurang yakin, toleh saja rekam jejak Madrid sejak La Liga 2020/21 bergulir. Mereka tercatat tiga kali gagal bikin gol. Parahnya lagi, itu terjadi saat mereka berhadapan dengan tim-tim papan tengah macam Cadiz dan Osasuna. Sementara satu laga nihil gol lainnya lawan Real Sociedad. Memang, sih, tak mudah, tapi seenggaknya ceritanya bakal berbeda kalau Madrid bisa bikin minimal satu gol di tiap pertandingan.

Madrid sebenarnya bukan miskin penyerang. Mereka punya Karim Benzema. Eks Olympique Lyon itu sudah menyarangkan 15 gol dari total 46 lesakan Madrid di La Liga. Bahkan Benzema juga menjadi topskorer tim di Liga Champions lewat 5 golnya.

Masalahnya, cuma Benzema yang benar-benar melakukan tugasnya. Para pemain lainnya minim kontribusi, sebut saja Vinicius Junior dan Marco Asensio. Vinicius baru bikin 4 gol dari 1.641 pementasannya di Liga Champions dan La Liga. Asensio lebih parah lagi karena cuma mengoleksi 3 gol dari 1.789 menit bermain di dua ajang serupa.

Minimnya produksi gol dari lini depan inilah yang membuat performa Madrid naik-turun. Jadi jangan kaget muncul rumor kalau Madrid berniat memulangkan Ronaldo dari Juventus musim depan.

Badai Cedera

Eden Hazard tentu tak bisa dilepaskan dari inkonsistensi Madrid sekarang. Bukannya gimana-gimana, dia didatangkan dengan harga tak murah: 100 juta euro. Itu membuatnya menjadi pemain termahal kedua Madrid setelah Gareth Bale.

Harapannya, sih, Hazard bisa mengover kepergian Ronaldo. Alih-alih demikian, dia malah lebih hobi bergelut dengan cedera. Tercatat sudah 24 pertandingan dilewatkannya musim ini gara-gara cedera.

Apes. Baru-baru ini Hazard kembali mengalami masalah otot. Dia bakal menjalani operasi di Dallas, Amerika Serikat, dan diprediksi absen 2 bulan lamanya.


Masalahnya, Madrid bukan cuma kehilangan Hazard, tetapi juga banyak pemain lain. Dani Carvajal jadi korban terbaru. Pada pertengahan Februari, dia mengalami cedera otot dan harus menepi dua bulan lamanya.

Menurut laporan Marca, Carvajal adalah kasus cedera ke-40 Madrid di musim ini. FYI, jumlah itu merupakan yang terbanyak di antara seluruh kontestan La Liga. Barcelona yang berada di peringkat kedua cuma sempat kehilangan pemain 25 kali. Disusul Sevilla di angka 18 dan Atletico dengan 15 personel.

Kebijakan Transfer

Madrid tidak salah saat merentalkan Luka Jovic ke klub lamanya, Eintracht Frankfurt, pada musim dingin kemarin. Toh, kontribusi striker 23 tahun itu begitu minim. Kesalahan Madrid adalah mereka terlalu gegabah untuk memboyongnya ke Santiago Bernabeu. Dengan harga mahal pula, 60 juta euro.

Jovic bukan satu-satunya pembelian flop Madrid. Ada Eder Militao, Mendy, dan Rodrygo yang juga didatangkan musim panas 2019. Bila ditotal ketiganya menghabiskan 143 juta euro. Hasilnya? Bisa dilihat sendiri.

Militao belum mampu menembus tim reguler. Sementara Mendy sudah sering tampil, sih. Namun, tetap saja dia belum bisa menggantikan peran Marcelo sebagai full-back agresif yang aktif terlibat atas gol/assist.

Sebagai pembanding, Mendy baru bikin satu gol Madrid dari 23 penampilannya di La Liga. Bila ditimbang-timbang, masih kalah dari Marcelo yang sudah mengumpulkan 2 assist hanya dari 8 pementasan.

Terhitung cuma Rodrygo rekrutan Madrid yang mendingan. Dia sukses menyumbangkan 1 gol dan 6 assist di semua kompetisi. Namun, masih terlalu dini bagi Madrid untuk mengandalkan pemain 20 tahun tersebut.

Di sisi lain, Madrid justru melepas pemain yang sudah teruji kualitasnya semacam James Rodriguez, Sergio Reguilon, dan Achraf Hakimi. Belum lagi dengan langkah mereka untuk meminjamkan Bale dan Borja Mayoral ke Tottenham Hotspur dan AS Roma. Kemudian ada Brahim Diaz, Takefusa Kubo, Dani Ceballos, dan Martin Odegaard yang juga dilepas dengan status pinjaman.

Well, ini bukan pertama kalinya Madrid mencanangkan sistem 'simpan pinjam' buat para pemainnya. Carvajal dan Casemiro contoh suksesnya. Masalahnya, para pemain Madrid sekarang ini tak mendapatkan ruang cukup di dalam skuat Zidane.

Ambil contoh Odegaard. Playmaker asal Norwegia itu sukses membuktikan kredibilitasnya bersama Real Sociedad musim lalu. Namun, Zidane masih memercayakan Toni Kroos, Luka Modric, dan Casemiro di area sentral. Itu tertuang dari menit bermain ketiganya di La Liga yang sudah melewati 1.800.

Keputusan Zidane masuk akal. Atas kontribusi Kroos dan Modric pula Madrid sukses mengangkat 'Si Kuping Besar' tiga kali beruntun. Namun, usia mereka tak lagi muda. Zidane kudu mencari pengganti keduanya cepat atau lambat. Regenerasi, atau setidaknya, menyiapkan pemain pelapis yang setara menjadi vital sekarang.

Bale juga bisa dijadikan refleksi. Bagaimana Madrid sebenarnya masih membutuhkan jasanya untuk mengisi garda depan. Nyatanya, Zidane sekarang cuma bersandar kepada Benzema sebagai goalgetter. Andai Bale masih ada, mungkin saja ceritanya bakal lain. Toh, performanya sebenarnya tak bisa dibilang buruk. Itu terbukti dengan 10 golnya untuk Tottenham di seluruh kompetisi.

***
Problem Madrid saat ini dimulai dari kepergian Ronaldo. Itu tak bisa dimungkiri. Menjadi masalah karena mereka gagal menemukan penggantinya. Harusnya Hazard, tapi gagal terealisasi. Situasinya makin rumit karena Madrid salah beli pemain. Ada beberapa, tak cuma satu-dua. Dari situ regenerasi menjadi seret dan Madrid menjadi terlalu bergantung pada pemain-pemain lawas yang usianya sudah tak muda lagi.