Mengupas Dapur Rekrutmen St. Pauli

Foto: @fcstpauli

Saya berbincang dengan Direktur Olahraga St. Pauli, Andreas Bornemann, untuk mengetahui seperti apa proses klub dalam merekrut seorang pemain.

Dua dari 11 pemain pertama yang Fabian Hürzeler turunkan pada laga vs Magdeburg akhir pekan lalu adalah rekrutan baru. Lalu ada dua pemain yang merupakan rekrutan Januari silam. Dua pemain yang kemudian masuk ke lapangan dari bangku cadangan dalam laga yang berakhir 0-0 itu juga merupakan rekrutan musim panas.

Buat tim divisi dua seperti St. Pauli, perputaran (keluar-masuk) pemain memang cepat. Di skuad sekarang, pemain terlama yang ada “baru” bergabung di klub pada pertengahan musim 2020/21. Melihat pemain bertahan lebih dari tiga, lima, atau tujuh musim adalah hal yang cukup langka belakangan ini.

Lantas kerja tim rekrutmen atau scouting menjadi amat berat. Sebab, mereka harus bekerja cepat untuk mencari pengganti dari pemain-pemain yang pergi. Pengganti yang dicari tentu yang sesuai dengan kebutuhan tim dan keinginan pelatih, guna membuat klub menjadi terus kompetitif demi mencapai target-target yang telah disiapkan.

Masalahnya, mencari pemain tepat buat tim dengan dana terbatas ini yang sulit. Pertama, budget tentu pas-pasan. Kedua, nilai tawar yang diberikan kalah dibanding klub-klub yang bermain di divisi teratas. Setiap transfer dalam sepak bola merupakan perjudian dan transfer klub-klub dengan dana terbatas ini adalah perjudian besar. Kalau berhasil, menang. Kalau gagal, habis.

Karena itu, setiap pemain yang datang harus benar-benar dinilai, ditimbang baik-buruknya, dikroscek secara dalam lebih dulu. Karena sepanjang penilaian saya dalam dua musim terakhir St. Pauli berhasil mendatangkan pemain-pemain yang tepat guna (ya, tentu ada yang bisa dicap kurang berhasil juga), saya jadi penasaran seperti apa proses rekrutmen tim ini.

Saya kemudian berbincang dengan direktur olahraga tim, Andreas Bornemann, untuk mencari tahu seperti apa sebenarnya proses perekrutan pemain St. Pauli.

Hal pertama yang mengejutkan saya adalah fakta bahwa tim scouting St. Pauli hanyalah sebuah tim kecil. “(Isinya) sekitar empat sampai lima orang saja,” kata Andreas. Di tim itu berisikan orang yang bisa bekerja sebagai data analis sampai video analis.

Saat saya bertanya perihal prosesnya seperti apa dalam merekrut seorang pemain, di sinilah saya jadi paham mengapa St. Pauli cukup bagus dalam mengidentifikasi pemain yang tepat buat mereka. “Pertama, kami tentukan dulu mau bermain seperti apa,” buka Andreas.

“Dari situ, bersama dengan pelatih, kami coba membuat profil (pemain) seperti apa yang dibutuhkan untuk setiap posisi (yang sedang dicari). Tim scouting akan mencari pemain yang sesuai, juga diselaraskan dengan aspek keuangan untuk melihat apakah pemain itu mampu kami tebus. Jika memang pemain itu adalah sosok yang tepat, kami akan coba untuk mendatangkannya,” tambahnya.

Yap, ada kata kunci “uang” juga di situ. Ada limitasi yang membatasi St. Pauli bergerak di bursa transfer. Karena itu, proses menemukan pemain menjadi proses yang sulit. “Terkadang hanya satu pemain (yang tim scouting temukan), terkadang bisa sampai empat sampai lima pemain (untuk satu posisi). Dan kami harus menentukan, karena banyak aspek yang harus dilihat, dan kami akan pilih pemain yang punya potensi paling besar untuk membantu kami,” ujar Andreas.

Andreas juga paham bahwa dengan keterbatasan yang dimiliki, kerja ia dan tim harus bisa lebih kreatif di bursa transfer. Karena itu, katanya, St. Pauli lebih cenderung akan mencari pemain-pemain muda potensial dari klub-klub di divisi bawah. Nama Elias Saad dan Lars Ritzka kemudian ia jadikan contoh. Sebagai konteks, Saad dan Ritzka adalah pemain utama St. Pauli musim ini. Mereka ada dalam susunan 11 pertama di laga terakhir melawan Magdeburg itu.

Saad didatangkan Januari lalu dari klub divisi empat, Eintracht Norderstedt, yang notabene juga merupakan klub amatir. Dan Saad tak pernah bermain di klub profesional maupun akademi klub profesional sebelumnya. Sementara Ritzka didatangkan dari SC Verl, klub yang saat ini berlaga di divisi tiga Liga Jerman. “Ini juga tentang bagaimana kami (bisa) mengembangkan pemain,” ungkap Andreas.

Saya juga bisa sepakat dengan ucapan pria yang pernah menjadi Direktur Olahraga di Holstein Kiel dan FC Nürnberg itu. St. Pauli memang mampu mengembangkan pemain muda dengan baik. Nama Jakov Medic bisa dijadikan contoh. Meski ia didatangkan dari sesama klub 2. Bundesliga, Medic mampu berkembang sebagai bek yang jauh lebih baik bersama St. Pauli. Hasilnya? Ia diboyong Ajax musim panas ini dengan nilai transfer jutaan euro.

Namun, Andreas juga mengatakan bahwa dalam situasi tertentu, tentu saja St. Pauli juga bisa mendatangkan pemain-pemain berpengalaman yang diharapkan bisa langsung memberikan impak besar untuk menstabilkan performa dan permainan tim. Ia menyebut nama Jackson Irvine dan Andreas Albers sebagai contoh.

Satu hal lagi yang menarik dari proses rekrutmen St. Pauli adalah kebiasaan mereka merekrut pemain dari Britania Raya belakangan ini. Irvine, Dapo Afolayan, Daniel Sinani, sampai yang teranyar Scott Banks adalah nama-nama yang diboyong langsung dari Inggris. Nama terakhir bahkan baru didatangkan dengan status pinjaman dari Crystal Palace beberapa pekan silam.

“Kami memiliki pengalaman yang baik dengan pemain dari Britania Raya, seperti Jackson, Dapo. Tentu saja banyak pemain muda potensial juga di sana. (Bagi mereka) untuk naik tingkat ke Premier League atau klub utama mereka, mungkin (masih) terlalu jauh. Jadi, saya rasa St. Pauli juga merupakan platform yang bagus buat mereka untuk nanti bisa bermain di level yang lebih tinggi,” kata Andreas.

Soal ini, perkataan Andreas juga diamini oleh Banks, yang memilih St. Pauli karena merasa ini adalah klub yang tepat buatnya untuk lebih berkembang sebagai pemain, meski klub bermain di 2. Bundesliga. “Ini adalah platform yang bagus. Banyak yang menonton kompetisi ini dan mendapatkan feeling bisa bermain di hadapan puluhan ribu penonton tiap pekannya adalah sebuah pengalaman yang tak ternilai,” ujar pemain Tim Nasional Skotlandia U-21 itu.

***

St. Pauli mendatangkan enam pemain anyar (termasuk mempermanenkan satu pinjaman) musim panas ini. Jika dilihat dari per individu, rekrutan-rekrutan itu terlihat menjanjikan untuk menambal lubang yang ditinggal pemain-pemain yang pergi (meski saya berharap akan ada satu striker lagi yang datang).

Namun, penilaian yang adil untuk perekrutan ini memang baru bisa dilakukan akhir musim nanti. Sebab, jika dilihat secara tim dari empat laga awal 2. Bundesliga, St. Pauli belum mampu kembali ke level permainan tertinggi seperti di paruh kedua musim lalu. Hasil tiga kali imbang 0-0 beruntun dalam tiga laga termutakhir adalah buktinya.

Secara permainan tim masih terlihat bisa kompetitif. Aspek defensif masih amat solid. Namun, aspek ofensif jelas perlu dimatangkan lagi. Sebab kreativitas juga tak hanya perlu diciptakan di belakang layar (dalam proses transfer), tapi juga di atas lapangan. Millerntor rindu kemenangan.