Menjadi Penting seperti Darren Fletcher

Foto: Wikimedia Commons.

Darren Fletcher tidak pernah benar-benar menjadi pemain bintang untuk Manchester United. Namun, dia adalah pemain penting. Ketika ia ditunjuk menjadi bagian dari staf kepelatihan, semestinya ia bisa menjadi orang penting juga.

Salah satu ingatan paling awal saya akan Darren Fletcher melibatkan sebuah laga persahabatan yang sesungguhnya tidak penting-penting amat.

Fletcher, sama seperti halnya banyak pemain muda yang mencuat di kesebelasan besar, cukup punya gaung ketika dibicarakan pendukung sendiri. Pendukung Manchester United tak ubahnya seperti ibu-ibu tetangga sebelah membicarakan anaknya yang baru lulus PTN favorit.

Bedanya, dahulu belum ada media sosial. Nama Fletcher justru lebih sering berpindah dari satu forum internet ke forum lainnya. Pembicaraan di forum-forum tersebut biasanya lebih banyak berkutat soal bagaimana Fletcher, yang waktu itu belum berusia 20 tahun, punya posisi main yang mirip dengan David Beckham.

Poin selanjutnya bisa ditebak. Seperti halnya banyak pemain muda yang digadang-gadang menjadi penerus dari sosok besar, Darren Fletcher tiba-tiba saja menjadi ‘The Next David Beckham’.

Namun, sesungguhnya satu-satunya kesamaan antara Fletcher dan Beckham hanyalah posisi. Meski bukan winger, Fletcher bermain sebagai gelandang kanan. Sisanya, mulai dari atribut skill hingga arketipe permainan, Fletcher dan Beckham adalah pemain yang benar-benar berbeda.

Lalu, sampailah pada hari ketika Fletcher masuk sebagai pemain pengganti pada pertandingan persahabatan yang tidak penting-penting amat tersebut. Fletcher, si pemuda kurus yang belum berusia 20 tahun itu, seolah bersiap untuk memenuhi ramalan yang dijatuhkan kepada nasibnya tanpa ia sendiri bisa menolaknya: Bermain di sisi kanan dan menjadi penerus Beckham.

Waktu itu, United tengah memainkan pertandingan di pramusim sebelum musim 2003/04 dimulai. Pada musim sebelumnya, Beckham bentrok dengan Sir Alex Ferguson. Anda bisa Googling sendiri soal insiden tendangan sepatu di ruang ganti kalau tidak tahu ada masalah apa di antara keduanya. Sebelum musim 2003/04 berlangsung, Beckham sudah pindah ke Real Madrid.

Keputusan tersebut sebetulnya cukup absurd. Terlepas dari persoalan tersebut, Beckham —dan Juan Sebastian Veron— sebetulnya tampil brilian sepanjang 2002/03. Namun, keduanya justru dilego; Beckham ke Madrid, Veron ke Chelsea. Yah, siapa, sih, yang bisa menentang kalau Sir Alex sudah punya mau?

Di situasi seperti itulah Fletcher diharapkan untuk menancapkan nama. Berhasilkah? 

Menggantikan Beckham sebagai pengisi sisi kanan United bukan perkara mudah. Sir Alex sendiri pada akhirnya berulang kali melakukan tambal sulam.

Striker United kala itu, Ruud van Nistelrooy, terang-terangan mengakui bahwa timnya merindukan Beckham. Namun, menangisinya juga tidak akan menyelesaikan masalah. Alhasil, jadilah Sir Alex melakukan berbagai percobaan, mulai dari menempatkan Ole Gunnar Solskjaer di sisi kanan atau meminta Gary Neville melakukan crossing.

Kita pada akhirnya tahu bahwa pos di sisi kanan tersebut menjadi milik seorang pemuda kurus lainnya, namanya Cristiano Ronaldo. Kendati menjanjikan, Ronaldo membutuhkan waktu untuk benar-benar mengeklaim bahwa satu spot di kanan adalah betul-betul miliknya.

Sementara, Fletcher akhirnya menemukan ruang di mana ia bisa betul-betul berkembang, yakni dengan bermain sebagai gelandang tengah.

***

Fletcher lahir di Mayfield, tak jauh dari Dalkeith, Skotlandia. Sempat bermain untuk berbagai tim junior di Skotlandia, ia akhirnya bergabung dengan United pada usia 12. Ketika ia berusia 15 tahun, Fletcher berada di persimpangan.

“Aku hampir bergabung dengan Newcastle United,” kata Fletcher di Lockdown Tactics Podcast.

Ada beberapa alasan mengapa Fletcher bimbang meski ia mengakui bahwa Newcastle adalah “tim terbesar kedua setelah United”. Satu hal krusial yang mengganggunya adalah keraguan untuk menembus tim utama. Dengan adanya sederet gelandang bagus di skuad utama, Fletcher tak yakin dirinya bisa mencapai level serupa.

Kabar itu sampai ke telinga Sir Alex. Namun, jangan harap pria asal Skotlandia itu bakal membujuk Fletcher baik-baik. Sebagai pelatih dan manajer, Sir Alex adalah orang terakhir yang bakal Anda ganggu. Bertingkah macam-macam, maka habislah Anda.

Dan begitulah yang terjadi. Pada suatu hari, Sir Alex menelepon Fletcher yang tengah berada di rumah orang tuanya di Edinburgh. Bukannya membujuk dan meminta Fletcher bertahan, ia malah memaki-maki.

Fletcher yang kaget, lantas memberikan telepon tersebut kepada sang ibu dan selanjutnya, naluri sang ibu yang berbicara. “Jangan berbicara seperti itu lagi kepada anak saya,” kata ibu Fletcher sembari membanting telepon.

Selesai? Tidak. Sir Alex kemudian menelepon kembali dan kali ini melunak. “Maafkan saya, Nyonya Fletcher, tetapi anak Anda penting buat kami. Saya akan naik penerbangan berikutnya ke Edinburgh,” kata Sir Alex.

Fletcher kemudian bertahan dan menunjukkan mengapa pertaruhan Sir Alex untuk mati-matian mempertahankannya sepadan. 

Sebagai pemain, Fletcher memang tidak memiliki fisik sekokoh Roy Keane atau intelejensia seperti Paul Scholes. Namun, ia masih bisa mengover setiap jengkal lapangan dengan sama baiknya seperti kedua pemain tersebut.

Kendati tidak seagresif Keane, ia bisa melakoni tugas melapis pertahanan dengan baik. Meski tidak secerdas Scholes, ia masih bisa muncul dari second-line dan menjadi salah satu sumber gol yang tidak terduga.

Oleh karena itu, Fletcher cocok bermain sebagai gelandang box-to-box. Dengan modal work-rate dan kegigihan, plus kemampuan membaca permainan yang lumayan, Fletcher menjadi bagian penting dari skuad United pada pertengahan hingga akhir 2000-an.

Ia memang tidak pernah betul-betul menjadi bintang atau game-changer, tetapi melupakannya pun adalah tindakan bodoh. Sebagai pemain yang bisa bermain pada berbagai role di lini tengah, Fletcher adalah pemain yang bisa membuat United bertaruh pada laga-laga besar.

Ketika Roy Keane dikabarkan mengkritiknya habis-habisan, tak lama setelah United kalah 1-4 dari Middlesbrough pada Oktober 2005, Fletcher menjawabnya dengan cara yang elegan. Beberapa hari kemudian, ia menjadi penentu kemenangan 1-0 atas Chelsea di Old Trafford.

Kemenangan tersebut mengakhiri catatan tak terkalahkan Chelsea di Premier League pada angka 40. Namun, ada pernyataan lebih besar dari Fletcher lewat gol tunggal itu: Ia adalah seorang big-game player. Oleh karena itu, manakala United menghadapi laga penting, tidak bakal mengherankan apabila Fletcher muncul dalam starting XI.

Fletcher yang pernah tidak yakin bisa menembus tim utama karena merasa punya beragam kekurangan itu akhirnya menjadi besar dengan caranya sendiri.

Semenjak Oktober 2020, Fletcher telah kembali mengabdikan dirinya kepada United. Kali ini bukan sebagai pemain, melainkan sebagai pelatih tim U-16. Januari 2021, ia naik pangkat menjadi bagian dari staf kepelatihan Ole Gunnar Solskjaer.

Tentu saja pertanyaan apa yang bakal Fletcher berikan untuk staf kepelatihan United mencuat. Jika Kieran McKenna punya peran terhadap aspek taktis—tentu dengan bekerja dekat sekali dengan Solskjaer—apa yang bakal Fletcher lakukan?

Belum ada jawaban detail untuk itu. Namun, menurut Andy Mitten dalam tulisannya di The Athletic, Solskjaer adalah pelatih kepala yang cukup suka membagi tanggung jawab dan mendengarkan masukan dari anak buahnya.

Solskjaer memiliki staf pendukung yang cukup gemuk. Mereka punya beragam tugas, mulai dari memantau dan menganalisis lawan hingga menghimpun data (lalu memberikan analisis dan kesimpulan) untuk kemudian menjadi masukan kepada tim pelatih.

Salah satu stafnya, Richard Hawkins, memiliki tugas untuk menganalisis performa individu dan tim dari sisi fisik. Rekannya, Paul Brand, mendapatkan tugas untuk menganalisis para pemain dari sisi permainan dan kemudian memberikan kesimpulannya kepada para pelatih, mulai dari tim muda hingga tim senior.

Mitten menunjukkan bahwa tiap pelatih yang berada di belakang Solskjaer punya tugas yang teramat spesifik. Oleh karena itu, tidak akan mengherankan apabila Fletcher bakal mendapatkan tugas serupa.

Sebagai pemain, Fletcher adalah pemain vital tanpa harus menjadi bintang. Mantan rekannya, Wayne Rooney, menyebut bahwa meskipun ada bintang-bintang seperti Ronaldo di United, para pemain seperti Fletcher atau Park Ji-sung-lah yang memberikan keseimbangan.

Dengan pengalamannya sebagai pemain yang mampu menjadi penyeimbang tim, melapis pertahanan, dan tahu apa yang harus dilakukan pada pertandingan-pertandingan besar, boleh jadi hal serupa yang bakal Fletcher berikan kepada skuad utama ‘Iblis Merah’.