Menyambut Era Baru Bersama Kylian Mbappe

Foto: Twitter @Kmbappe.

Menggadang-gadang Kylian Mbappe sebagai ikon baru sepak bola setelah Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo rasanya tak keliru. Pemuda yang satu ini memang punya bakat spesial.

Dalam lagunya, Banda Neira menulis lirik yang cukup puitis. Katanya, “Yang patah tumbuh, yang hilang berganti.” Lirik itu tertuang di lagu dengan judul yang sama.

Saat ini, sepak bola ada pada masa Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo. Penikmat sepak bola tentu sepakat dengan kehebatan dua pemain tersebut baik secara individual maupun bersama klubnya masing-masing.

Namun, Messi dan Ronaldo bukan sosok yang kekal. Usia keduanya saat ini sudah kepala tiga. Messi, tahun ini, bakal berusia 34 tahun. Ronaldo sudah berusia 36 tahun. Paling-paling, cuma tiga sampai empat tahun lagi kedua pemain itu masih bisa menampilkan permainan terbaik di atas lapangan.

Sudah saatnya sepak bola memberi panggung kepada ikon baru. Sosok yang bakal menjadi ikon sepak bola itu sudah terlihat dalam diri Kylian Mbappe Lottin.

***

Ada beberapa alasan mengapa Mbappe adalah pemain spesial. Salah satunya, ia adalah pemain yang komplet.

Mbappe tak cuma punya kemampuan olah bola mumpuni, tetapi juga memiliki ketenangan. Dengan begitu, ia bisa menerobos pertahanan lawan sendirian dengan dribelnya. Pada lain kesempatan, ia bisa menyelesaikan kans di depan gawang berkat ketenangannya.

Ia bak menjadi pengejawantahan dari the best of both worlds: Tidak sekadar memiliki insting, tetapi juga memiliki kecerdasan. Mbappe memperlihatkannya dalam pengambilan keputusan ketika berusaha menaklukkan lawan satu lawan satu atau menunjukkan composure-nya ketika mendapatkan peluang.

Jangan heran kalau dengan segala kemampuannya itu Mbappe menjadi pemain yang sangat efektif. Dia tahu kapan momen yang pas melakukan dribel atau kapan memberikan bola kepada rekan satu tim.

Sejak melakoni debut di Ligue 1 pada 2015/16, Mbappe mampu mencetak 96 gol dan menyumbang 41 assist. Artinya, ada rata-rata 16 gol dan 6,8 assist yang Mbappe ciptakan setiap musimnya di Ligue 1.

Dengan begitu, tidak mengherankan ia menjadi pemain termuda yang pernah dipanggil memperkuat Timnas Prancis. Ketika pertama kali masuk skuad Les Bleus, Mbappe baru berusia 18 tahun dan 95 hari. Sisanya, adalah sejarah.

Jika Messi dan Ronaldo perlu bersusah payah untuk mendapatkan trofi bersama tim nasional masing-masing, Mbappe justru sudah merasakan manisnya. Pada usia yang baru 23 tahun, ia sudah pernah mengangkat trofi Piala Dunia.

Foto: Twitter @BleacherReport.

***

Mbappe lahir di Prancis, tetapi sama sekali tak memiliki darah Prancis. Ayahnya, Wilfried, berasal dari Kamerun. Lalu, ibunya yang bernama Fayza Lamari lahir di Aljazair. Meski begitu, Mbappe tetap memilih Prancis sebagai kewarganegaraannya.

Soal bakat sepak bola, Mbappe sudah memperlihatkannya sejak kecil. Ayahnya menceritakan bagaimana saking cintanya, Mbappe seperti tidak punya waktu buat hal lain kecuali sepak bola.

"Ia memiliki passion yang luar biasa kepada sepak bola. Dia bermain sepak bola hampir setiap hari dan dia bisa menonton empat sampai lima pertandingan sepak bola secara beruntun," ucap Wilfried seperti dilansir Footchampion.

Kalau Mbappe sampai begitu maniaknya dengan sepak bola, boleh jadi Wilfried ikut bertanggung jawab. Darah sepak bola Mbappe mengalir dari ayahnya itu. Wilfried merupakan pelatih sepak bola di klub kecil bernama AS Bondy. Oleh karena itu, Mbappe mulai berlatih sepak bola di klub tempat ayahnya melatih tersebut.

Namun, AS Bondy bukanlah satu-satunya tempat Mbappe mengasah bakat. Tak lama bermain di AS Bondy, Mbappe melanjutkan perjalanannya ke akademi Clairefontaine.

Clairefontaine adalah kawah candradimuka. Mereka pernah menggembleng dan menelurkan bakat-bakat hebat Prancis semisal Thierry Henry, Blaise Matuidi, dan Nicolas Anelka. Bagi Mbappe, ini adalah kesempatan emas.

Pilihannya dan orang tuanya tak salah. Di akademi ini pula bakat Mbappe mulai terendus klub-klub besar Eropa. Mbappe bahkan pernah menjalani trial bersama Chelsea pada usia 11 tahun.

Setelah itu, banyak klub besar Eropa mulai menawari Mbappe kontrak jangka panjang. Akan tetapi, Mbappe mengambil keputusan penting: Ia memilih menetap di Prancis dan melanjutkan karier bersama AS Monaco.

Mbappe boleh jadi memilih jalan karier yang tepat. Pada usia belia, ia tak langsung pergi merantau ke negara lain. Sebaliknya, ia bisa mendapatkan pengalaman bermain bersama AS Monaco tanpa harus beradaptasi dengan kehidupan di negara lain.

Keputusan bijak itu pun terbayar. Bersama AS Monaco, Mbappe melesat. Puncaknya, pemain yang lahir enam bulan setelah Prancis juara Piala Dunia 1998 tersebut membawa AS Monaco menjuarai Ligue 1 2016/17 dan merusak dominasi Paris Saint-Germain.

Tak cuma di ajang lokal, Mbappe juga membawa Monaco melesat di Liga Champions. Les Rouge sukses menapaki babak semifinal usai menyingkirkan Manchester City dan Borussia Dortmund pada fase gugur.

Sialnya, Monaco kalah oleh Juventus pada babak semifinal. Gol Mbappe di Aliianz Stadium tak mampu membawa Monaco melaju ke final.

Pada musim tersebut, Mbappe mengemas 26 gol dan 14 assist di lintas kompetisi. Catatan tersebut melambungkan namanya di pentas dunia. Bahkan, beberapa orang menyebut Mbappe akan bersinar laiknya sang senior, Thierry Henry.

Ada beberapa kesamaan antara Mbappe dan Henry. Keduanya sama-sama lulusan Clairefontaine. Kemudian, Mbappe dan Henry juga pernah tampil bersama AS Monaco.

Dari segi permainan, Mbappe juga memiliki kesamaan dengan Henry. Selain cepat, Henry dan Mbappe punya penempatan bola yang bagus. Keduanya kerap melakukan placing untuk menaklukkan penjaga gawang lawan.

Selain itu, Mbappe juga cukup tricky. Gerakan kakinya yang cepat adalah mimpi buruk buat para bek. Adegan Mbappe melewati lawan atau mengajak para bek beradu sprint tak jauh berbeda dengan apa yang dulu kerap diperlihatkan oleh Henry.

"Potensi mereka mirip. Setelah itu, jika ia (Mbappe) telah mencapai tingkat motivasi, keinginan, dan kecerdasan yang dimiliki Henry, dua sampai tiga tahun ke depan, waktu akan menjawab,” kata eks manajer Arsenal, Arsene Wenger, di Telegraph.

***

Camp Nou tak lagi menjadi panggung untuk Lionel Messi. Rabu (16/2) dini hari WIB, La Pulga harus merelakan spotlight di Camp Nou kepada Mbappe.

Tentu, tak semua orang bisa membuat bintang Messi meredup. Namun, Mbappe melakukannya dengan sempurna: Tiga gol ia cetak untuk membawa PSG menang dengan skor 4-1.

Pada laga itu, Mbappe membuat empat upaya ke arah ke gawang dan empat umpan kunci. Jumlah itu merupakan yang terbanyak di antara seluruh pemain yang merumput pada laga tersebut.

Angka expected goals (xG) Mbappe bahkan lebih tinggi dari total seluruh pemain Barcelona. Pemain bernomor punggung 7 itu mencatatkan 2,11 xG, sementara seluruh pemain Barcelona cuma mencatatkan 1,67 xG.

Yang mendapatkan malu bukan cuma Barcelona dan Messi, tetapi juga Gerard Pique. Adegan Pique menarik kostum Mbappe sampai melar berujung jadi olok-olok dan meme di media sosial.

Pique memang belum lama sembuh dari cedera. Namun, adegan tersebut menunjukkan dirinya sebagai orang tua kepayahan yang waktunya baru saja diserobot oleh zaman.

Berkat penampilan di Camp Nou itu, Mbappe kini sudah mengemas 111 gol untuk PSG di semua kompetisi. Catatan itu membuat Mbappe berada di posisi ketiga pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah Les Parisien, di bawah Edinson Cavani (200) dan Zlatan Ibrahimovic (156).

Pencapaian tersebut menunjukkan bahwa Mbappe makin matang saja. Kini ia tercatat sebagai topskor sementara Ligue 1 dengan torehan 16 gol. Untuk di Liga Champions, Mbappe sudah memborong lima gol dari enam penampilan yang sudah ia jalani.

Era sepak bola sepertinya akan mulai berganti. Kalau Messi dan Ronaldo menyerahkan tongkat estafet kepada Mbappe, siapa yang akan menolaknya?