Pedri dan Ekspektasi Orang-orang Tentangnya

Pedri (26) pada pertandingan melawan Swedia. Foto: Instagram @pedrigonzalez.

Sulit untuk membantah bahwa Pedri adalah pemain muda terbaik pada gelaran Piala Eropa 2020. Orang-orang pun jadi berekspektasi banyak kepadanya.

Bola yang digiring Pedri tidak lebih liar dari ekspektasi orang-orang kepadanya.

Usia Pedri belum genap 19 tahun, tapi beban di pundaknya sudah teramat sangat. Ia tidak hanya diharapkan lahir sebagai Andres Iniesta 2.0, tetapi juga menuntun Spanyol kembali menuju takhta kejayaan. Takhta yang sudah lama tidak dipijak meski pasukan La Furia Roja silih berganti.

Arthur Schopenhauer dalam buku bertajuk 'The Wisdom of Life' menulis, ekspektasi tidak pernah betul-betul hadir begitu saja. Selalu ada latar belakang yang menyertainya. Entah itu pengalaman hidup, tuntutan zaman, titah orang tua, atau bahkan fragmen-fragmen realitas.

Jika merujuk pada gagasan Schopenhauer tersebut, ekspektasi yang tertanam di pundak Pedri salah satunya berpangkal dari aksi-aksi menakjubkan sepanjang Piala Eropa 2020.

Pada turnamen itu, Pedri juga memberikan peringatan dengan lantang kepada para tetua bahwa keistimewaan seorang gelandang terletak dalam kesederhanaan.

Tidak usah repot-repot melakukan stepover, nutmeg, atau teknik-teknik mewah lain untuk mendapat tempat spesial di starting line-up atau sorak-sorai orang-orang dari seluruh pojok dunia. Yang perlu dilakukan adalah mengumpan dan menggiring bola di waktu yang tepat.

Bersama Spanyol, Pedri bermain dalam formasi 4-3-3. Oleh Luis Enrique, ia ditempatkan sebagai salah satu gelandang di pos kiri, sedangkan dua gelandang lainnya yakni Koke serta Rodri atau Sergio Busquets.

Pedri memiliki kemampuan mencari ruang dan menemukan rekan satu tim yang berada di posisi yang tepat, untuk kemudian ia berikan operan, entah ke sisi kiri-kanan atau kotak penalti lawan. Kemampuan tersebut menunjukkan bahwa ia punya visi cukup bagus.

Enrique tampak memberikan kebebasan bagi Pedri untuk bergerak dan ikut menginisiasi serangan dari lini belakang. Kehadirannya di pertahanan sendiri menambah opsi umpan bek-bek yang sedang menguasai bola.

Ketika menggiring bola di area pertahanan sendiri, Pedri seringkali mendapat tekanan dari pemain depan maupun gelandang lawan. Namun, ia selalu menemukan celah dan melepaskan diri dengan umpan cerdas atau dribel. Keputusan-keputusan yang ia ambil jarang sekali salah.

Pada laga semifinal melawan Italia, misalnya, Pedri melakukan 67 operan. Dari jumlah tersebut, 65 umpan di antaranya jatuh tepat di kaki rekannya. Hebatnya, 46 operan sukses itu berada di area pertahanan Italia.

Aksi jenius Pedri terekam juga saat Spanyol melibas Slovakia dengan skor 5-0. Meski tidak mencatat asis atau gol, ia mampu menginisiasi gol kedua yang dilesakan Aymeric Laporte.

Gol tersebut berawal dari tendangan pojok yang berhasil dihalau pemain Slovakia. Bola liar mendarat di kaki Pedri. Tidak lama-lama memegang bola, ia mengirim umpan cungkil ke area Gerard Moreno. Setelah itu, bola diteruskan kepada Laporte dan jadilah gol kedua Spanyol.

Umpan-umpan Pedri memang jarang berbuah asis, tetapi operan yang ia kirim mampu merusak bentuk pertahanan sekaligus memicu sekuens aksi yang berujung peluang berbahaya. Kecerdikan tersebut dilengkapi dengan etos kerja yang cukup bagus. Ya, ia rajin terlibat dalam skema pressing Spanyol.

Maka, tidak usah menggelengkan kepala ketika lama bermain Pedri di Piala Eropa mencapai 630 menit. Hanya dua pemain yang diberi kesempatan bermain melebihi Pedri, yakni Aymeric Laporte (632 menit) dan Unai Simon (632 menit). 

***

Spanyol boleh saja gagal merengkuh trofi dan Pedri meninggalkan panggung internasional sambil terisak-isak di bahu Thiago Alcantara, tetapi ekspektasi dari orang-orang kepadanya tetap mengalir deras.

Enrique jelas menjadi orang yang menaruh pengharapan besar kepada Pedri. "Dia itu luar biasa dan unik,” ucap Enrique.

Koke tidak mau ketinggalan. Pedri, katanya, adalah masa kini dan masa depan Spanyol. “Yang mengejutkan saya adalah kedewasaannya."

Pujian selangit atau entah ekspektasi yang kelewat besar dinyatakan Alvaro Morata. "Saya kagum dengan dia. Dia seperti pemain berusia 40 tahun yang tidak butuh waktu lama untuk belajar dari kesalahan. Dia pasti akan menjadi salah satu pemain terbaik dalam sejarah Spanyol."

Deretan pengharapan tersebut belum termasuk dari warga Spanyol maupun orang-orang yang mengaguminya. Sudah dipastikan mereka berharap dua hal. Pertama, Pedri menjadi pemain berkelas. Kedua, Spanyol kembali menjejakkan kaki sebagai raja Eropa atau bahkan dunia. 

Namun, Pedri tidak boleh lupa. Semakin besar ekspektasi, kata Schopenhauer, keberhasilan kian sulit dicapai. Ekspektasi yang besar hanya membuat manusia berteman karib dengan banyak penderitaan dan kata sifat muram lainnya: Kesedihan, kemalangan, keterpurukan, dan seterusnya.

"Saya mengerti," kata Pedri, "tapi saya suka bermain sepak bola."