Pembuktian Inggris, Pembuktian Southgate

Foto: @England

Southgate pernah menelan kekecewaan saat tendangan penaltinya melawan Jerman di semifinal Piala Eropa 1996 gagal. Bersama skuad mudanya, Southgate kini ingin menebus kegagalan tersebut.

Gareth Southgate maju untuk menjadi algojo penalti dengan begitu percaya diri. Ia paham gol yang akan dibuatnya bisa membantu Timnas Inggris memperpanjang napas di babak adu penalti melawan Jerman pada semifinal Piala Eropa 1996.

Tony Adams selaku kapten ingat betul betapa percaya dirinya Southgate sebelum mengeksekusi penalti tersebut. 

"Southgate sangat percaya diri. Saya ingat betul di hari itu, Southgate berbicara kepada Terry Venables -pelatih Inggris ketika itu- 'Saya ingin mengambil kesempatan ini' dan dia mengambil bola. Dia sangat percaya diri," kenang Adams dilansir ITV Sports.

Beban di pundak Southgate teramat besar. Tendangannya yang mengarah ke kiri gawang gagal bersarang. Andreas Kopke dengan cekatan mampu menepis tendangan Southgate.

Sial bagi Southgate, pemain Jerman berikutnya, yakni Andreas Moeller, menyelesaikan tugasnya dengan baik. Jerman menang adu penalti dengan skor 6-5 usai di waktu normal skor imbang 1-1.

Inggris gagal ke final. Padahal, turnamen antarnegara Eropa itu berlangsung di Tanah Ratu Britania.


Kegagalan tersebut memang sangat membekas bagi pecinta sepak bola Inggris. Apalagi, The Three Lions tumbang dari musuh bebuyutannya, Jerman.

Southgate tahu, ia harus menebus kegagalan tendangan penalti itu.

"Saya sudah belajar banyak hal dari kegagalan penalti itu di tahun-tahun setelahnya. Ketika sesuatu yang salah dalam hidup dan menurutmu belum selesai, kamu harus lebih berani," ucap Southgate dilansir Talksport.

Pada 2016, Southgate ditunjuk sebagai pelatih Inggris. Pria yang kini berusia 50 tahun itu menggantikan Sam Allardyce yang dipecat.

Perjalanannya menebus kesalahan di tahun 1996 dimulai. Southgate hampir saja membawa Inggris berjaya di Piala Dunia 2018. Inggris yang dijagokan untuk membawa 'sepak bola kembali ke rumah' gagal mewujudkannya.

Di babak semifinal, Inggris tumbang dari Kroasia dengan skor 1-2 lewat perpanjangan waktu, padahal Inggris unggul duluan melalui tendangan bebas Kieran Trippier. Kroasia bisa membalas lewat Ivan Perisic dan Mario Mandzukic.

Kegagalan membawa Inggris ke final Piala Dunia 2018 tak menggoyahkan posisi Southgate. Eks pelatih Middlesbrough itu masih dipercaya memimpin Harry Kane dan kolega hingga Piala Eropa 2020.

****

Sudah lama sekali Inggris tak menjuarai turnamen besar. Terakhir kali pada tahun 1966 saat jadi kampiun Piala Dunia di rumah sendiri.

Inggris tak pernah sekalipun menjadi juara Piala Eropa. Bahkan, terakhir kali mereka masuk semifinal, ya, di Piala Eropa 1996 itu.

Piala Eropa edisi kali ini, Inggris dijagokan untuk meraih juara. Tekad pemain semakin bulat mengingat final akan berlangsung di Wembley Stadium.

Masuknya dua wakil Inggris di final Liga Champions juga menjadi faktor Tiga Singa menjadi jagoan di Euro kali ini. Apalagi, Man City dan Chelsea juga menyumbang cukup banyak pemain di skuat Inggris kali ini.

Materi pemain yang dibawa Southgate memang tak banyak berubah dari Piala Dunia 2018. Harry Kane masih menjadi pemimpin untuk skuad yang katanya generasi emas Timnas Inggris.

Pencapaian bersama Tottenham Hotspur di musim 2020/21 membuat Kane akan menjadi tumpuan lini serang Inggris. Kane kini tak cuma bisa membuat gol, tetapi juga bisa memberikan peluang untuk rekan-rekannya.

Kane mampu keluar sebagai pencetak gol dan assist terbanyak Premier League 2020/21. Total, Kane berkontribusi dalam 37 gol Spurs dengan rincian 23 gol dan 14 assist.

Ada juga Jordan Henderson yang menjadi kerangka Inggris di Piala Eropa 2020. Pemain Liverpool ini akan menjaga keseimbangan serta menjadi pengalir bola ke lini depan.

Kemampuan passing serta visi bermain yang ciamik memudahkan Henderson bisa melakukan dua hal tersebut. Ia juga akan dibantu dengan Declan Rice yang akan lebih menjaga kedalaman serta memutus serangan lawan.

Dua nama senior itu akan dibantu oleh anak-akan muda yang tengah naik daun. Skuad Inggris ini menjadi skuad dengan rata-rata usia termuda setelah Turki, yakni 25,2 tahun.

Salah satu yang tengah bersinar adalah Phil Foden. Pemain muda terbaik Premier League musim ini bisa menjadi pilihan Southgate untuk memecah kebuntuan.

Kemampuan Foden yang bisa bermain di banyak posisi di lini depan menjadikannya sosok penting yang dibawa Southgate. Foden piawai bermain sebagai false nine, bisa juga sebagai winger dan gelandang di belakang penyerang.

Sebagai pemain muda Foden memiliki atribut yang lengkap. Ia berani untuk melakukan akselerasi dan melewati lawan. Umpan serta penyelesaian akhirnya di depan gawang juga cukup ciamik.

Bersama Timnas Inggris, Foden sudah tampil sebanyak enam kali. Sudah ada dua gol yang dibuat pemain berusia 21 tahun itu bersama Three Lions.

Inggris juga memiliki Bukayo Saka. Sama seperti Foden, Saka bisa bermain di beberapa posisi. Di bawah Southgate, Inggris kerap bermain dengan pola 3-5-2, 3-4-3, atau 4-3-3. Nah, Saka bisa bermain di posisi winger atau wing back dalam pola ini.

Urusan bertahan, Saka sudah memiliki pengalaman di Arsenal. Di musim 2019/20, Saka beberapa kali dimainkan sebagai bek sayap kiri. Saka bahkan bisa menggeser posisi Sead Kolasinac yang aslinya berposisi bek sayap kiri.

Saka juga agresif dalam membantu serangan. Pemain berkaki kidal itu mampu mengemas lima gol dan tiga assist bersama Arsenal musim ini. Bersama Inggris, Saka juga sudah membuat gol. Satu gol dibuatnya ketika Inggris menang 1-0 atas Austria di uji tanding jelang Piala Eropa.

Selain dua pemuda yang tengah naik daun, Inggris memiliki pemain yang sedang matang-matangnya. Dominic Calvert-Lewin salah satunya.

Bermain di posisi penyerang, Calvert-Lewin bisa menjadi alternatif lain kala serangan Inggris mandek. Pemain Everton itu tak cuma jago dalam duel udara. Ia juga pintar dalam mengambil posisi untuk menerima umpan.

Eks pelatih Everton, Carlo Ancelotti, menyebut Calvert-Lewin serupa Filipo Inzaghi. 

"Saya pernah memiliki penyerang yang fantastis dalam diri Inzaghi. Seorang penyerang harus fokus di dalam kotak penalti, saya rasa Calvert-Lewin sangat memahami itu. Dia memiliki kecepatan, lompatan tinggi, dan kekuatan," ucap Ancelotti.

Karakter ini yang membuat Calvert-Lewin dipilih Southgate ketimbang Ollie Watkins. Penyerang berusia 24 tahun itu juga menyumbangkan 16 gol untuk Everton di Premier League musim ini.

Foden, Saka, dan Calvert-Lewin mungkin tak menjadi starter di Piala Eropa kali ini. Ketiganya bisa hadir kala Inggris berada dalam kebuntuan membuat gol.

****

Southgate memiliki opsi melimpah dan cocok dengan pola yang ingin diterapkan. Kansnya untuk menebus kesalahan 25 tahun lalu bisa saja terwujud di Euro edisi kali ini.

Di Piala Eropa 2020, Inggris tergabung dengan grup yang relatif bisa mereka tumpaskan. Ada Kroasia, Republik Ceko, dan Skotlandia yang bersama Inggris di Grup D.

Dengan variasi skuat yang apik, tak heran Inggris dijagokan menjadi juara di Piala Eropa 2020. Paling tidak, mereka bisa melaju hingga semifinal, seperti di Piala Dunia 2018.