Perjalanan Marcos Senna

Foto: @villarrealvausa

Berangkat tanpa nama, Marcos Senna berhasil menutup semua perjalanannya dengan rasa bangga.

Ada nama Marcos Senna di balik keberhasilan Villarreal menyihir La Liga.

Apa yang dilakukan oleh Villarreal pada 2004/05 barangkali layak mendapatkan satu tempat dalam buku sejarah La Liga. Villarreal mungkin gagal menyegel status juara, tapi mereka seolah berhasil menunjukkan bahwa permainan berkelas bukan hanya milik Real Madrid dan Barcelona.

Juan Roman Riquelme adalah pemain yang paling banyak mendapatkan aplaus dari keberhasilan Villarreal saat itu. Ia punya visi bermain jempolan dan terhitung cukup tajam mengingat statusnya hanya gelandang serang.

Setelah Riquelme, ada Diego Forlan. Datang dari Manchester United pada awal 2004/05, ia berhasil menutup musim tersebut dengan torehan 25 gol dari 38 pertandingan. Torehan tersebut menjadi pembuktian mengingat ia datang dengan biaya tak lebih dari 3,2 juta euro.

Villarreal mengandalkan tembok kokoh yang diisi oleh Gonzalo Rodriguez, Javi Venta, Rodolfo Arruabarrena, dan Quique Alvarez di belakang. Mereka juga memiliki kiper muda yang penampilannya terbilang luar biasa, Pepe Reina.

Di balik nama-nama tersebut, Senna menjadi satu kunci permainan yang sering terlupakan. Selayaknya gelandang bertahan lain, Senna jauh dari ingar bingar penghargaan. Orang-orang lebih mengingat Riquelme, Forlan, atau bahkan Reina.

***

Brasil punya sejarah panjang dalam mengekspor pemain depan ke La Liga. Menurut The Guardian, sejarah ini dimulai saat Heraldo Bezerra sukses di Atletico Madrid pada 1970-an. Bezerra juga yang menjadi tonggak naturalisasi pemain Brasil di Spanyol.

Impian untuk mengikuti jejak Bezerra menjadi mimpi Senna. Bermain di Spanyol sudah diinginkannya sejak kecil. Tentu saja, mimpi tersebut berkaitan dengan kehidupan keluarganya yang jauh dari berkecukupan.

Rupanya Tuhan berkehendak lain. Peran sebagai gelandang bertahan membuatnya tak jadi bidikan klub-klub besar Spanyol. Di Brasil, Senna bahkan tidak diperhitungkan sebagai pemain yang punya kualitas.

Bermain di Spanyol perlahan pupus dari cita-cita Senna. Yang ia bisa pikirkan kini hanya terus mendapatkan kesempatan bermain sepak bola sambil mendapatkan bayaran. Pindah ke klub yang punya nama besar di Brasil hanya bonus.

Pada akhir 2001, Senna dibuang oleh Juventude karena dinilai tidak cukup memuaskan. Senna baru bermain selama satu musim di sana. Ia lantas memilih untuk mengikuti seleksi di klub papan bawah bernama Sao Caetano.

Nama Senna meroket di Sao Caetano. Beberapa pencari bakat dari Rusia dan Spanyol bahkan beberapa kali menyempatkan hadir saat Sao Caetano bertanding. Pada musim panas 2002, Senna resmi bergabung Villarreal dengan transfer senilai 600 ribu euro.

Menurut jurnalis AS, Javi Mata, bidikan utama Villarreal sebenarnya adalah Gilberto Silva, bukan Senna. Villarreal bahkan sudah menjalin kesepakatan lisan dengan klub pemilik Gilberto, Atletico Mineiro, beberapa hari menjelang Piala Dunia 2002.

Namun, kesepakatan tersebut runtuh setelah Gilberto Silva tampil apik di Piala Dunia 2002. Mineiro yang tidak mau merugi, membatalkan kesepakatan tersebut. Mereka lantas menaikkan biaya transfer Gilberto dan memilih untuk menerima tawaran Arsenal.

“Tidak ada yang salah dengan keputusan Villarreal memilih Gilberto. Yang saya pikirkan saat saya bergabung di sini adalah saya menjadi diri sendiri dan memberikan yang terbaik untuk tim ini," kata Senna.

Musim perdana Senna di Villarreal tak berakhir menyenangkan karena ia lebih banyak menghabiskan waktu di ruang perawatan. Menjelang dimulainya musim kedua, salah satu staf Villarreal meminta Senna mengganti nomor punggung agar cedera tidak lagi menimpanya.

“Tidak ada yang aneh saat saya memilih nomor 19 saat dikenalkan oleh Villarreal. Setelah acara tersebut, ada salah satu petinggi klub yang mendatangi saya dan meminta saya mengganti nomor punggung karena nomor 19 dianggap angka sial,” kata Senna dalam buku 'Spain: The Inside Story of La Roja’s Historic Treble'.

Peran Senna baru kelihatan pada 2004/05 dengan terlibat dalam 39 pertandingan di semua ajang. Dimainkan di pos gelandang bertahan bersama Josico, keduanya membentuk duo yang seakan tidak pernah kehabisan tenaga.

Tak bisa dimungkiri bahwa Manuel Pellegrini berperan atas penampilan istimewa Senna saat itu. Meski Senna seorang gelandang bertahan, tapi ia punya kemampuan untuk membantu serangan dan hal itu sempat membuat Pellegrini gumun.

Senna membawa Villarreal finis di urutan ketiga La Liga dan menjuarai Piala Intertoto 2004/05. Pada musim berikutnya, mereka mampu menembus semifinal Liga Champions 2005/06 dan menjadi prestasi terbaik mereka di ajang tersebut sejauh ini.

Senna, seperti halnya pemain yang tengah bersinar, menjadi sasaran klub-klub besar Eropa. Manchester United datang beberapa hari setelah kontraknya diketahui akan habis satu musim lagi. United bahkan sempat mengadakan pertemuan dengan agen Senna dan petinggi Villarreal.

“Saya tahu mereka telah menjalin kesepakatan dengan United. Namun, saat itu istri saya tengah hamil dan kami baru saja menjalani musim yang luar biasa. Tawaran United memang sayang untuk dilewatkan, tapi saya percaya tim ini bakal lebih baik di musim depan,” kata Senna.

Tanpa sepengetahuan agen dan petinggi Villarreal tersebut, Senna mengatur pertemuan dengan Pellegrini. Dari pertemuan tersebut, Senna yakin untuk bertahan dan menandatangani kontrak baru berdurasi tiga musim di Villarreal.

Pada tahun tersebut, Senna juga mendapatkan paspor Spanyol. Ia juga diikutsertakan oleh pelatih Luis Aragones pada Piala Dunia 2006. Keputusan Senna memperkuat Spanyol ditentang oleh sebagian kerabat dan menganggapnya lupa tanah leluhur.

“Saya sempat berpikir bermain untuk Timnas Brasil. Namun, sejauh ini tidak ada upaya yang mereka lakukan. Terserah mereka mau berbicara apa, yang jelas saya bangga bisa mengenakan seragam ini,” terang Senna.

Euro 2008 menjadi gelaran akbar kedua yang dilakoni Senna di Timnas Spanyol. Masih di bawah kendali Aragones, Senna menjadi pilihan utama di pos gelandang tengah bersama Xavi, Andres Iniesta, dan David Silva.

Senna hanya absen dalam satu pertandingan, yakni ketika menghadapi Yunani pada pertandingan ketiga fase grup. Partai tersebut bahkan tidak lagi berpengaruh karena Spanyol telah dipastikan lolos ke babak perempat final.

Pilihan Aragones untuk terus memainkan Senna sempat dikritik banyak pihak. Hal ini dikarenakan adanya nama Xabi Alonso di pos gelandang bertahan. Aragones bergeming. Ia tetap memilih Senna sebagai pemain utama alih-alih Alonso.

Keputusan Aragones tidak keliru. Senna menjadi kunci lini tengah Spanyol. Di ujung kompetisi, Senna berhasil membawa Spanyol juara Euro untuk kali kedua. Sebagai bonus, ia masuk ke dalam Team of The Tournament.

***

Di luar lapangan, Senna dikenal sebagai umat Kristiani yang taat. Forlan bahkan berkata bahwa Senna menghabiskan lebih banyak waktu untuk berdoa ketimbang nongkrong bersama rekan satu tim setelah latihan.

Pada 2008, Senna mendirikan klub bernama Evangelico FC bersama Raul Albiol dan Guillermo Franco. Ia menuturkan bahwa klub ini didirikan untuk membantu anak-anak Kristiani yang memiliki latar belakang tidak mampu untuk mewujudkan cita-citanya sebagai pesepak bola. 

Senna kini sibuk mengurus Marcos Senna Foundation, lembaga nirlaba yang bertujuan menjauhkan anak-anak Brasil dari dunia gangster dan mendekatkan mereka ke sepak bola. Ia juga menghabiskan sebagian harinya sebagai ambassador La Liga.