Pratinjau AC Milan v AS Roma: Transisi Cepat vs Kerapatan Antarpemain

Foto: Twitter @ACMilan

AC Milan jago dalam melakukan transisi cepat, sementara AS Roma terkenal bermain rapat --meski tidak melupakan dinamisme permainan. Siapa bakal menang?

Semestinya, duel ini menjadi duel antara dua tim yang belum terkalahkan di Serie A musim ini. Sayang, AS Roma melakukan sebuah tindakan konyol.

Pada pekan pertama musim ini, Roma mengakhiri pertandingan melawan Hellas Verona dengan hasil imbang tanpa gol. Namun, eror dalam proses registrasi pemain membuat I Lupi tertunduk.

Roma memainkan Amadou Diawara pada laga tersebut. Meskipun tidak terdaftar di dalam skuat, Diawara, kala itu, masih terdaftar dalam list pemain U-22, kendatipun sudah berusia 23 tahun pada Juli 2020.

Karena sudah berusia 23 tahun, Diawara semestinya sudah tidak bisa dimasukkan ke dalam list pemain U-22. Oleh karena itu, ia harus didaftarkan pada list yang tepat untuk bisa dimainkan.

Roma beralasan bahwa itu adalah kesalahan teknis semata. Namun, Sky Sports Italia mengabarkan bahwa sudah mendapatkan peringatan soal problem tersebut pada software yang dikelola oleh Lega Serie A.

Roma bersikukuh. Toh, menurut mereka, kesalahan tersebut tidak memberi pengaruh apa-apa pada pertandingan. Namun, Serie A berkata lain: Roma dinyatakan kalah 0-3.

***

Lawan Roma pada pekan ini, Selasa (27/10/2020) dini hari WIB, adalah AC Milan, si pemuncak klasemen Serie A dengan catatan yang layak untuk mendapatkan tepuk tangan: Empat kali main, empat kali menang.

Selain itu, Milan sudah mencetak 9 gol dan baru 1 kali kebobolan. Meskipun catatan gol mereka bukanlah yang terbaik —malah, yang paling minim di antara tim-tim yang duduk di lima besar sejauh ini—, catatan defensif mereka adalah yang terbaik.

Untuk pencapaian tersebut, kami meminta Stefano Pioli untuk berdiri dan menerima penghormatan dari penggemar sepak bola sekalian. Pioli tak hanya berhasil memaksimalkan kemampuan terbaik pemain-pemain Milan, tetapi juga melakukan tweak untuk meminimalisir ancaman lawan.

Ambil contoh pada laga melawan Inter pada pekan keempat. Pioli paham bahwa La Beneamata adalah tim yang bermain dengan kerapatan dan senang melakukan overload dari area tengah. Oleh karena itu, menyerang dari sayap jadi salah satu opsi untuk Milan.

Hal tersebut tergambar lewat skema gol kedua Milan. Hakan Calhanoglu —yang distribusi bolanya begitu apik musim ini—, memberikan sebuah umpan kunci. Dengan cepat mengoper bola kepada Rafael Leao yang berada di sisi kiri.

Leao, yang minim penjagaan, lantas melepaskan umpan silang ke arah tiang jauh tempat Zlatan Ibrahimovic berada. Karena dua bek Inter tertarik ke arah sisi kiri serangan Milan, Ibrahimovic pun memiliki space yang cukup luas. Alhasil, begitu menerima umpan dari Leao, ia langsung melepaskan sepakan kaki kanan.

Ada dua hal yang menjadi kunci pada proses gol tersebut. Pertama, Milan piawai melakukan transisi cepat dari bertahan ke menyerang —ini amat efektif, mengingat Inter kala itu melakukan pressing ketat hingga ke daerah pertahanan Milan yang akhirnya justru menjadi bumerang. Kedua, Calhanoglu tidak membutuhkan banyak sentuhan untuk mengkreasikan peluang buat Milan.

Gelandang asal Turki itu layak untuk kami kedepankan. Sempat kesulitan tampil maksimal karena dimainkan di berbagai posisi yang bukan tempat naturalnya (mulai dari gelandang tengah hingga penyerang sayap kiri), Calhanoglu kini kembali bermain sebagai gelandang serang tepat di belakang striker. Ini menjadi salah satu kunci performa tokcernya musim ini.

Dengan bermain sebagai gelandang serang tepat di belakang penyerang, Calhanoglu bisa dengan cepat melepaskan operan-operan vertikal ke final third ataupun membagi bola ke area sayap yang biasanya ditempati Leao atau Alexis Saelemaekers.

Calhanoglu bermain dinamis dan mendapatkan kebebasan karena tak perlu pusing untuk memikirkan area yang berada di belakang dirinya. Duet gelandang poros, Franck Kessie dan Ismael Bennacer, senantiasa bermain disiplin untuk memberikan cover sekaligus melindungi back-four Milan.

Terbukti dari 4 kali tampil di Serie A musim ini (dengan 289 menit tampil), Calhanoglu rata-rata membuat 2,3 umpan kunci per laga. Persentase keberhasilan operannya mencapai 82,1% (dengan rata-rata 42 operan per laga). Ini menunjukkan bahwa Calhanoglu memang bermain efektif sejauh ini.

Foto: Twitter @HakanC10

Repotnya buat Milan, kondisi kebugaran Calhanoglu tengah diragukan. Ia mengalami cedera engkel pada saat latihan. Imbasnya, eks gelandang Bayer Leverkusen itu tak ambil bagian kala Milan mengalahkan Celtic 3-1 di Liga Europa.

Kabar baiknya, Milan sudah berusaha mempercepat proses pemulihan Calhanoglu sehingga ada kemungkinan besar ia tetap tampil sebagai starter pada laga melawan Roma. Kalau Calhanoglu absen, kemungkinan besar posisinya akan diambil alih oleh Brahim Diaz.

Diaz memang belum secemerlang Calhanoglu. Sejauh ini, ia baru tampil 3 kali dengan 173 menit bermain di Serie A. Hasilnya, ia baru menorehkan rata-rata 1 umpan kunci per laga.

***

Pelatih Roma, Paulo Fonseca, punya kebiasaan menyusun timnya untuk bermain narrow (rapat). Ketika ia memainkan formasi 4-2-3-1 (formasi favoritnya musim kemarin), para pemain ofensif yang mengisi area tepi bukanlah para pemain sayap, melainkan para gelandang serang.

Ini tak lepas dari keinginan Fonseca untuk menerapkan permainan dinamis via operan-operan pendek. Kendati begitu, Fonseca bukanlah pelatih rigid yang tidak punya plan b.

Pada sejumlah kesempatan menjelang akhir musim kemarin, juga pada mayoritas musim ini, Fonseca memilih untuk memainkan formasi 3-4-2-1. Boleh dibilang, Fonseca cukup lentur secara taktikal tanpa harus menanggalkan filosofi utamanya.

Dengan bermain pada formasi 3-4-2-1, ia masih bisa membuat timnya bermain narrow, tetapi tidak melupakan sisi lapangan. Selain bermain dengan wingback, Roma juga bisa menjaga keunggulan jumlah di lini tengah dengan kehadiran dua orang gelandang bertahan plus dua gelandang serang yang menopang seorang striker tunggal.

Dengan formasi ini, Roma biasa menekan lewat lima channel: Sayap kiri, sayap kanan, half-space kiri, half-space kanan, dan tengah. Kedua pos half-space biasanya akan dieksploitasi oleh dua gelandang serang yang bermain di belakang penyerang. Sementara, satu gelandang poros (biasanya Jordan Veretout) tampil lebih dinamis dan terlibat dalam build-up serangan di tengah dan final-third.

Catatan WhoScored menunjukkan, Roma lebih dominan menyerang dari sisi kiri lapangan (38%). Jumlah tersebut lebih banyak jika dibandingkan dengan serangan dari tengah (34%) dan kanan (28%).

Yang menarik, Milan juga cukup dominan menyerang dari sisi sayap —dalam hal ini dari sayap kanan (sebesar 39%). So, ada kemungkinan kedua tim akan berbentrokan pada sisi yang sama kali ini.

Meski begitu, Fonseca mesti mewaspadai Pioli. Seperti yang sudah kami sebut, Pioli bisa melakukan tweak untuk meminimalisir ancaman lawan. Pada laga melawan Inter, ia menerapkan pressing —ya, Milan juga merupakan tim yang cukup sering melakukan pressing— supaya Nerazzurri melepaskan umpan direct ke arah Romelu Lukaku.

Oleh karena itu, Milan sebetulnya juga rentan menghadapi serangan balik. Apabila Roma bisa melakukan kombinasi cepat antarpemain (seperti yang dilakukan Inter via Lukaku, Lautaro Martinez, dan Nicolo Barella), mereka bisa memukul Milan.

Di sisi lain, apabila Roma tak dispilin dalam menjaga kerapatan antarpemain, Milan bisa menghukum mereka lewat transisi cepat, mengingat Rossoneri memiliki Calhanoglu yang bisa mendistribusikan bola tanpa basa-basi.

====

*Laga AC Milan vs AS Roma akan berlangsung di Stadion San Siro, Selasa (27/10/2020) dini hari pukul 02:45 WIB. Anda bisa menyaksikan laga ini via BeIN Sports 2.

====

*Catatan Editor: Sebelumnya, terjadi kesalahan penamaan pemain, 'Emerson Leao'. Yang tepat: Rafael Leao. Demikian kesalahan tersebut telah kami perbaiki.