Pratinjau Manchester United vs Chelsea: Situasi Serbasulit The Blues

Chelsea saat bertanding di Liga Champions tengah pekan ini. Foto: Twitter @ChelseaFC

Masalah Chelsea bukan cuma sektor pertahanan, tetapi juga penyerangan.

Laga yang diprediksi bakal berjalan alot datang lagi di Premier League 2020/21. Sabtu (24/10), giliran Manchester United yang kebagian tugas menjamu Chelsea.

Ketimbang tamunya, kondisi psike United sepertinya lebih menjanjikan. Setelah menang 4-1 atas Newcastle United di Premier League, pasukan Ole Gunnar Solskjaer merengkuh kemenangan pertama di Liga Champions 2020/21.

Lawannya juga tak main-main, finalis musim lalu. Laga di Parc des Princes tersebut selesai dengan kemenangan 2-1 untuk United. Sekali lagi United bersorak-sorai di Paris.

Chelsea tidak sedang baik-baik saja. Lima pertandingan terakhir mereka di seluruh kompetisi tidak ada yang tuntas dengan kemenangan, mulai dari melawan West Bromwich sampai Sevilla.

Isu pendepakan Frank Lampard bahkan belakangan santer terdengar. Tak berlebihan jika laga di Old Trafford kali ini disebut sebagai hidup dan mati Lampard. Jika Chelsea gontai lagi, bukan tak mungkin sang legenda diusir dari rumahnya sendiri.

Di antara sekian banyak keluhan soal kepemimpinan Lampard, yang paling kentara--setidaknya belakangan ini--adalah pendekatan taktiknya yang itu-itu saja. Sebaliknya, Solskjaer tidak bisa disebut sebagai pelatih yang miskin taktik.

Mungkinkah United Mengobrak-abrik Chelsea di Old Trafford?

Persoalan lawan adalah kabar baik. Dalam hal ini, tren buruk sektor pertahanan Chelsea seharusnya jadi kesempatan emas buat United untuk memperpanjang hari-hari adem-ayem tanpa olok-olok. Kebobolan masing-masing tiga gol melawan West Bromwich dan Southampton jelas tidak bisa disebut sebagai kebetulan. Lagi pula West Brom kan tim promosi musim ini.

Meski kemungkinan besar bakal diperkuat oleh bek kawakan macam Thiago Silva sejak awal, bukan berarti pertahanan Chelsea bakal kokoh. Menengok performa Silva di laga melawan Sevilla, rasanya ia masih diragukan untuk menang melawan kecepatan pemain United--karena Martial absen, sepertinya bakal Mason Greenwood--saat dipancing bertarung di garis pertahanan tinggi.

Apa yang dilakukan Solskjaer saat melawan PSG seharusnya bisa diterapkan kembali di laga ini. Permainan United bisa saja kembali ganas jika menerapkan skema 3-4-3 yang lebih fleksibel yang lebih mirip dengan 3-4-1-2: Mengubah skema tiga bek bek jadi empat bek menguasai bola dan lima bek saat bertahan.

Silakan caci-maki Luke Shaw jika ia tidak bisa mengulangi performa di Liga Champions-nya. Toh, tampaknya kali ini United juga bakal diperkuat kembali oleh Alex Telles. Keberadaan Telles membantu Shaw karena ia jadi bisa bermain sebagai bek tengah--yang menguasai area kiri--ketimbang memaksakan diri menjadi bek sayap. Tampaknya Shaw juga lebih nyaman bermain di posisi tersebut.

Pemosisian demikian diperkirakan memberi sejumlah pilihan umpan kepada United, terutama saat Shaw sedang menguasai bola. Opsi paling memungkinkan adalah dengan memanfaatkan Telles yang bermain melebar. 

Telles yang tampil sebagai wingback kiri memberikan sentuhan berbeda bagi Setan Merah. Opsi umpan United jadi tak melulu soal Rashford yang turun atau Fernandes yang berlari vertikal saat Marcus Rashford dan Mason Greenwood mengawal pemain bertahan lawan. Telles sepertinya bakal bisa diandalkan untuk membangun serangan dengan melepas crossing dari kiri ke kotak penalti.

Jika skenario-skenario tersebut dapat dijalankan tanpa eror, bukan tak mungkin United dapat dengan leluasa mengacak-acak pertahanan Chelsea. Apalagi, saat bertahan, formasi 4-2-3-1 andalan Lampard acap menyisakan lubang di antara garis pertahanan dan sektor gelandang.

Selain itu, duet gelandang bertahan Chelsea, Kante dan Jorginho, belakangan juga tidak jago-jago amat dalam menyaring serangan. Alih-alih melapisi pertahanan, keduanya malah bermain terlalu tinggi dan bergerak ke area pertahanan lawan. Tanpa pemain yang berpatroli di depan bek, lawan leluasa berkreasi di area sepertiga akhir Chelsea.

Persoalan Chelsea Bukan Cuma Pertahanan


Apes, persoalan Chelsea bukan cuma pertahanan, tetapi juga lini serang. Dalam formasi 4-2-3-1, Lampard menginstruksikan Christian Pulisic, Kai Havertz, dan Mason Mount bermain di belakang Timo Werner.

Kecenderungannya, saat timnya menguasai bola, Werner akan mengambil posisi jauh dari bola untuk memberikan ruang bagi Havertz. Keputusan ini tricky. Jika Havertz tak cukup cepat atau Mount dan Pulisic mengambil posisi di garis yang sama dengan manuver serupa pula, ada kemungkinan serangan mereka bakal diputus oleh United. Toh, pemosisian tak ideal ini muncul beberapa kali ketika Chelsea bertanding melawan Sevilla di Liga Champions.

Solskjaer bisa saja meminta bek kirinya untuk mengawal Werner dan bek tengah untuk mengacaukan pergerakan gelandang serang sisi kanan Chelsea. Catatannya, tentu saja tak boleh ada eror yang dilakukan para bek, termasuk bek tengah--entah Victor Lindeloef atau Harry Maguire. Nah, kalau skenario ini berjalan lancar, giliran Shaw yang menutup pergerakan Havertz.

Jika terjadi, situasi itu sama dengan marabahaya bagi Chelsea. United yang memiliki banyak pemain ofensif cepat bisa saja langsung mengambil alih permainan, terlebih kecenderungannya, saat menguasai bola dan membangun serangan, kedua fullback Chelsea ikut maju. Kalau terlambat kembali ke posisi awal dalam situasi demikian, ya, celaka.