Redupnya Chiesa Bukan Salah Allegri Semata

Federico Chiesa sedikit menurun musim ini. (Instagram/@fedexchiesa)

Setelah bersinar bersama Timnas Italia di Piala Eropa, sinar Federico Chiesa sedikit meredup. Siapakah yang patut disalahkan?

Federico Chiesa menyudahi musim panas 2021 dengan sekeping medali emas dan segudang pujian. Selama kurang lebih satu bulan, Chiesa menunjukkan kepada dunia bahwa dia adalah masa kini dan masa depan sepak bola Italia. Kegesitan, kecepatan, keuletan, dan ketajaman Chiesa adalah salah satu alasan mengapa Gli Azzurri sukses menaklukkan Eropa untuk kali pertama sejak 1968.

Seusai turnamen, nilai Chiesa meningkat drastis. Oleh CIES, dia dinobatkan menjadi pemain Italia paling berharga saat ini. Dengan nilai 88,3 juta paun, Chiesa sekaligus menjadi pemain Italia paling berharga sepanjang sejarah. Nilainya naik lebih dari dua kali lipat dibanding musim sebelumnya dan tak heran bila orang-orang berharap banyak darinya.

Di antara yang berharap banyak pada Chiesa, sebagian besarnya adalah para tifosi Juventus. Pasalnya, pada awal musim ini, Juventus ditinggalkan Cristiano Ronaldo yang memilih mudik ke Manchester United. Selain itu, Paulo Dybala yang sempat digadang-gadang jadi bintang masa depan terlalu sering berurusan dengan cedera. Maka, tumpuan jatuh pada Chiesa.

Bagi para tifosi Juventus, berharap pada Chiesa bukan hal muluk. Selain karena penampilan apiknya selama Piala Eropa, Chiesa juga telah menunjukkan kapasitasnya sepanjang musim 2020/21. Di bawah asuhan Andrea Pirlo, pemain kelahiran 1997 itu berhasil mengemas 16 gol dan 10 assist bagi Si Nyonya Tua. Chiesa pun jadi pemain terproduktif kedua di Juventus setelah Ronaldo.

Akan tetapi, sampai pertengahan musim 2021/22 ini, Chiesa belum bisa memenuhi harapan para suporter. Dari 16 kali bermain, pemuda asal Genova itu baru bisa menorehkan 3 gol dan 3 assist. Rangkaian cedera yang dialaminya musim ini jelas tidak membantu. Akan tetapi, ada satu hal lain yang turut menyumbat letupan-letupan Chiesa: Massimiliano Allegri.

Secara terang-terangan, Chiesa memuji peran Pirlo atas keberhasilannya musim lalu. Menurut pemain bertinggi 180 cm ini, Pirlo tak cuma memberinya kepercayaan, tetapi juga bimbingan secara konstan. Kata Chiesa, Pirlo selalu memberinya saran baik saat bertahan maupun menyerang.

Selain itu, cara Pirlo memainkan Chiesa juga membantu si pemain untuk menunjukkan kemampuan terbaik. Di atas kertas, formasi yang paling kerap digunakan Pirlo adalah 4-4-2. Akan tetapi, pada praktiknya, dalam fase menyerang, susunan pemain berubah menjadi 3-3-4 atau 3-4-3. Chiesa yang acap dimainkan sebagai gelandang kanan pun mendapat keuntungan karena, saat menyerang, dia bisa berada lebih dekat dengan gawang lawan.

Di bawah Allegri, formasi yang paling kerap digunakan juga 4-4-2. Chiesa pun masih dipercaya untuk bermain di sayap. Akan tetapi, formasi 4-4-2 Allegri tidak pernah berubah wujud seperti milik Pirlo saat menyerang. Alhasil, Chiesa pun lebih banyak terisolasi di sayap dan semakin jauh saja dari gawang lawan. Padahal, sudah jelas terlihat bahwa kakak pemain Fiorentina U-18, Lorenzo, itu punya kemampuan mencetak gol yang hebat.

Allegri sendiri punya alasan mengapa dia memainkan gelandang sayap statis dalam formasi 4-4-2. Dia paham bahwa Juventus tidak memiliki gelandang tengah berkualitas dalam jumlah banyak. Maka, dia menggunakan pemain sayapnya, termasuk Chiesa, untuk menutupi kekurangan itu.

Kebetulan, Chiesa bukan cuma pemain yang hebat dalam menyerang. Dia juga punya determinasi tinggi untuk mengejar lawan yang menguasai bola sampai belakang. Ini terbukti dari catatan tekelnya yang mencapai angka 1,7 per laga selama satu setengah musim berkostum Juventus. Sayangnya, baru sampai sini Allegri bisa memanfaatkan Chiesa.

Terisolirnya Chiesa di sayap itu terlihat dari adanya penurunan output Chiesa saat menyerang. Musim lalu di Serie A, Chiesa bisa mencatatkan 2 tembakan dan 1,5 umpan kunci per partai. Musim ini, dia cuma bisa menorehkan 1,5 tembakan dan 1,2 umpan kunci. Statistik yang meningkat hanyalah jumlah dribel sukses (dari 1,6 menjadi 1,7) dan itu adalah konsekuensi logis dari bagaimana dia diutilisasi.

Permasalahan yang dialami Chiesa ini sebenarnya merupakan imbas dari permasalahan lain yang lebih besar di Juventus, terutama buruknya kualitas lini tengah dan bek sayap. Alhasil, Chiesa yang (celakanya) cukup serbabisa itu mesti menggunakan keserbabisaannya dengan cara yang salah. Allegri mungkin merasa dia tak punya pilihan lain tetapi, tetap saja, apa yang dilakukannya tak bisa dibilang benar.

Allegri sendiri sebetulnya memahami bahwa Chiesa punya kemampuan bagus dalam mencetak gol. Buktinya, usai Chiesa mencetak gol kemenangan melawan Chelsea di fase grup Liga Champions, Allegri berkata bahwa pemain bernomor punggung 22 itu bisa jadi penyerang tengah di masa depan. Allegri mungkin benar. Akan tetapi, untuk bisa memenuhi potensinya, Chiesa mesti bermain di lingkungan yang tepat.

Dengan kata lain, manajemen Juventus harus mulai menjadikan Chiesa sebagai tumpuan. Chiesa bukan cuma masa kini dan masa depan Italia tetapi juga masa kini dan masa depan Juventus. Manajemen Juventus mesti membangun tim di sekeliling Chiesa dan itu termasuk mencari pelatih yang bisa mengembangkan potensinya. Sebentar lagi, Chiesa akan memasuki usia matang dan, itulah mengapa, manajemen harus cepat bergerak, sebelum terlambat.