Roda Mungkin tengah Berputar di Hamburg

Foto: FC St. Pauli

St. Pauli selalu berada di bawah bayang-bayang HSV. Namun, roda bisa berputar jika melihat apa yang terjadi (sejauh) musim ini (berjalan).

Media Jerman, NDR, merilis laporan perihal wilayah mana saja di Hamburg yang lebih dominan dihuni fans HSV dan St. Pauli. Hasilnya menunjukkan bahwa St. Pauli mendominasi distrik-distrik pusat kota, di daerah-daerah dekat distrik mereka sendiri. Sementara HSV lebih dominan di pinggiran-pinggiran Hamburg, mencakup area yang lebih luas.

Hasil ini memang masuk akal. Distrik St. Pauli dan Millerntor berada di jantung Hamburg, sedangkan Volksparkstadion markas HSV berada di sisi barat kota, jauh di pinggir. Sebagai gambaran, situasi ini mirip seperti Manchester City dan United. City berada di dekat pusat kota, sedangkan United berkandang di Stretford yang notabene bukan bagian dari Kota Manchester, tapi masih masuk dalam area Greater Manchester.

Pun seperti United, HSV tak hanya punya kandang yang lebih megah, tapi punya sejarah yang lebih besar dan harum. Dan mereka sama-sama punya tetangga yang sedang menyebalkan…

***

St. Pauli, Everton, Torino, Espanyol, 1890 München, dan kau bisa menambah lagi daftar panjang di lis ini. Lis klub-klub yang acap dianggap sebagai klub nomor dua di wilayah mereka, karena kalah secara prestasi atau uang dibanding rivalnya.

Buat sebagian besar penikmat sepak bola, St. Pauli adalah klub kedua di Hamburg setelah HSV. Alasannya sederhana: HSV punya prestasi yang lebih mengilap, punya duit yang lebih banyak. Mereka pernah jadi juara Liga Champions, juara Liga Jerman, punya nama yang lebih besar.

Saat ini, HSV memiliki lebih dari 100 ribu member di seluruh dunia, sedangkan angka St. Pauli hanya sekitar 30 ribuan saja. Sejak HSV terjerembab ke 2. Bundesliga pada 2018 lalu, St. Pauli selalu finis di bawahnya.

Namun, setiap tim kedua juga punya cerita indahnya sendiri. Everton dan Torino pernah berada pada masa di mana mereka jauh lebih baik ketimbang Liverpool dan Juventus. Espanyol dan 1890 München pernah mengejutkan dua raksasa sekota, Barcelona dan Bayern München. Roda dalam sepak bola berputar.

St. Pauli telah eksis lebih dari satu abad silam, tapi nama mereka mencuat setelah menjadi alternatif bagi orang-orang progresif yang geram saat HSV dipenuhi oleh orang-orang beraliran kanan-jauh. Mulai banyak yang berpindah haluan, mendukung St. Pauli, menanamkan ideologi progresif, dan nama klub makin meroket.

Orang-orang mengenal St. Pauli sebagai klub dengan ideologinya, klub alternatif dari berbagai macam hal normatif dan konsumtif di sepak bola modern. Nilai-nilai itu, buat beberapa orang, bisa melebihi HSV. Akan tetapi, kondisi di atas lapangan masih sama. Setidaknya sampai musim lalu. Iya, musim lalu.

Sebab, jika menengok ke tabel klasemen 2. Bundesliga saat ini, St. Pauli masih terus berada di atas HSV. Memang laga derbi selalu acap dianggap sama kuat, karena beragam faktor yang menaungi laga bisa membuat hasil akhir jadi sulit terprediksi. Biasanya derbi adalah pengecualian untuk menilai mana yang lebih superior dan mana yang lebih inferior.

Namun, untuk pertama kali dalam lima tahun terakhir, St. Pauli dianggap menjadi kubu yang lebih superior dibanding HSV. Mereka diunggulkan pada derbi yang berlangsung akhir pekan kemarin, sebab performa dan hasil yang meyakinkan di awal musim ini. Dan sesungguhnya, jalannya laga menunjukkan bahwa anggapan tersebut benar.

St. Pauli sejak awal berhasil mendominasi tetangganya. Mereka mengontrol laga, menciptakan peluang demi peluang, dan sudah unggul 2-0 sebelum laga menyentuh menit 30. Sang kapten Jackson Irvine membuka skor, menyambut sepak pojok dengan penyelesaian yang apik.

Gol kedua kemudian datang dari kesalahan kiper HSV, Daniel Fernandes, yang menyambut bola dari rekannya dengan sepakan ke arah gawang sendiri. Gol yang lucu, tapi gol yang juga menunjukkan bahwa kubu HSV memang berada dalam tekanan—secara permainan maupun mental. Mereka bermain di Millerntor, dan laga dibuka dengan api di tribune selatan tempat Ultra St. Pauli berdiri.

Semua seperti akan berjalan mulus buat St. Pauli malam itu. Sebaliknya, sepanjang babak pertama HSV tak terlihat seperti tim papan atas. Mereka kebingungan mencerna permainan tuan rumah, selalu berada di bawah kontrol. Salju yang turun semakin deras juga seperti bikin para pemain HSV makin sulit mengembangkan permainan.

Akan tetapi, St. Pauli seperti terlena dengan keunggulan dan kontrol mereka. Pada babak kedua HSV tiba-tiba mencetak dua gol dalam kurun tiga menit. Dua gol yang terlihat simpel, juga menunjukkan bagaimana pertahanan St. Pauli sama sekali tidak memiliki ekspektasi bahwa HSV akan menggertak sedemikian buas. Tipikal tim superior.

Dua gol yang disebut Fabian Hürzeler, pelatih St. Pauli, sebagai gol yang tercipta karena para pemainnya tidak berada dalam jarak yang rapat. Sesuatu yang amat jarang ditunjukkan oleh St. Pauli sepanjang musim ini, mengingat mereka amat memerhatikan struktur di setiap fase. Sesuatu yang juga memerlihatkan bagaimana HSV yang kebingungan di babak pertama mampu berubah jauh lebih efektif setelah pergantian pemain.

Sebagai konteks, Pelatih HSV Tim Walter adalah sosok yang dikenal kepala batu. Kekeh terhadap taktiknya, acap dikritik karena tak menawarkan banyak alternatif saat timnya mengalami kebuntuan. Namun, itu berbeda di laga ini. Ia membuat perbedaan yang menghasilkan satu poin penting bagi timnya.

Laga berakhir sama kuat. Dan seperti paragraf saya di awal-awal tulisan: Derbi bisa jadi pengecualian. St. Pauli lebih superior, tapi mereka gagal menang. HSV dianggap akan habis, tapi tiba-tiba melakukan perubahan gemilang. Satu hal yang tak berubah setelah laga ini adalah klasemen, di mana St. Pauli masih berada di atas tetangganya.

***

Sudah hampir 100 tahun berlalu sejak HSV dan St. Pauli bertemu di sebuah pertandingan. Selama hampir satu abad itu, St. Pauli terus berada di bawah bayang-bayang HSV. “6 kali juara Liga, 4 kali juara Piala (DFB Pokal), selalu di divisi utama!,” fans HSV pernah menyanyikan kalimat-kalimat itu saat menghadapi St. Pauli.

Namun, kini HSV sudah tak berada di Bundesliga. Dua musim terakhir asa mereka promosi selalu kandas di fase play-off. Musim ini, asa untuk kembali naik tangga juga masih amat terbuka. Masalahnya, sang tetangga punya angka dan asa yang lebih besar. Yang membuat roda bisa berputar: Mungkin ini waktunya St. Pauli lebih berpendar?