Sama seperti BTS, Son Heung-Min Juga Layak Mendapat Pengakuan Dunia

Visual: Arif Utama

Ketika BTS memuncaki tangga lagu Billboard Hot 100 lewat 'Dynamite', Son Heung-Min memuncaki daftar pencetak gol Premier League. Sudah saatnya Son mendapatkan pengakuan luas.

Satu tahun terakhir hidup saya berkutat dengan BTS. Saya bukan (atau mungkin belum menjadi) ARMY. Itu urusan pekerjaan.

Satu tahun terakhir, saya menjadi orang yang harus tahu segala kabar terbaru perihal grup asal Korea itu. Mulai dari kapan album baru mereka rilis, jadwal peluncuran musik video mereka, hingga penghargaan apa saja yang baru mereka raih. Bahkan saya bisa hafal kapan RM ulang tahun atau apa makanan favorit Jungkook.

Namun, satu hal yang sangat menarik buat saya adalah keberhasilan BTS menjadi pusat perhatian dan mendapat pujian publik dunia. Terutama ketika lagu anyar mereka, 'Dynamite', berhasil memuncaki tangga lagu Billboard Hot 100. BTS adalah artis Korea Selatan pertama yang berhasil melakukan pencapaian gemilang itu.

Memang, prestasi BTS sebelumnya juga sudah banyak banget, tapi puncak Billboard Hot 100 rasanya jadi pelecut tambahan bagi orang-orang di seluruh dunia untuk memalingkan sorot dan melontarkan pujian kepada mereka. Pada kebanyakan kasus, orang Asia yang berhasil mendapat perhatian dan pujian publik dunia biasanya adalah mereka yang mampu mencatatkan prestasi luar biasa. Situasi BTS ini adalah contohnya.

Saat ini, ada juga orang Asia (atau khususnya Korea Selatan) lain, yang rasanya juga layak mendapatkan perhatian dan pujian publik dunia karena prestasinya. Bahkan lebih lagi, karena dia juga punya kisah yang inspiratif. Aksinya bukan di panggung seperti BTS, tetapi di atas rumput lapangan. Namanya adalah Son Heung-Min.

***

Semua bermula dari kerja sama Asosiasi Sepak Bola Korea Selatan (KFA) dan Hamburg SV, 12 tahun yang lalu. Kala itu KFA berkesempatan mengirimkan pemuda terbaiknya untuk menimba ilmu sepak bola di Hamburg. Ada tiga pemuda yang saat itu KFA kirim, salah satunya adalah Son.

Bukan tanpa alasan Son terpilih. Sejak belia dia sudah menunjukkan bakat besar yang ditambah kerja keras dalam sesi latihan maupun pertandingan. Terlebih, dia mendapat gemblengan khusus dari sang ayah--yang kebetulan juga mantan pesepak bola--untuk semakin disiplin dan menjadi lebih baik.

Proses menimba ilmu di Jerman itu lalu berlangsung selama dua tahun. Dua pemuda lain kemudian dipulangkan ke Korea Selatan, sedangkan satu yang tersisa mendapat debut profesionalnya. Son tentu saja adalah pemuda yang tersisa. Pada Oktober 2010, pria kelahiran Seoul itu mencatatkan debut Bundesliga untuk Hamburg pada usia 18 tahun.

Pada usia sebelia itu, ia juga sudah mendapat pujian dari banyak pihak. Salah satunya dari seniornya di Hamburg saat itu, Ruud Van Nistelrooy. "Setelah satu sesi latihan, Anda akan bisa melihat bahwa dia memiliki sesuatu yang spesial. Son adalah masa depan," begitu ujar eks pemain Manchester United tersebut tentang Son.

Waktu kemudian berlalu di Hamburg. Pada musim 2012/13 Son mencatatkan musim terbaiknya di kota pelabuhan itu dengan mencatatkan 12 gol dan 2 assist. Setelah itu, dia hengkang ke Bayer Leverkusen yang mau memboyongnya dengan banderol 10 juta euro meski saat itu usianya masih 20 tahun.

Di Leverkusen, nama Son semakin melejit. Dalam dua musim pertamanya dia mampu mencetak dua digit gol dan menjadi salah satu talenta yang sangat diperhitungkan di Bundesliga. Karena itu, ketika menginjak tahun ketiga di Leverkusen, Tottenham Hotspur datang untuk meminangnya. Pria kelahiran 8 Juli 1992 itu pun memutuskan pindah ke London.

Namun, situasi tak langsung menyenangkan. Setelah semusim bermain di Tottenham, Son tak kerasan. Dia mengetuk pintu kantor Mauricio Pochettino (Manajer Tottenham kala itu) dan menyatakan niat kembali ke Jerman. Pochettino tak mengizinkan. Dia masih percaya dengan Son, terlebih karena sang pemain menunjukkan etos kerja tinggi di sesi latihan.

Sejak musim 2016/17, musim keduanya di Tottenham, Son mulai mendapat kepercayaan jadi penggawa inti. Dia bermain dari pekan ke pekan, dan seiring berjalannya waktu, Son pun jadi salah satu pemain yang paling diandalkan oleh Pochettino. Bahkan ketika menjejak final Liga Champions pada musim 2018/19, Son adalah salah satu kunci keberhasilan "Bunga Lili Putih".

Pochettino sudah tak menjabat lagi, kursi manajer sudah diisi Jose Mourinho. Meski demikian, tempat Son belum terganti. Dia masih pilar inti dan andalan Spurs. Itu kemudian terlihat jelas pada musim ini di mana pendar Son terlihat semakin terang saja. Bayangkan, dari enam penampilan awal di Premier League musim ini, Son sudah mencetak 8 gol. Dia hanya butuh tiga gol lagi untuk menyamai pencapaian golnya musim lalu.

Pemain bertinggi 1,83 meter itu pun sedang memuncaki daftar top-skorer Premier League dan dijagokan akan meraih sepatu emas pada akhir musim nanti. Tentu saja itu bukan tanpa alasan. Son semakin matang musim ini, pergerakannya semakin gesit, pengambilan keputusannya semakin tepat, dan naluri mencetak golnya semakin tinggi.

Terlebih lagi, sistem yang Mourinho terapkan membuat Son semakin berkembang. Musim ini, pemilik empat gelar pesepak bola terbaik Korea Selatan itu diplot menjadi pemain terdepan Spurs--seiring peran Harry Kane yang lebih rajin mundur ke belakang. Kecepatan Son pun bisa dimaksimalkan dengan baik dan, dengan permainan Tottenham yang direct, peluang pun semakin banyak hadir untuknya.

Statistik telah membuktikannya. Selain jumlah gol, angka tembakan tepat sasaran Son pun meningkat. Musim ini dia mencatatkan 1,9 tembakan tepat sasaran per 90 menit di Premier League, tertinggi dibanding musim-musim sebelumnya. Pada musim lalu, misalnya, dia hanya mencatatkan 1,4 tembakan tepat sasaran per 90 menit.

Son, dengan apa yang dilakukan dan dicatatkannya, menunjukkan bahwa dia saat ini bukan hanya jadi salah satu pemain terbaik di Premier League, tetapi rasanya juga di dunia. Apalagi ketika pada akhir musim nanti dia benar-benar merengkuh gelar top-skorer Premier League.

***

Foto: Twitter @SpursOfficial

Memuncaki daftar top-skorer Premier League (meski Son masih sementara) mungkin sama hebat dan bergengsinya dengan memuncaki daftar Billboard Hot 100. Premier League adalah salah satu liga sepak bola paling bergengsi di dunia, pun begitu dengan Billboard Hot 100 yang merupakan salah satu tangga lagu paling bergengsi dalam sejarah.

Namun, yang membuatnya lebih spesial adalah jarang ada sosok Asia yang mampu memuncaki kedua daftar tersebut. Karenanya, apa yang dilakukan BTS dan Son adalah prestasi yang layak diberi aplaus lebih. Pun, di luar daftar itu, kedua pihak sama-sama punya prestasi yang tak kalah mencerlang.

BTS, kita tahu, punya prestasi segudang di bidang musik. Sementara Son, selain menghitung runner-up Liga Champions dan medali emas Asian Games, juga punya prestasi individu yang banyak. Dia lima kali menjadi Pesepak Bola Terbaik Asia, dua kali jadi Pemain Terbaik Tottenham Hotspur, dan dua kali juga jadi Pemain Terbaik Bulanan Premier League.

Sama halnya dengan BTS, kisah Son pun tak kalah inspiratif. BTS terkenal sukses dengan bermodalkan kerja keras dan berhasil berjuang dari bawah. Son pun begitu. Testimoni dari Pochettino ini bisa jadi gambaran: "Dia sosok yang tidak pernah menyerah--dia selalu berlatih, berlatih, berlatih, dan berlatih," ujar Pochettino seperti dilansir Evening Standard.

Pun kisah kedua pihak yang mampu menginspirasi banyak orang. Di negara asalnya, keduanya adalah contoh sukses. Jika ingin sukses di dunia hiburan, BTS adalah puncaknya. Jika ingin sukses di dunia olahraga, Son adalah panutannya. Anak-anak di Korea Selatan, atau mungkin di berbagai penjuru Asia, ingin jadi seperti mereka.

"Dia (Son) adalah contoh dari apa yang selalu saya katakan; bahwa kerja keras akan selalu mengalahkan bakat. Ketika saya melihat bahwa Son telah melakukannya, itu memberi saya keyakinan bahwa saya juga bisa mewujudkannya," ujar Min-Kyu, bocah 11 tahun yang tinggal di London untuk mengejar mimpinya menjadi pesepak bola, dalam wawancara kepada CNN.

You Mie, jurnalis sepak bola Korea, juga dalam wawancara kepada CNN, bercerita tentang bagaimana Son mampu menginspirasi generasi muda saat ini. "Anda melihat mereka (generasi muda) sekarang menggunakan jersi dengan nama Son di belakangnya, sesuatu yang mungkin belum pernah Anda lihat sebelumnya. Sekarang anak-anak membaca koran hanya untuk melihat apakah Son ada di sana. Mereka melihat betapa kerasnya dia bekerja, etos kerjanya, dan orang-orang mengagumi hal tentangnya."

Lebih jauh lagi, Son, sama halnya dengan BTS, juga mampu membuat banyak orang terbang dari satu negara ke negara lain hanya untuk melihat mereka tampil. Pergi dari Korea Selatan untuk melihat Son berlaga di London adalah hal lumrah saat ini. "Saya tahu ada orang-orang yang terbang dari Korea, tinggal selama sehari untuk menonton Son, dan kemudian terbang pulang lagi. Itu bukan sesuatu yang langka," ujar Sukchan Daniel, agen travel Korea di London.

Karenanya, sama seperti BTS pula, Son adalah sosok yang juga layak mendapat perhatian dan pujian dari publik dunia. Kisahnya dan apa yang telah ia catatkan sejauh ini sudah bisa jadi acuan. Atau, apakah kita harus menunggu akhir musim ketika dia jadi top-skorer Premier League sebagai tonggak awalnya?