Seni Sepak Bola itu Bernama Rabona

Foto: Wikimedia Commons.

Rabona punya asal-usul panjang. Kita yang menyaksikannya acap terkagum-kagum tanpa peduli ia lahir dari siapa atau datang dari mana.

Adegan itu berlangsung dengan cepat: Sergio Reguilon yang berada di sisi kiri lapangan memberikan umpan silang ke kotak penalti. Bola kemudian diterima Lucas Moura, yang lantas memberikan sentuhan pelan, sebelum akhirnya disambar oleh Erik Lamela.

Karena datang dari sisi sebelah kanan Lamela, sebetulnya bola lebih enak ditendang dengan kaki kanan pula. Namun, karena Lamela berkaki kidal, ia memilih cara yang tidak biasa. Gelandang Tottenham Hotspur itu justru menyilangkan kakinya untuk mengeksekusi bola.

Meski tidak berdiri dalam posisi biasa—kaki kirinya menyilang ke bagian belakang kaki kanannya sembari menendang bola—, Lamela masih bisa menyepak bola dengan sempurna. Setelah melewati sela-sela kaki Thomas Partey, bola langsung melesak mulus ke gawang Arsenal.

Gol itu begitu indah. Reguilon, yang melihatnya dari dekat, sampai tidak percaya. Ia menaruh kedua tangan ke kepala, sementara matanya terbelalak dan mulutnya menganga, seolah-olah baru saja menyaksikan kejadian magis.

Ekspresi Reguilon tak ubahnya seorang bocah yang baru saja menyaksikan trik sulap. Namun, jika seni pada sulap terletak pada kerahasiaannya, trik sepakan Lamela justru dipertontonkan dengan begitu telanjang. Sayangnya, tak semua bisa melakukannya.

"Ini salah satu gol terbaik yang pernah ada di Premier League. Sangat brilian," ujar eks pelatih Spurs, Harry Redknapp, kepada Sky Sports.

Apakah gol Lamela kebetulan belaka? Sepertinya tidak, sebab winger asal Argentina itu pernah melakukan hal serupa pada Liga Europa 2014/15.

Hampir tujuh tahun silam, Spurs bersua Asteras Tripolis pada matchday III fase grup. Jika sepakan dengan kaki menyilang pada laga melawan Arsenal itu ia ciptakan dari jarak dekat, lain soal dengan gol ke gawang Asteras. Gol itu, ia hasilkan lewat sepakan dengan kaki menyilang dari luar kotak penalti.

Dalam jagat sepak bola, kita mengenal teknik menyepak bola dengan kaki menyilang itu sebagai ‘Rabona’. Lamela bukanlah satu-satunya seniman lapangan yang cukup sering mempergunakan teknik itu, tetapi dia adalah salah satu yang terbaik dalam mengeksekusinya.

Seperti halnya pisau yang tajam, seseorang biasanya makin jitu menggunakan sebuah teknik jika sering-sering mengasahnya. Lamela tidak berbeda; ia sudah berulang kali melatih Rabona-nya semenjak masih menjadi pemain junior di River Plate.

"Saya pernah mencetak gol seperti ini (gol ke gawang Asteras, red) sebelumnya ketika saya bermain di tim junior River Plate. Itu terjadi begitu cepat," ucap Lamela pada sebuah wawancara yang dilansir The Guardian.

"Saya tidak pernah berpikir untuk membuat gol dengan cara Rabona terus. Saya hanya ingin membuat gol dengan cara yang efektif dan senyaman mungkin," tambahnya.

Tak cuma Lamela, Angel Di Maria juga kerap memperlihatkan teknik Rabona di atas lapangan. Berbeda dengan Lamela, Di Maria melakukan Rabona untuk memberikan assist kepada kawannya.

Salah satu fragmen yang pernah dipertontonkan Di Maria adalah saat masih membela Real Madrid. Oktober 2013, ketika memperkuat Madrid pada laga melawan FC Copenhagen, Di Maria menusuk dari sisi kanan sebelum memberikan umpan Rabona kepada Cristiano Ronaldo. Aksi ini lantas berakhir dengan sundulan Ronaldo yang berujung menjadi gol.

Melihat Lamela dan Di Maria cukup piawai melakukan Rabona, muncul kesan bahwa teknik ini bersahabat dengan para pemain Amerika Selatan yang memang gemar melakukan trik. Kendati demikian, tak hanya pemain Amerika Selatan saja yang piawai dengan Rabona.

Pemain asal Prancis, Dimitri Payet, juga pernah menciptakan assist lewat Rabona. Pada laga laga melawan Watford, September 2016, Payet mengirim umpan silang dengan kepada Michail Antonio dengan menyilangkan kaki.

Lucunya, kapten Watford, Troy Deeney, mengkritik apa yang dilakukan oleh Payet. "Anda bisa menghargai itu adalah kemampuan yang hebat. Namun, untuk seorang yang profesional, Anda tak bisa membiarkan seseorang melakukan hal tersebut kepada Anda," ucap Deeney kala itu.

"Saya bisa mengapresiasi Rabona saat sebuah tim sudah unggul 5-0 dengan 10 menit laga tersisa. Tetapi, tidak ketika skor masih 2-0 dan terjadi pada babak pertama. Rasanya itu tidaklah sopan," katanya lagi.

Sebenarnya, tak semuanya pemain bola sukses melakukan Rabona. Pemain Birmingham, David Dunn, pernah keserimpet saat melakukan Rabona.

Yang bikin malu, Dunn keserimpet saat Birmingham melakoni laga penting—derbi sekota melawan Aston Villa. Alih-alih dengan cakap melakukan Rabona, bola tak tertendang dan membuatnya tersungkur di atas lapangan.

Setali tiga uang dengan Dunn, Wahbi Khazri juga pernah gagal melakukan Rabona. Kala tampil membela Sunderland menghadapi West Ham United, pada tahun 2016 juga, Khazri yang berniat mengirim umpan silang dengan teknik Rabona, malah gagal menendang bola. Alhasil, si kulit bulat melenggang ke luar lapangan.

Ricardo Infante, Bapak Rabona Sedunia

Ricardo Infante. Foto: Wikimedia Commons.


Tidak ada yang tahu kapan teknik Rabona lahir. Namun, Rabona pertama yang terdokumentasikan oleh media terjadi pada 1948.

Alkisah, pada waktu itu, penggawa Estudiantes, Ricardo Infante, menjadi “pencetus” Rabona pada laga versus Rosario Central. Menurut TalkSport, Infante mencetak gol Rabona dari jarak 35 meter.

Kemudian, untuk menggambarkan permainan Infante majalah Argentina, El Grafico, menulis sebuah headline: ‘El Infante Que Se Hizo la Rabona’. Jika dialihbahasakan ke Bahasa Indonesia, judul itu berbunyi ‘Seorang Bocah Bolos Sekolah’ atau ‘Seorang Bocah Melakukan Rabona’. Penggunaan ‘Bocah’ atau ‘Infante’ di situ merupakan permainan kata dari nama belakang Ricardo Infante.

Namun, yang jadi menarik adalah penggunaan kata ‘Rabona’ pada judul tersebut. Istilah Rabona sendiri diambil dari kata 'hacerse le Rabona' yang berarti ‘bolos sekolah’. Bersamaan dengan judul itu, El Grafico juga menayangkan sebuah karikatur. Dalam karikatur itu, Infante digambarkan sebagai seorang bocah yang mengenakan seragam sekolah.

Versi lain yang dituturkan oleh La Gazetta dello Sport, Rabona berasal dari kata dalam bahasa Spanyol, yakni ‘Rabo’. Jika diartikan ke Bahasa Indonesia, ‘Rabo’ adalah ‘Ekor’. Ini merujuk pada teknik Rabona di mana si pemain menyilangkan kaki ke belakang kaki lainnya untuk menendang (atau mengumpankan) bola—kaki yang menyilang ke belakang itu diibaratkan sebagai sebuah ekor.

Karena minimnya peliputan televisi dan media, banyak yang tak tahu bahwa Infante adalah “pencetus” Rabona. Publik lebih banyak mengetahui bahwa Rabona dibuat oleh pemain asal Italia, Giovanni Roccotelli.

'Padre della Rabona', sebuah mural di Cagliari yang menunjukkan Roccotelli sedang melakukan Rabona. Foto: Goal.

Roccotelli memperlihatkan teknik Rabona pada 1970-an ketika memperkat Ascoli melawan Modena. Itu juga menjadi kali pertama teknik Rabona ditangkap oleh mata kamera televisi.

Rabona juga sebenarnya bagian dari seni tari Tango khas Argentina. Dalam tarian, Rabona atau yang biasa disamakan dengan istilah ‘Contrapaso’ merupakan teknik melipat satu kaki di belakang kaki lainnya. Teknik ini biasanya dilakukan dalam jenis tarian tunggal atau ganda.

***

Suatu waktu Arsene Wenger pernah bilang begini: "Sepak bola adalah seni yang sama seperti menari. Namun, itu akan menjadi seni kalau menghasilkan hasil yang baik."

Rabona merupakan seni dalam sepak bola. Tak mudah untuk pelaku lapangan hijau melakukan teknik yang satu ini.

Tak semua pemain bisa melakukan Rabona dengan sempurna. Menendang bola dengan kaki yang yang disilangkan ke belakang kaki tumpuan memang sangatlah rumit.

Kalau salah melakukannya, bukan tak mungkin cedera akan menghinggap. Bisa juga bola menjadi pelan karena tak ada daya saat melakukan sepakan.

Sepak bola memang selalu menyajikan magi-magi dari insannya di atas lapangan. Segala teknik yang dikeluarkan bisa membuat decak kagum kepada yang menyaksikannya. Tak terkecuali dengan Rabona.