Spekulasi Stankovic

Foto: Instagram @dejanstankovic.

Spekulasi membawa Dejan Stankovic ke banyak kejadian. Termasuk gol spektakuler ke gawang Schalke 04 di musim 2010/11.

Pada sebuah pertemuan, Sergio Cragnotti berkata kepada Roberto Mancini bahwa ia tidak lagi punya cukup uang untuk menjalankan Lazio.

Mancini mengantarkan informasi tersebut ke seluruh pemainnya. Kejadian berikutnya sudah bisa Anda tebak. Mereka ingin pergi meninggalkan Lazio, entah dalam waktu cepat atau lambat.

Sebagian pemain, seperti Jaap Stam dan Bernardo Corradi, sudah punya bayangan soal klub mana yang ingin mereka perkuat sebelumnya. Sebagian yang lain, salah satunya Dejan Stankovic, berada di persimpangan.

Meninggalkan Lazio bukan hal yang mudah bagi Stankovic. Ia punya banyak kenangan di Roma. Anak pertama dan keduanya lahir di kota ini. Ia menemukan kawan sekaligus guru di sini. Ia juga berkawan dekat dengan beberapa pentolan suporter Lazio.

Kenyataan tersebut tidak dipedulikan oleh Lazio. Kondisi finansial yang semakin memburuk membuat mereka menyambut siapa pun. Juventus kemudian datang dan memberikan penawaran. Tak butuh waktu lama bagi Lazio untuk menyetujui tawaran tersebut. Sekarang, keputusan ada di tangan Stankovic.

Menjelang deadline yang diberikan Lazio kepada Stankovic untuk memberikan keputusan, ia justru berubah haluan. Ia meminta Lazio menyambut tawaran Inter Milan yang datang lebih lambat, dengan nominal transfer dan gaji yang lebih kecil dari penawaran Juventus.

Tidak ada yang tahu alasan di balik spekulasi Stankovic hari itu. Menolak Juventus membuat uang tidak layak dijadikan alasan. Pun demikian dengan nama-nama di skuat Inter saat itu yang amat jauh dari wah.

Namun demikian, tanpa pilihan itu, mungkin Stankovic tidak akan diingat. Lewat itu, ia diingat sebagai salah satu pemain yang membawa Inter meraih tiga gelar bergengsi dalam satu musim. Lewat itu juga, ia diingat sebagai penyambar bola liar terbaik yang pernah ada.

***

Ada dua hal yang diingat oleh Stankovic dari masa kecilnya. Suara dari bengkel pesawat tempur dan keriuhan dari lapangan sepak bola.

Zemun, tempat Stankovic lahir dan dibesarkan adalah pusat perawatan pesawat tempur Yugoslavia. Stankovic pernah berkata bahwa anak sepantarannya banyak yang menghabiskan waktu dengan mendatangi bengkel pesawat dan bercita-cita sebagai montir.

Stankovic berbeda. Sejak kecil, ia menghabiskan banyak waktu untuk bermain sepak bola dan bercita-cita menjadi pesepak bola. Ini tidak mengejutkan mengingat ayah dan ibunya, Bora dan Dragica adalah pemain sepak bola.

Berawal dari sebuah kompetisi jalanan, Stankovic masuk radar pencari bakat tersohor Red Star Belgrade, Tomislav Milicevic. Sebagai gambaran, Milicevic yang menemukan bakat Sinisa Mihajlovic dan menyarankan Red Star membeli Robert Prosinecki dari Dinamo Zagreb.

Pada usia 14 tahun, Stankovic bergabung akademi milik Red Star. Setelahnya, jalan hidup Stankovic seakan begitu mudah. Ia belum genap berusia 17 tahun saat menjalani debut di tim utama. Ia juga baru saja merayakan ulang tahun ke-18 saat mencetak gol perdana.

Segala rekor di usia muda yang dibuat Stankovic ternyata ditanggapi sebaliknya oleh pelatih Red Star, Milorad Kosanovic. Ia menganggap bahwa bakat Stankovic akan mandek jika tetap berada di Red Star. Masalah berikutnya, belum ada klub yang mengajukan tawaran secara resmi.

Bakat Stankovic mulai diawasi oleh klub-klub besar Eropa pada Piala Dunia 1998 yang digelar di Prancis. Pada akhirnya, Cragnotti datang dengan tawaran yang tidak bisa ditolak mentah-mentah oleh Red Star.

Stankovic datang ke Lazio bersama kompatriotnya, Sinisa Mihajlovic. Meski demikian, bukan Mihajlovic yang jadi kawan dekatnya, melainkan Roberto Mancini. Dari Mancini, Stankovic banyak belajar, mulai dari gaya permainan yang dijunjung di Italia hingga etos kerja.

Hubungan keduanya berjalan hingga Mancini pensiun. Saat diangkat Cragnotti sebagai pelatih Lazio, Stankovic menjadi orang pertama yang diberitahu Mancini. Menurut jurnalis Henry Winter, Mancini-lah yang mempengaruhi Stankovic untuk menerima pinangan Inter saat itu.

Pada musim perdananya berseragam Inter, Stankovic banyak diturunkan di posisi gelandang serang. Saat Juan Sebastian Veron datang, ia dipindahkan ke posisi gelandang tengah. Di posisi ini, nama Stankovic mulai bersinar.

Stankovic makin tidak tergantikan saat Mancini memegang kendali. Tidak peduli siapa gelandang yang datang, pasti ada tempat untuk Stankovic di lini tengah.

***

Meski bergelimang gelar, Mancini tidak cukup bisa membuat Massimo Moratti senang. Ia pun menunjuk Jose Mourinho pada musim panas 2008/09. Salah satu hak yang didapatkan oleh Mourinho adalah kebebasan menentukan siapa pemain yang layak dipertahankan.

Dalam sebuah sesi wawancara, seorang wartawan bertanya kepada Mourinho tentang rencananya terhadap Stankovic. Mourinho menjawab: “Saya tidak melihatnya sebagai Stankovic yang pernah memperkuat Lazio.”

Pernyataan Mourinho membuat banyak klub bereaksi, salah satunya Juventus. Mereka datang dan Inter menerima. Selanjutnya seperti perulangan kejadian sebelumnya, Stankovic menolak tawaran Juventus untuk memilih berspekulasi soal masa depannya di Inter.

Pilihan Stankovic berakhir manis saat Inter menutup musim 2009/10 dengan tiga gelar bergengsi, Serie A, Liga Champions, dan Coppa Italia. Namun demikian, ia tidak diingat sebagai pemain dengan peran besar.

Dalam pola 4-2-3-1 yang digunakan Mourinho saat itu, Esteban Cambiasso adalah satu-satunya gelandang tengah yang menjadi tumpuan. Sedangkan, Stankovic memainkan peran secara bergantian dengan Thiago Motta.

Oleh pendukung Inter, Motta bahkan lebih diingat musim itu. Kartu merah yang ia terima di laga melawan Barcelona mendapatkan lebih banyak tempat ketimbang 12 pertandingan yang dijalani Stankovic di Liga Champions musim itu.

Kehendak Tuhan untuk Stankovic barangkali baru diturunkan pada musim berikutnya. Lewat sebuah tendangan penuh spekulasi, ia tidak hanya diingat oleh pendukung Inter, tapi juga seluruh dunia.

Hari itu, Inter bertanding melawan Schalke 04 di Giuseppe Meazza. Pelatih Inter, Leonardo, menurunkan mayoritas pemain yang menjadi tulang punggung treble winners. Berbanding terbalik dengan Schalke yang mengkombinasikan pemain veteran dan lokal.

Laga belum genap satu menit saat Cambiasso mengirimkan umpan lambung ke depan kotak penalti Schalke. Umpan Cambiasso mengarah di antara kotak penalti Schalke dan Diego Milito yang berdiri paling depan.

Upaya Cambiasso rupanya dihalau oleh Neuer menggunakan kepala. Bola rupanya memilih bergerak ke arah Stankovic. Posisi berdiri yang pas membuat Stankovic hanya memerlukan kuda-kuda untuk menyambar bola liar.

Bola bergulir dengan kencang dan masuk ke gawang Schalke. Tak ada yang menduga tendangan tersebut berujung gol, termasuk Neuer dan pendukung Inter yang berada di belakang gawangnya.

Kini, satu dekade sudah lewat sejak gol tersebut terjadi. Sejak 2019, Stankovic menjalani hidup sebagai manajer Red Star. Namanya besar karena segala langkah dan usaha yang ia perlihatkan di rumput Italia.

Namun, kalau boleh memilih momen terbaik sepanjang kariernya, rasa-rasanya kita tidak akan bisa begitu saja melupakan gol ke gawang Neuer itu.

Tentu, ada anggapan bahwa ketika menendang bola, Stankovic setengah berspekulasi. Namun, kita tahu bahwa kariernya sendiri memang bergerak dari satu spekulasi ke spekulasi lain; dari satu pertaruhan ke pertaruhan lain.