Tanpa Pemain Baru, Real Madrid Harus Apa?

Foto: Jossué Trejo - Pixabay

Zinedine Zidane punya setumpuk tugas untuk memastikan persoalan finansial klub tidak akan menggerus performa tim di sepanjang musim 2020/21.

Bursa transfer awal musim kali ini akan terasa berbeda untuk Real Madrid. Tak seperti bursa transfer awal musim di tahun-tahun sebelumnya saat mereka selalu sibuk, tahun ini Madrid adem ayem saja. Sebagai catatan, hingga La Liga menggelar sepak mula pertamanya pada musim 2020/21, Los Blancos sama sekali belum membeli pemain.

Berdasar laporan The Athletic, Presiden Madrid, Florentino Perez, memang sudah mewanti-wanti bahwa Madrid akan pasif menjelang musim baru ini. Alasan utamanya tentu soal finansial. Krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19 yang melanda dunia mengakibatkan Madrid tak seleluasa musim-musim sebelumnya untuk menggunakan uang buat belanja pemain.

Proses renovasi kandang mereka, Santiago Bernabeu, yang diperkirakan memakan biaya sekitar 600 juta euro juga membuat Madrid tak bisa sembarangan belanja. Tagihan yang besar itu membuat mereka harus berhemat. Selain itu, ada rumor yang menyebutkan bahwa mereka tengah 'menabung' agar bisa punya dana melimpah untuk memboyong Kylian Mbappe dari Paris Saint-Germain (PSG) pada musim panas tahun depan.

Situasi tahun ini memang berbanding terbalik dengan musim lalu saat mereka menghabiskan lebih dari 200 juta euro untuk belanja pemain. Mulai dari Eden Hazard hingga Reinier Jesus didatangkan ke Santiago Bernabeu. Pun dalam dua hingga tiga musim terakhir, Madrid adalah klub besar yang aktif belanja pemain di bursa transfer musim panas.

Terakhir kali Madrid cukup pasif di bursa transfer awal musim ada di musim panas 2016. Kala itu mereka hanya mendatangkan Alvaro Morata seorang dari Juventus. Namun, situasi empat tahun lalu memang berbeda. Saat itu skuat mereka begitu gemuk dan para pemain kunci tengah berada di puncak performa. Los Blancos tak butuh belanja karena sedang punya segalanya.

Masalahnya, kali ini tak demikian. Para pemain kunci yang bergelimang prestasi empat hingga dua tahun lalu itu sudah memasuki usia veteran. Puncak performa mereka perlahan-lahan sudah mulai lewat. Sergio Ramos dan Luka Modric, misalnya, saat ini sudah berusia 34 tahun. Sementara Karim Benzema dan Marcelo sama-sama sudah 32 tahun, serta Toni Kroos telah memasuki kepala tiga.

Pada musim kemarin, mereka memang masih bisa diandalkan, tetapi hasilnya sudah tak secemerlang empat atau tiga tahun lalu. Jika dalam medio 2016 hingga 2018 para pemain itu mampu membawa Madrid jadi kampiun Liga Champions tiga musim beruntun, dalam dua tahun terakhir mereka bahkan tak mampu membawa klubnya untuk sekadar lolos dari babak 16 besar.

Okelah, Madrid memang berhasil jadi kampiun La Liga musim lalu. Namun, perlu diingat juga bahwa keberhasilan mereka tak lepas dari kekacauan dan begitu tak konsistennya Barcelona. Jika saja sang rival abadi dalam kondisi lebih normal pada musim lalu, boleh jadi Zinedine Zidane dan anak-anak asuhnya tak akan mendapat trofi apa pun.

Masalahnya, di luar nama-nama di atas yang jadi tulang punggung Madrid, nama-nama lain belum ada yang mampu muncul ke permukaan untuk mengangkat derajat klub lebih tinggi lagi. Dan inilah PR utama Zidane untuk menyambut musim 2020/21 saat tak ada uang untuk belanja pemain seperti pada musim-musim sebelumnya. Pria Prancis itu harus bisa memaksimalkan potensi yang dia miliki saat ini dengan sebaik mungkin.

Satu pemain yang bisa jadi harapan besar bagi Zidane adalah Eden Hazard. Pemain yang diboyong dari Chelsea pada musim lalu seharga 105 juta euro itu harus bisa dimaksimalkan potensinya pada musim ini, terlebih kondisinya sudah fit.

Pada musim lalu, Hazard memang tak dapat banyak diandalkan. Dari 38 laga La Liga, pemain berpaspor Belgia ini cuma bisa tampil sebagai starter sebanyak 14 kali karena bermasalah dengan cedera. Hasilnya, Hazard cuma mampu mencatatkan 1 gol dan 3 assist saja dalam semusim.

Statistik itu berbanding terbalik dengan musim terakhirnya di Chelsea ketika Hazard mencatatkan 16 gol dan 15 assist dalam 37 penampilan (32 di antaranya sebagai starter). Apa yang Hazard lakukan pada musim 2018/19 inilah yang harus kembali dikeluarkan oleh Zidane.

Selain harus bisa memantau bobot badan Hazard agar tak berlebihan seperti saat awal-awal kedatangannya ke Madrid, Zidane mesti sanggup memberikan Hazard kebebasan untuk memaksimalkan kapabilitasnya.

Di Chelsea, Hazard punya kebebasan bergerak untuk melakukan gerakan andalannya yakni melakukan tusukan ke area dalam karena di sisi tepi kiri lapangan, Marcos Alonso atau Emerson selalu siap mengover. Ini yang jadi problem di Madrid karena Ferlan Mendy sebagai full-back kiri kerap tak punya penempatan posisi yang memanjakan Hazard saat dalam posisi menyerang. Dari statistik yang dihimpun Stats Perform, Hazard mengalami penurunan sentuhan bola di area depan kotak penalti selama membela Real Madrid ketimbang semasa ia berseragam Chelsea.

Yang jadi menarik, sentuhan bola Hazard di area tengah lapangan sebelah kiri justru meningkat selama ia berseragam Madrid. Hal ini membuktikan bahwa eks pemain Lille itu lebih dituntut untuk menjemput bola ke belakang untuk kemudian melakukan aksi ke depan, sesuatu yang tak sering ia lakukan di Chelsea.

Perjalanan Hazard untuk melakukan tusukan ke dalam dan kemudian melepaskan tembakan pun semakin jauh. Terlebih sisi kiri Madrid juga sering crowded karena Benzema gemar bergerak turun ke sana untuk mencari bola.

Problem tersebut perlu diperbaiki Zidane pada musim ini. Hal ini dikarenakan, potensi terbaik Hazard di Chelsea datang ketika dia berada tak jauh dari kotak penalti. Gol-golnya di musim 2018/19 ini bisa ditengok untuk membuktikan hal tersebut:


Hal kedua yang harus dilakukan Zidane pada musim ini adalah membangunkan Luka Jovic yang asli dari 'tidurnya'. Usai berseragam Madrid, Jovic tak lagi sama. Jika pada musim 2018/19 dia mampu mencetak 17 gol untuk Eintracht Frankfurt di Bundesliga, pada musim lalu pemain berkebangsaan Serbia itu hanya bisa menceploskan dua gol ke gawang lawan. Statistik itulah yang harus bisa diulangi lagi oleh Jovic dan hal tersebut butuh bantuan Zidane.

Jovic masih 22 tahun dan sebagai pemain dia masih bisa berkembang dan dimaksimalkan. Hal pertama yang perlu dilakukan Zidane tentu adalah membuat pemain yang pernah berseragam Benfica itu lebih disiplin, terutama setelah kasusnya melanggar protokol COVID-19 di negaranya. Dalam hal taktis, garangnya Jovic di dalam kotak penalti harus lebih bisa dimaksimalkan oleh sang pelatih.

Saat berseragam Frankfurt dalam medio 2017-2019, Jovic menunjukkan dirinya sebagai striker yang sangat tajam dan efektif di dalam kotak penalti. Dari 17 gol di musim 2018/19 saja, seluruhnya dicetak di dalam kotak penalti oleh Jovic.

Namun, ketika berseragam Madrid, Jovic dituntut untuk jadi striker yang rajin bergerak dan sering meninggalkan kotak penalti. Akibatnya, berdasarkan data yang dihimpun WhoScored, angka tembakan Jovic per pertandingan pun menurun. Jika di Frankfurt dia punya catatan rata-rata 3 tembakan per laga pada 2018/19, di musim lalu dia cuma mencatatkan rata-rata 0,8 tembakan per pertandingan untuk Madrid.

Zidane perlu mengurangi beban Jovic dan lebih mengutus sang pemain untuk fokus menyambut umpan dan menyelesaikan peluang di kotak penalti sebagai poacher. Peran pemain depan yang diberi tugas untuk rajin turun ke bawah bisa dibebankan kepada Benzema saja, jika keduanya sedang bermain secara bersamaan. Kehebatan Jovic sesungguhnya hadir ketika dia berada di dalam kotak penalti.

Hal terakhir yang perlu dilakukan Zidane pada musim ini adalah memberikan jam terbang lebih kepada para pemain mudanya. Sebab, merekalah yang akan jadi tumpuan ketika para tulang punggung semakin menurun kemampuannya akibat tergerus usia. Pada musim lalu, ini tidak terlalu dilakukan oleh pelatih berusia 48 tahun itu. Berdasarkan catatan Transfermarkt, hanya Federico Valverde (20 tahun) yang masuk dalam 10 besar pemain dengan menit terbanyak di Madrid.

Valverde mencatatkan 2.714 menit bermain dan duduk di peringkat 8. Hal ini juga diperkuat lantaran Modric harus absen selama 23 hari pada musim lalu lantaran cedera. Di luar Valverde, tak ada pemain Madrid dengan usia 23 tahun ke bawah yang mencatatkan setidaknya 2.000 menit bermain. Yang paling mendekati adalah Vinicius Junior dengan total 1.817 menit bermain dan ini juga banyak disebabkan karena Hazard sering masuk ruang perawatan.

Sisanya, para pemain seperti Eder Militao, Rodrygo, Jovic, atau Brahim Diaz lebih banyak menghiasi bangku cadangan. Di luar Diaz yang dipinjamkan ke AC Milan, nama-nama di atas layak diberi jam terbang lebih untuk Zidane, terutama agar mereka siap jika pilar utama harus absen di laga-laga penting. Terlebih, Martin Odegaard juga sudah balik dari masa peminjaman dan, setelah menjalani musim yang bagus bersama Real Sociedad, layak diberi kesempatan untuk tampil secara reguler di lini tengah bersama dengan Valverde.

Zidane harus memastikan jangan sampai Madrid mengalami apa yang dialami Barcelona musim lalu ketika kondisi klub dan permainan menjadi menurun karena banyak pemain inti cedera dan pemain muda yang ada belum siap untuk step-up guna diandalkan di pertandingan-pertandingan penting. Musim lalu, Madrid berhasil juara berkat hal itu dan tentu mereka tak ingin musim ini malah terjadi kebalikannya.