Tentang Aubameyang yang Mandul dan Meriam yang Sedang Sembelit

Aubameyang baru bikin 2 gol dari 7 laga di semua kompetisi. Padahal, dia adalah mesin gol utama Arsenal dalam dua musim terakhir.
Apalah artinya sebuah meriam tanpa ada daya serang atau daya ledak? Anda tentu saja boleh berkelakar kalau menemukan kenyataan tersebut: Apakah meriamnya sedang sembelit?
Tentu saja bukan kebetulan apabila Arsenal, klub London Utara paling masyhur itu, memiliki nama yang identik dengan hal berbau daya serang dan daya letup. Logo mereka saja meriam --sudah semestinya mereka meledak-ledak.
Namun, yang namanya meriam bisa saja mendadak pampat. Karena pampat, daya ledak si meriam pun ternihilkan. Ia tak lagi bekerja seperti khitahnya.
Arsenal, si Meriam London itu, juga sedang pampat. Dari enam pertandingan di Premier League musim ini, baru delapan gol mereka cetak. Memang, jumlah tersebut bukanlah yang terburuk --Manchester City juga memiliki jumlah gol yang sama, kok. Namun, lini depan The Gunners memang sedang tidak baik-baik saja.
Pierre-Emerick Aubameyang, sang produsen gol utama mereka, sedang tumpul-tumpulnya. Baru 2 gol ia buat dari 7 laga di semua kompetisi. Ia bahkan absen mencetak gol dalam lima pertandingan liga beruntun.
Buat ukuran Aubameyang, ini adalah anomali. Opta menyebut, Aubameyang sudah lama tidak begitu. Terakhir kali ia tidak mencetak gol dalam lima pertandingan liga secara beruntun adalah pada 2014.
Ini jelas masalah besar. Aubameyang adalah mesin gol terbanyak Arsenal pada 2018/19 dan 2019/20. Total, ada 44 gol ia lesakkan di Premier League sepanjang kurun waktu tersebut.
Menurut catatan WhoScored, musim ini Aubameyang rata-rata melepaskan 1,3 tembakan per laga. Jumlah itu nyaris setengah dari torehan Bukayo Saka (2,5) yang merupakan pelepas tembakan terbanyak di Arsenal. Di belakang Saka, masih ada Alexandre Lacazette yang menorehkan 1,6 tembakan per laga.
Meski demikian, terlalu naif apabila menyalahkan Aubameyang seorang. Pasalnya, minimnya jumlah tembakan yang ia hasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Selain suplai yang minim, Aubameyang juga menjadi satu-satunya titik tumpu. Ketika semua berpusat pada dirinya, mematikan serangan Arsenal (dan dalam praktiknya mematikan Aubameyang) menjadi mudah.
"Aubameyang butuh mendapatkan lebih banyak peluang untuk mencetak gol. Dia perlu lebih sering membawa bola ke sekitar kotak penalti demi melakukan tugasnya," ujar Manajer Arsenal, Mikel Arteta, seperti dilansir Sky Sports.
Lewat pernyataan tersebut, Arteta menyiratkan dua hal. Pertama, Aubameyang perlu mendapatkan pasokan bola yang cukup; kedua, ia juga perlu berada di posisi yang tepat untuk bisa mencetak gol.
Masalahnya, Arsenal memang kekurangan SDM mumpuni untuk memecahkan kedua problem itu. Mereka tak memiliki banyak kreator serangan untuk memberikan pasokan bagus kepada Aubameyang.
Menjelang akhir musim kemarin, atau tepatnya semenjak restart kompetisi, Arteta cukup sering menggunakan formasi dasar 3-4-3. Musim ini, formasi tersebut menjadi formasi utama Arsenal.
Dalam formasi tersebut, ada beberapa pemain di posisi tertentu yang bisa menjadi pemasok umpan. Namun, cuma Dani Ceballos dan Willian yang terbilang intens memberikan operan kunci.
Sementara itu, pemain-pemain seperti Hector Bellerin, Ainsley Maitland-Niles, dan Kieran Tierney punya rasio umpan kunci yang rendah. Padahal sektor wing-back punya peranan penting dalam pakem tiga bek.
Tak hanya bertahan, para wing-back itu juga dituntut aktif dalam memprakarsai peluang. Inter Milan, misalnya. Mereka masih punya Ashley Young dan Achraf Hakimi di sisi lapangan untuk menopang sektor kreatif tim.
Dengan begitu, varian serangan Inter menjadi lebih kaya. Mereka bisa melakukan kombinasi antarpemain dari tengah (via Nicolo Barella, Lautaro Martinez, dan Romelu Lukaku) atau dari sisi sayap.
Arsenal, sayangnya, belum memiliki varian tersebut. Pada beberapa kesempatan, variasi serangan mereka terpatok pada satu titik fokal tertentu --dalam hal ini Aubameyang.
Sudah dituntut untuk menjadi sumber gol, pemain asal Gabon itu masih pula dijadikan tumpuan utama serangan. PR makin sulit manakala dia justru tidak mendapatkan pasokan umpan yang cukup. Makin besar saja beban yang ia tanggung.
Pertandingan melawan Manchester City dan Leicester City bisa menjadi rujukan. Pada dua laga tersebut, lawan menjadikan Aubameyang sebagai target utama untuk dilumpuhkan. Otomatis, Arsenal melempem. Daya ledak mereka sirna.
Secara total, Aubameyang kehilangan bola sebanyak 6 kali pada dua pertandingan tersebut, menunjukkan bahwa ia cukup kesulitan jika harus dipaksa membawa tim sendirian. Bukan kebetulan pula apabila The Gunners takluk pada dua laga itu.
Arteta mesti mencari jawaban. Ia butuh alternatif lain untuk membangun serangan. Manajer asal Spanyol itu bisa saja membagi beban kepada Willian. Toh, catatan pemain asal Brasil itu tak buruk.
Per WhoScored, Willian sudah membikin 2 assist dalam 5 penampilan (366 menit bermain) di Premier League musim ini. Selain itu, rata-rata ia membuat 1,4 umpan kunci per laga. Semestinya, dengan Aubameyang berada di sisi kiri dan Willian di sisi kanan, Arsenal punya keseimbangan yang mumpuni untuk membagi arah serangan.
Namun, jika melihat arah serangan, Arsenal justru kelewat dominan di sisi kiri. Catatan WhoScored lagi-lagi menunjukkan bahwa 44% berasal dari kiri. Sisanya, 26% lewat tengah dan 30% via sisi kanan.
Arteta memang masih memiliki Lacazette sebagai ujung tombak. Eks pemain Olympique Lyon itu jadi topskorer Arsenal di pentas liga. Akan tetapi, Lacazette masih jauh untuk menggantikan peran Aubameyang. Baik itu perkara mengakomodir peluang maupun produktivitas.
Pre-season 🔴♣️ pic.twitter.com/Eo7nmx7WtB
— Alexandre Lacazette (@LacazetteAlex) September 5, 2020
Solusinya, sih, Arteta kudu menggali opsi lain sehingga tak terlalu bergantung kepada Aubameyang. Pertama, memaksimalkan wing-back sebagai kreator serangan. Andai mendapatkan sokongan efektif dari sisi tepi, Aubameyang bisa lebih cair untuk mengakses jantung pertahanan lawan.
Mungkin ini bisa teratasi andai Arteta "berdamai" dengan Mesut Oezil. Meski tak cukup dinamis dalam bertahan, kapasitasnya sebagai kreator serangan tak terbantahkan. Nyatanya Oezil merupakan produsen key pass terbanyak Arsenal sejak musim 2013/14.
Tapi, sudahlah. Toh Arteta memang tidak mengikutsertakan Oezil dalam skuat Arsenal di Premier League musim ini. Jadi, mari kita coret kemungkinan Oezil jadi pembeda.
Kembali lagi ke Aubameyang tadi. Langkah selanjutnya bagi Arteta adalah memompa produktivitas para winger. Karena produktivitas mereka memang memprihatinkan.
Bila dikalkulasi, Willian dan Pepe baru berandil dalam 3 gol buat Arsenal di lintas ajang. Torehan keduanya bahkan tak lebih baik dari winger pelapis Liverpool, Diogo Jota, yang sudah bikin 3 gol di semua kompetisi.
Itu cukup merepresentasikan bahwa Arsenal minim alternatif dan terlalu bergantung kepada Aubameyang. Sama seperti saat The Gunners kecanduan Alexis Sanchez pada periode 2016/17.
Jadi jangan buru-buru menyalahkan Aubameyang kalau dia urung bersinar. Tugasnya berat. Salahkan saja Arsenal yang terlalu bergantung kepadanya.