Tiba-tiba Moukoko

Foto: Wikimedia Commons.

Youssoufa Moukoko melesat begitu cepat. Setelah tampil apik di Bundesliga, namanya tiba-tiba saja masuk ke dalam skuad Jerman di Piala Dunia 2022.

Youssoufa Moukoko melesat begitu cepat. Saat masih 13 tahun, ia sudah memperkuat tim U-17 Borussia Dortmund. Tiga tahun berselang, ia bahkan sanggup mencetak gol perdana di Bundesliga bersama tim senior. Dua tahun berikutnya makin gila: Tiba-tiba saja namanya masuk ke dalam skuad Jerman di Piala Dunia 2022.

Saking tiba-tibanya, Moukoko belum memiliki caps di tim senior Jerman sama sekali ketika mendapatkan panggilan masuk skuad. Hansi Flick menyertakan namanya setelah Timo Werner absen karena cedera. Dengan begini, Moukoko, yang pada 20 November 2022 baru genap berusia 18 tahun, akan menjadi salah satu pemain termuda yang mentas di Piala Dunia tahun ini.

Jika kemudian orang-orang menganggapnya sebagai sosok yang spesial, itu wajar. Erling Haaland, eks rekan setimnya yang kini moncer di Premier League, sampai pernah berkata: “Moukoko jauh lebih baik dariku saat masih seusianya. Kayaknya aku belum pernah melihat bocah 15 tahun yang begitu bagus.”

Walau begitu, segalanya tidak dia raih secara cuma-cuma. Ada pengorbanan tak sedikit, cobaan demi cobaan, bahkan cercaan yang menimpa. Semua itu, ditambah kegigihannya yang tak pernah mau tunduk pada hari buruk. Moukoko akhirnya menjadi pemuda yang kita tahu hari ini: Seorang petarung, seorang pekerja keras, seorang yang ingin meruntuhkan segala batas.

Meski berpaspor Jerman, kelindan nasib Moukoko bermula dari Kamerun, tepatnya distrik Briqueterie, Yaounde. Di tempat itulah Moukoko lahir dan menjalani masa-masa sebagai bocah yang gemar bermain bola di lapangan tanah. Di tempat itu pulalah ia menyadari bahwa hidup begitu sulit dan hanya tekad kuat yang bisa menyelamatkannya.

Moukoko bocah tinggal bersama nenek dan empat saudaranya, sedangkan ayah dan ibunya merantau ke Jerman. Sudah sejak awal 90-an mereka mencari nafkah di sana. Setelah menempuh pendidikan mekanik, berbagai pekerjaan dijalani sang ayah. Tujuannya satu: Agar kelak keluarganya mendapatkan kehidupan yang jauh lebih layak.

Bukan apa-apa, segalanya serba sulit di tempatnya. Soal sepak bola, misalnya, Moukoko dan banyak bocah lain sama sekali tak memiliki jersi dan sepatu. Mereka juga hanya punya satu bola. “Jika kami menendangnya terlalu jauh, sudah pasti kami tidak memiliki bola lagi,” tutur Moukoko suatu kali, dilansir situs resmi Dortmund.

Namun, Moukoko sudah bertekad bahwa sepak bola yang akan menjadi caranya untuk memperbaiki nasib. Tekad itu makin kuat manakala sang ayah yang telah berpaspor Jerman membawanya ke Hamburg saat usianya 10 tahun. Di sana, mimpi-mimpi Moukoko yang tadinya tampak muskil berubah menjadi lebih mungkin.

Pertama-tama: St. Pauli. Sejak pindah ke Jerman ayahnya mendaftarkan Moukoko di akademi klub tersebut. Karena bakatnya yang luar biasa, pelatih Jona Louca langsung kepincut mengajaknya trial ke tim U-13. “Hanya lima menit waktu yang dibutuhkan agar kami yakin untuk mempertahankannya,” kata Louca kepada Bild.


Fisik jadi salah satu hal yang disoroti Louca dalam diri Moukoko. Meski masih bocah, tubuhnya jauh lebih kuat dan cepat ketimbang bocah-bocah lain seusianya. Yang mengerikan, Moukoko sangat terampil memanfaatkan kelebihan tersebut. Itulah kenapa, dari dulu ia rutin bermain di tim yang kategori usianya jauh di atas usia dirinya sendiri.

Saat berusia 13 tahun, Moukoko yang sudah pindah dari St. Pauli menuju Dortmund bermain untuk tim U-17. Begitu menginjak usia 14 tahun, ia sudah tampil untuk tim U-19. Bahkan dengan dua kelompok umur itu Moukoko masih terlalu tangguh. Tebak berapa gol yang kuasa dia cetak? 141 gol dari 88 laga saja, Bung dan Nona sekalian!

Karena penampilannya yang kelewat gila, beberapa orang lantas mempertanyakan berapa usia Moukoko yang sebenarnya. “Kayaknya tidak mungkin, deh, dia 12 tahun. Pemain-pemain kami juga tak percaya. Harusnya ayahnya melakukan tes usia agar memudahkan semua orang,” ketus Matthias Jabsen, pelatih Hombruch U-17.

Tentu, Dortmund membantah tuduhan tersebut. DFB juga sampai mengklarifikasi. Begitu pula dengan sang ayah yang kali ini sambil menyertakan bukti. “Tak lama setelah dia lahir, saya mendaftarkannya ke kedutaan Jerman di Yaounde. Kami punya akta kelahiran Jerman,” ujar Joseph, ayah Moukoko, seperti dilansir BBC Sport.

Moukoko sempat sangat terganggu dan mempertimbangkan berhenti dari sepak bola karena sederet omongan itu. Namun, sang ayah menguatkannya. Pada akhirnya, Moukoko tak lagi memikirkan segala pertanyaan terkait usia. Ia terus melesat dengan cepat, dan tiba-tiba sudah menjadi salah satu andalan Dortmund di lini depan.

Sebetulnya sudah sejak 2020 Moukoko bermain untuk tim senior Dortmund. Namun, musim ini, tanggung jawabnya lebih besar. Karena Haaland hengkang, ditambah Sebastien Haller yang absen panjang setelah operasi tumor testis, ia jadi andalan utama. Terlebih, performa penyerang lain seperti Anthony Modeste dan Karim Adeyemi belum optimal.

Bahwa sejauh ini sudah 6 gol dan 3 assist dari 14 laga Bundesliga yang dia cetak, itu berarti Moukoko mampu menjalankan tugasnya dengan cukup baik. Catatan itu berpadu dengan sejumlah rekor monumental: Pemain termuda yang mencetak gol di Der Klassiker dan Revierderby, serta pemain termuda yang membukukan brace di Bundesliga.

Di Dortmund, Moukoko bergantian dengan Modesete sebagai penyerang dalam skema 4–2–3–1. Namun, Moukoko dan Modeste punya karakteristik yang amat berbeda. Jika Modeste cenderung statis, Moukoko lebih banyak bergerak ke sana-sini, termasuk tepi lapangan. Itulah kenapa, gol-golnya variatif, mulai dari dalam hingga luar kotak penalti.

Walau begitu, gerak-geriknya di lapangan tidak berlebihan. Kesannya efisien sekaligus efektif. Moukoko tahu apa yang mesti dilakukan dan ke mana harus bergerak. Efisiensinya makin terlihat karena Moukoko punya kaki kanan dan kiri yang sama baiknya. Catatan gol Moukoko yang ternyata melampaui xG (5,10) miliknya musim ini jadi bukti lain.

Guido Streichsbier, pelatih tim U-20 Jerman, pernah memuji efisiensi Moukoko setinggi langit. Lucien Favre, yang memberinya debut di tim senior Dortmund, juga pernah memberikan pujian serupa. “Kamu tak akan pernah tahu kaki mana yang dia gunakan. Kaki kiri dan kanannya sama-sama bagus. Sangat efisien,” kata Favre.

Selalu tenang bahkan saat dalam tekanan menjadi alasan di balik efisiensi tersebut. Dengan begitu, Moukoko punya banyak waktu untuk memikirkan langkah yang mesti dia ambil. Hal ini juga yang jadi alasan mengapa Moukoko sangat pandai memanfaatkan momentum dan ruang dalam situasi serangan balik, kelebihannya yang lain.

“Dia memiliki pemahaman yang baik tentang hal-hal yang akan terjadi di lapangan dan kemungkinan di mana bola akan mendarat,” puji Otto Addo, eks asisten pelatih Dortmund yang kini menjadi pelatih Ghana, dilansir The Athletic.

Terlepas dari hal tersebut, Moukoko juga tipikal penyerang pekerja keras. Di atas lapangan, ia tak segan mengejar bola hingga ke kiper lawan. Ia juga cukup aktif bergerak membantu pertahanan saat timnya sedang diserang. Masuk akal jika Moukoko menjadi penyerang dengan rata-rata tekel tertinggi di Dortmund musim ini.

Kerja keras itu juga tergambar di luar pertandingan. Addo, masih kepada The Athletic, bercerita bahwa para pemain dan staf pelatih kerap melihat Moukoko sudah mulai latihan beban satu jam sebelum tempat gym dibuka secara resmi. Sikap demikian membuat Moukoko amat dihormati di dalam tim.

“Mereka langsung menerima kehadirannya sejak awal karena sudah melihat langsung apa yang bisa dia (Maukoko) lakukan,” ujar Addo.

Pada hari dimulainya Piala Dunia 2022, Moukoko genap berusia 18 tahun. Pada usia itu ia sudah meraih beberapa hal yang diimpikan banyak pemain di seluruh dunia, termasuk panggilan tim nasional untuk berlaga di Piala Dunia.

Karena usianya yang masih masuk kategori bocah, kesannya seperti tiba-tiba. Namun, Moukoko tidak memperolehnya secara cuma-cuma. Ini adalah jawaban dari kerja keras sepanjang hari dan bukti atas kemampuan luar biasa yang dia miliki.