Tidak Ada Rekuiem untuk Lewandowski

Foto: Instagram @_rl9

Untuk urusan menghidupi sepak bola dengan kepalang serius, Robert Lewandowski adalah juaranya.

Untuk urusan menghidupi sepak bola dengan kepalang serius, Robert Lewandowski adalah juaranya.

Publik sepak bola percaya bahwa Lewandowski layak untuk diakui sebagai yang terbaik setelah memberikan hampir segala hal kepada Bayern Muenchen, berkali-kali berdiri di podium juara, dan mengalahkan berbagai ketidakmungkinan. Lewandowski terbiasa untuk melakukan dan menjadi yang terbaik. Yang belum datang tinggal pengakuannya saja.

Sepak bola telanjur memercayai bahwa yang terbaik di lapangan bola Eropa adalah mereka yang diganjar anugerah Ballon d'Or. Penghargaan ini pertama kali muncul pada 1956. Ia diprakarsai oleh seorang jurnalis Prancis bernama Gabriel Hanot yang juga punya andil besar dalam kelahiran Liga Champions. Bila diterjemahkan secara harfiah, bola emas adalah arti Ballon d'Or. Emas memang dipakai sebagai simbol yang terbaik. Maka, hanya pesepak bola terbaik di Eropa yang pantas menerima Ballon d'Or.

Sekitar 32 tahun setelah Ballon d'Or lahir, Lewi lahir. Agaknya lewi mengecap sepak bola pertamanya ketika berusia 5 tahun. Ia terpikat dengan permainan Roberto Bagio di Piala Dunia 1994. Serupa bocah pada umumnya, idola Lewi berubah-ubah. Setelah Baggio, Alessandro Del Piero menjadi pujaannya.

Sepak bola Lewandowski lahir dari ketekunan dan kegigihan yang dirawat bertahun-tahun. Sebagian besar orang yang ada dalam kehidupan Lewi waktu kanak menganggap bocah Polandia ini tidak akan pernah bisa menjadi pesepak bola hebat. Bukan, ini bukan karena ia tak punya renjana untuk menyepak bola, tetapi karena mereka percaya bahwa satu-satunya hal yang dipunyai lewi saat itu adalah renjana.

Polandia tidak seperti Brasil. Orang-orang Brasil bersenang-senang dengan sepak bola. Kultur Brasil dikenal amat menyukai pesta dan hal-hal ekstravaganza. Sepak bola lantas menjadi manifestasi akan kebutuhan tersebut. Lihatlah Garrincha. Caranya menggiring dan menggocek bola, caranya mencetak dan merayakan gol adalah penanda bahwa orang-orang Brasil sangat serius untuk selalu berpesta-pora. 

Jangan heran jika pemain sejago Garrincha dikenal sebagai pesepak bola paling amatir yang pernah ada di muka Bumi. Ia tidak peduli dengan tubuhnya. Menenggak berbotol-botol alkohol, mengahabiskan hari dengan entah berapa banyak perempuan walau berstatus sebagai pemain pro tetap dilakukannya. Garrincha tidak mau dikungkung aturan. Baginya hidup hanya untuk bersenang-senang. Untuknya sepak bola hanya satu dari sekian banyak cara untuk bersenang-senang.

Sepak bola Polandia tidak seperti itu. Kultur sepak bola tidak mengalir deras dalam darah mereka. Jika seorang bocah dianggap memiliki skill dan bakat, orang-orang hanya akan berkomentar, "Dia cukup bagus untuk ukuran anak-anak."

Dari situ, mereka yang ingin menjadi pesepak bola harus hidup dengan kepalang serius, menembus setiap batas yang kadung berdiri kokoh di seantero negeri. Bakat dan renjana saja tidak cukup. Toh, sepak bola bukan dongeng Cinderella.

Jika Lewandowski muda berkata ia ingin menjadi seorang pesepak bola hebat yang berkarier panjang, orang-orang hanya akan tersenyum kecut sambil mengeluarkan kata-kata belas kasihan dalam hati. Kakinya saja begitu kurus. Orang-orang tak berani membayangkan akan jadi apa kaki itu jika berhadapan dengan tekel lawan-lawannya. Krzysztof Sikorski, pelatih Lewandowski saat bermain di tim junior Varsovia Warsawa, ingat betapa postur sang pemain tak cocok untuk menjadi pesepak bola profesional.

“Kakinya sangat kurus. Saya terus mendorongnya untuk makan lebih banyak sandwich bacon supaya berat badannya bertambah," kata Sikorski.

Postur tidak ideal tak menghentikannya menjadi pencetak gol yang memantik kekaguman. Sang pelatih ingat dalam suatu musim timnya mencetak 158 gol, dan Lewandowski mencetak setengah di antaranya.

Lewandowski adalah atlet yang tekun menempa tubuhnya agar relevan dengan lapangan sepak bola. Sejak muda, ia selalu menjaga diet, asupan gizi, dan kualitas tidur. Jika meninjau fisiknya sekarang, sulit membayangkan bahwa sang pemain dulunya terlalu kurus. Tak sampai di situ. Demi mempertajam bakat itu di pertandingan sungguhan, mulai dari divisi bawah Polandia hingga level teratas sepak bola Jerman, ia terus-menerus meningkatkan kualitas teknis yang diperlukan.

Keseriusan Lewandowski bersepak bola tidak hanya tergambar dari caranya merawat fisik. Lewandowski juga menempatkan sepak bola sebagai urusan yang (hampir) sama pentingnya dengan perkara ketuhanan. 

Serupa sebagian besar orang Katolik lainnya, Lewandowski dan keluarganya memandang komuni pertama sebagai hari yang benar-benar sakral. Namun, pada hari tersebut, Lewandowski juga harus melakoni pertandingan di Warsaw, sementara misa diadakan di Leszno yang memakan waktu perjalanan sekitar 40 menit. 

Adalah ayah Lewandowski yang meminta kepada sang pastor agar anaknya diizinkan untuk meninggalkan misa lebih cepat. Berani benar ia menginterupsi pastor. Jika terjadi ribut-ribut urusannya bisa panjang, tidak hanya menyangkut dunia, tetapi juga akhirat. "Bisakah misa ini dimajukan lebih cepat sekitar 1,5 jam? Atau mungkin anak saya mengakhirinya lebih cepat? Begini, dia ada pertandingan di Warsaw."

Mujizat tidak selalu mengambil rupa laut yang terbelah dua atau kebangkitan orang mati. Terkadang Tuhan bekerja dengan cara jenaka, dengan membuat sang pastor terbata-bata saat mengabulkan permintaan Lewandowski. 

Kepada The Players Tribune, Lewandowski berkata bahwa begitu menerima komuni, ia langsung membuat tanda salib dan berlari ke mobil untuk mengejar pertandingan. Untungnya, ia tak terlambat. Yang paling menyenangkan, laga itu berhasil ditutup dengan kemenangan timnya.

****

Publik sepak bola terbagi menjadi tiga kelompok. Yang pertama, mereka yang bertaruh bahwa Lewandowski tidak akan bisa melampaui rekor 40 gol dalam semusim Bundesliga. Yang kedua, mereka yang bertaruh Lewandowski bisa melampauinya. Yang ketiga, mereka yang tak peduli dengan segala macam rekor.

Cedera pada 2020/21 membuat kelompok pertama semringah. Lewandowski menepi dalam empat  pertandingan karena cedera lutut. Hingga jeda internasional pada April, Lewandowski telah mencetak 5 gol. Itu artinya, ia masih membutuhkan 6 gol lagi. 

Masalahnya, mencetak gol di lapangan sebenarnya tidak semudah mencetak gol dengan gim konsol. Sehebat-hebatnya seorang penyerang, ia masih berhadapan dengan kemungkinan gagal mencetak gol yang besar. Apalagi, pada musim sebelumnya Lewandowski gagal melampaui rekor tersebut.

Lewandowski adalah orang yang terbiasa menghadapi pertaruhan. Saat masih dilatih Juergen Klopp pun ia pernah mengiyakan taruhan yang dipasang oleh sang pelatih. 

Pertaruhan itu terjadi pada 2010, pada bulan-bulan awalnya bermain untuk Borussia Dortmund. Jerman ternyata tidak seperti negeri yang dibayangkan oleh Lewandowski. Hujan dan kabut melulu menjadi kawan latihan yang menyebalkan. 

Lewandowski kepayahan. Klopp tahu situasi baru tak bersahabat dengan anak didiknya tersebut. Namun, sang pelatih Jerman juga paham bahwa Lewandowski bukan pemain yang merengek karena langit tak bersinar terang.

Klopp lantas menantang Lewandowski untuk mencetak 10 gol dalam setiap sesi latihan. Jika berhasil, ia akan dibayar Klopp sebesar 50 euro. Jika gagal, Lewandowski yang harus membayar Klopp 50 euro. 

Pada pekan-pekan pertama, Lewandowski gagal total. Hampir setiap malam ia harus merelakan uang 50 euro ke kantong sang pelatih. Namun, situasi berbalik. Ketika ketajamannya makin terasah, giliran Klopp yang menggerutu karena kehilangan uang 50 euro hampir di setiap sesi latihan. Hingga akhirnya, Klopp berkata cukup dan tak ada lagi pertaruhan. Pelatih mana pula yang mau dibuat bokek oleh anak asuhnya sendiri?

Kalau pertaruhan lucu-lucuan bersama Klopp saja disikapinya dengan serius, bagaimana mungkin Lewandowski mengabaikan pertaruhan yang melibatkan namanya? Pulih dari cedera, ia tancap gas hingga akhirnya berhasil melewati rekor 40 gol yang dicetak oleh Mueller dalam semusim itu. 

Torehan itu tidak hanya mendiamkan orang-orang yang bertaruh bahwa ia akan gagal dan memantik sukacita mereka yang mengharapkan keberhasilannya. Rekor baru yang dicetak itu turut membuat orang-orang yang awalnya tak peduli dengan pertaruhan mengangkat gelas bir dan bersulang untuk Lewandowski.

****

Ketika Ballon d'Or kembali jatuh ke tangan Lionel Messi, tak sedikit yang berang. Mereka bilang, Ballon d'Or tak adil, itu hanya penghargaan bualan yang memenangkan pemain yang itu-itu saja. Publik sepak bola berduka untuk Lewandowski, memberikan simpati sebagai penanda bahwa mereka turut sepenanggungan bersama sang bomber.

Entah berapa banyak jurnalis yang memberi judul Lewandowski patah hati atau gigit jari karena gagal memenangi Ballon d'Or 2021. Namun, bagaimana kalau sebenarnya tidak ada yang patah? Bagaimana kalau ternyata Lewandowski tak peduli-peduli amat dengan penghargaan yang diributkan entah berapa banyak orang itu? Bagaimana kalau yang terpenting bagi Lewandowski bukannya bola emas, tetapi bola yang disarangkannya ke gawang lawan?

Meski tidak ada yang benar-benar paham, Lewandowski menutup riuh Ballon d'Or 2021 dengan biasa-biasa saja. Ia tidak bicara yang indah-indah, hanya mengucapkan terima kasih kepada orang-orang terdekatnya dan memberi selamat kepada Messi. 

Ketika lampu ballroom dipadamkan, Lewandowski mengikat tali sepatunya erat-erat dan bersiap memasuki lapangan. Serupa pada hari komuni pertamanya, Lewandowski akan membuat tanda salib, lalu berlari dan melesakkan tendangan yang membuat jantung lawan berdegup kencang.