Trio Magnifico

Ilustrasi: Arif Utama.

Di balik kokohnya benteng pertahanan Inter Milan dalam dua musim ke belakang, ada trio bek tangguh yang menopang: De Vrij, Skriniar, dan Bastoni.

“Kami, tentu saja, telah menunjukkan sinergi di lapangan seperti band sungguhan. Sama seperti Keemosabe di atas panggung.”

Stefan de Vrij sedang berbicara tentang dua hal dalam sesi bincang dengan La Gazzetta dello Sport itu. Pertama, soal hubungannya dengan Milan Skriniar dan Alessandro Bastoni. Kedua, tentang Keemosabe, band modern rock asal Milan.

Belum lama ini De Vrij memang telah berkolaborasi dengan Keemosabe dalam single berjudul 'Hey Brother'. Video klipnya mencuri perhatian karena mengusung seni visual yang futuristik. Mayoritas video diambil melalui drone dengan nuansa gambar simetris. Lokasi-lokasi tak jamak macam gereja, lapangan bola, hingga Danau Maggiore mereka hadirkan.

De Vrij sendiri muncul di awal dan akhir lagu dengan memainkan piano yang mengapung di tengah air. “Itu akan menjadi kenangan yang tak terhapuskan: Sensasi bermain di platform terapung dengan pemandangan Danau Maggiore yang menakjubkan,” ucapnya.



De Vrij menjadi yang paling senior di antara trio bek Inter Milan. Ia tiga tahun lebih tua dari Skriniar dan selisih 7 tahun dengan Bastoni. Proyeksi kedatangannya di musim panas 2018 itu jelas: Demi memenuhi urgensi Inter soal bek berkelas.

Waktu itu Luciano Spalletti butuh bek tengah berkualitas sebagai tandem Skriniar. Miranda sudah terlalu tua, 34 tahun umurnya. Sementara Andrea Ranocchia masih begitu-begitu aja. Solusi idealnya, ya, De Vrij.

Bek Belanda ini punya kompetensi mentereng di Lazio. Ia sudah mencicipi 100 laga lebih bersama Biancocelesti dan ambil bagian saat De Oranje mencapai peringkat ketiga di Piala Dunia 2014. Nyaris tanpa cela, apalagi Inter mendapatkannya secara cuma-cuma seiring dengan kontraknya yang habis.

Pengalaman plus ketenangan De Vrij menjadi kombinasi sempurna buat Skriniar yang relatif agresif—tipikal pemain Eropa bagian timur. Menyitat WhoScored, bek Slovakia itu mencatatkan rata-rata 2,3 tekel per laga di musim 2017/18 atau terbanyak kedua setelah Danilo D’Ambrosio.

Kemampuannya untuk mencetak gol juga berada di atas rata-rata untuk ukuran pemain belakang. Sebanyak 4 gol dibikin Skriniar di musim debutnya. Tak ketinggalan pula soal pendistribusian bola. Bila dirata-rata, jumlah umpannya selama empat musim ke belakang menyentuh 66,2 per laga dengan persentase kesuksesan 92%.

Sementara Bastoni adalah personel terbaru “band” ini. Memang, ia sudah terdaftar sebagai pemain Inter pada periode 2017/18. Namun, Nerazzurri langsung merentalkannya ke Atalanta dan Parma dua musim beruntun.

Usianya baru 18 tahun waktu itu dan membutuhkan waktu bermain yang cukup. Sementara di Inter, Bastoni kudu mengantre cukup panjang untuk bisa mentas. Ada empat penggawa mereka yang bisa mengisi pos bek sentral. Bisa-bisa telat progres Bastoni kalau memilih bertahan di Inter.

Baru pada musim 2019/20 jasa Bastoni dibutuhkan, berbarengan dengan kedatangan Antonio Conte (sosok yang membidani lahirnya trio bek ini). Conte mesti memiliki bek tengah ekstra untuk mengakomodir sistem tiga bek yang diusungnya. Terlebih Bastoni memiliki kaki kiri sebagai bagian terkuatnya—berbeda dengan De Vrij dan Skriniar yang berkaki kanan. Itulah kenapa ia memasukkan Bastoni dalam proyeknya.

Bastoni juga punya CV lumayan semasa di Parma. Ia tampil 24 kali dan sukses menyumbang 1 gol. Kadar teknik serta kualitas distribusi bola mumpuni menjadi nilai jualnya. Kualifikasi itu beririsan dengan kebutuhan Conte kepada bek yang jago mengalirkan bola. Cara kerja Leonardo Bonucci di Juventus bisa menjadi sampel Conte memfungsikan distribusi bola dari lini belakang. Begitu juga dengan Cesar Azpilicueta semasa ia menukangi Chelsea.


Berbicara soal peran tiga bek Conte tak bisa dilepaskan dari sistem permainannya secara keseluruhan. Bagaimana ia menggerakkan wing-back ke depan serta pemosisian penyerang yang turun ke tengah untuk menjemput bola. Penguasaan bola serta ketersediaan ruang adalah dua hal yang penting.

Dalam format tiga beknya, Conte membutuhkan pemain belakang dengan fitur olah bola yang bagus. Dengan begitu, proses pembangunan serangannya menjadi lebih luas, tidak terpatok pada satu bek saja. 

Pada fase build-up awal, tiga bek akan intens mengedarkan bola ke samping guna mencari peluang untuk mengirimkan bola kepada gelandang penyalur. Dalam hal ini, Marcelo Brozovic. Pada musim lalu, Bastoni dan Skriniar yang menduduki pos dua besar sebagai pengumpan terbanyak dengan rata-rata 68 dan 67,5 per laga. Sementara De Vrij ada di angka 61,8; di bawah Brozovic. 

Sementara pada rezim Simone Inzaghi ini fungsi De Vrij, Skriniar, dan Bastoni tak banyak mengalami perubahan. Pun dengan Samir Handanovic yang masih ditugaskan sebagai distributor awal serangan.

Model garis pertahanan tinggi juga diusung oleh Inzaghi. Apa yang berbeda dibanding pendahulunya adalah permainan dinamis. Masuk akal karena Inzaghi relatif intens melakukan perpindahan bola-bola pendek dengan cepat dibanding Conte. Para pemain dilegalkan untuk saling mengisi tempat guna mengeksploitasi ruang kosong.

Tiga bek Inter juga memainkan peran di sini, Bastoni khususnya. Dibanding dua tandemnya, bek 22 tahun ini lebih aktif bergerak menjauh dari gawang. Kemampuan olah bola dan spesialisasinya dalam umpan jauh menjadi dasarnya.

Heatmap Bastoni di musim 2021/22. Foto: Sofascore.

Dalam fase awal build-up, Bastoni mengisi ruang yang ditinggalkan wing-back kiri. Pergerakan ini berguna untuk menarik lawan yang melakukan pressing di sepertiga area pertahanan.

Apa yang dilakukan De Vrij beda lagi. Ia cenderung statis di area sentral demi menjaga kedalaman. Tugasnya, ya, menetralisir serangan lawan setelah lolos dari adangan Brozovic sebagai gelandang bertahan. FBref mencatat, De Vrij telah melakukan 7 tekel di sepertiga wilayah pertahanan. Jumlah itu menjadi yang tertinggi di Inter.

Sementara Skriniar adalah yang paling ofensif ketimbang dua bek lainnya. Seperti yang tertulis di atas tadi, eks Sampdoria ini merupakan karakteristik bek dengan insting menyerang tinggi. Pelengkap sempurna buat De Vrij yang jago soal bertahan dan Bastoni yang mumpuni soal olah bola.

Sejauh ini, apa yang diharapkan Inzaghi kepada Skriniar berjalan sesuai rencana. Sentuhannya di kotak penalti menyentuh angka 9 (tertinggi keenam di Inter). Makin ciamik karena Skriniar sudah mengantongi 2 gol sampai sekarang.



Well, produktivitas menjadi sektor yang paling makmur di rezim Inzaghi. Rata-rata gol per laga mereka menyentuh 6,6. Tak ada yang mampu melebihi mereka di Serie A. Menjadi ideal karena Inter tak hanya menggantungkan satu-dua pemain sebagai pemasok gol. Tercatat ada 11 personel yang sudah mencatatkan namanya di papan skor di kompetisi liga.

Di lain sisi, kedatangan Inzaghi ini justru meninggalkan celah di belakang. Pertahanan Inter tak sekokoh zaman Conte. Sudah 7 kali mereka kebobolan hingga giornata keenam. Sebagai komparasi, angka itu tiga kali lipat dari Napoli sebagai tim dengan pertahanan terbaik. 

Dua kali Inter kemasukan sepasang gol dan saat itu pula mereka kehilangan poin penuh. So, sudah semestinya Inzaghi membenahi pertahanannya untuk membantu Inter mempertahankan Scudetto. Tak sulit, harusnya, karena ia punya trio terbaik di Serie A saat ini: De Vrij, Skriniar, dan Bastoni.