Bayern Muenchen: Serang, Serang, Serang, Lupa Bertahan

Foto: Twitter @FCBayern.

Bicara lini serang, Bayern Muenchen mengerikan bukan main. Namun, bicara lini pertahanan, ada celah yang acap dimanfaatkan oleh lawan.

Sudah berapa kali Bayern Muenchen tertinggal duluan tetapi berhasil mengejar atau bahkan membalikkan keadaan? Di Bundesliga musim 2020/21, hal seperti itu terjadi pada 10 pertandingan.

Kita lantas menyebut Bayern mampu menciptakan keajaiban. Bagaimanapun, membalikkan skor ketika sempat tertinggal bukanlah hal remeh. Tak banyak tim yang bisa melakukannya. Namun, sebelum terjadinya hal yang kita anggap keajaiban itu, terselip fakta soal betapa rapuhnya pertahanan Bayern.

Mari simak laga melawan Borussia Dortmund di Allianz Arena (7/3/2021). Dalam waktu kurang dari 10 menit Bayern sudah bobol dua kali oleh Erling Haaland seorang diri. Semua kian mencengangkan karena dua gol itu terjadi dalam dua kesempatan menembak Dortmund.

Seperti biasa, Bayern berhasil membalikkan keadaan tetapi itu tak lantas menutup fakta soal betapa rapuhnya pertahanan mereka. Dua gol tersebut menggenapkan jumlah kebobolan Die Roten menjadi 34 kali dari 24 laga, terbanyak di antara lima tim teratas klasemen Bundesliga.

Menurut WhoScored, aksi bertahan Bayern sebetulnya termasuk salah satu yang tertinggi musim ini. Catatan shots conceded per laga mereka bahkan ada di urutan ketiga, yakni 10,2. Bayern cuma kalah dari RB Leipzig dan Bayer Leverkusen yang punya catatan lebih baik.

Karena jumlah kebobolan Bayern yang tetap saja besar, menunjukkan bahwa lawan tak butuh banyak peluang untuk menciptakan ancaman bahaya ke gawang Manuel Neuer. Simak saja xGA (expected goals against) mereka yang mencapai 24,73. Lagi-lagi, tertinggi di antara tim teratas Bundesliga.

Lantas, apakah pelatih Hansi Flick sadar dengan kondisi timnya?

Jawabannya tentu saja. Bahkan hampir pada tiap jumpa pers usai laga, wartawan akan mencecar Flick dengan banyak pertanyaan seputar lini belakang. Salah satu yang paling sering adalah “Apakah buruknya pertahanan Bayern merupakan dampak dari garis pertahanan tinggi yang dia terapkan?”

Garis pertahanan tinggi memang jadi wajah Thomas Mueller dan kawan-kawan di bawah kemudi Flick. Eks asisten pelatih Timnas Jerman tersebut berulang kali mengatakan bahwa ini adalah salah satu syarat utama berjalannya sistem high pressing yang dia bawa ke Bayern.

Tak ada yang namanya penyesuaian. Menghadapi tim mana pun dengan gaya main seperti apa pun, pendekatan Bayern tak akan berubah. Saat lawan menguasai bola, para pemain Bayern bakal melancarkan tekanan sedini mungkin, bahkan hingga ke area bermain lawan.

Kuncinya terletak pada kerapatan di lini tengah. Untuk memaksimalkan hal ini, mau tak mau dua centre-back dalam 4–2–3–1 andalan Flick mesti berada di posisi yang lebih tinggi. Ketika bola berhasil dikuasai, sebagaimana tim lain yang bermain vertikal, Bayern akan menyerang sesegera mungkin.

Lewat cara-cara itulah Bayern menjadi tim dengan lini serang paling berbahaya di Eropa dalam dua musim terakhir. Pada musim ini saja, Bayern sudah mencetak 71 gol di Bundesliga. Itu berarti mereka menciptakan setidaknya 2,95 gol per laga. Sinting!

Masalahnya, garis pertahanan tinggi jadi pangkal dari banyak celah. Soal ini, legenda Bayern, Bastian Schweinsteiger, pernah melontarkan kritik. Dia bilang bahwa pendekatan tersebut membuat Bayern begitu gampang dieksploitasi lawan, terutama yang mengandalkan kecepatan.

“Tim-tim lawan akhirnya bakal terus memanfaatkan umpan direct cepat ke pertahanan. Jadi, menurut pandangan saya, Bayern tidak boleh terlalu tinggi,” ujar Schweinsteiger.

Bukan cuma sekali saran semacam itu datang. Jelang melawan Paris Saint-Germain di final Liga Champions musim lalu, Lothar Matthaeus meminta agar Bayern tak boleh bertahan terlalu tinggi. Bagi Matthaeus, ini bakal jadi petaka mengingat PSG punya Kylian Mbappe hingga Angel Di Maria.

Flick merespons ucapan itu dan bilang bahwa dia tak bakal mengubah gaya bermain. Jika di laga-laga sebelumnya pendekatan itu mampu membawa Bayern terbang tinggi, hal serupa harusnya juga berlaku. Ini juga Flick ucapkan ketika merespons kritik Schweinsteiger.

Foto: Twitter @FCBayernEN.

Namun, dia tak menampik bahwa gaya main Bayern sangat riskan. Itulah mengapa yang selalu dia tekankan jelang menghadapi tim manapun adalah pertahanan. Sebab memang semua tim bisa melukai Bayern, termasuk Holstein Kiel, tim Bundesliga 2 yang menyingkirkan mereka di DFB-Pokal.

Yang paling Flick soroti adalah untuk menghindari kehilangan bola di area berbahaya. Ini penting mengingat saat kehilangan bola, ruang di pertahanan akan sangat terbuka lantaran dua bek tengah masih dalam situasi menguasai bola, yang artinya berada di posisi yang tinggi.

Dalam kondisi seperti itu Bayern sangat rentan dieksploitasi lewat umpan-umpan terobosan. Ditambah, Bayern tak punya banyak pemain cepat di lini belakang. Satu-satunya pemain yang memenuhi spesifikasi adalah Alphonso Davies yang, sialnya, kerap out of position.

Alhasil, cukup sering Bayern bobol akibat serangan cepat lawan tak lama setelah kehilangan bola. Dua dari tiga gol yang Bayern terima ketika kalah 2–3 dari Borussia Moenchengladbach tahun lalu jadi contohnya. Saat melawan Kiel dan Leipzig, ini juga terjadi.

“Gol pertama mereka memiliki pola yang sama seperti beberapa pertandingan terakhir,” kata Flick soal laga vs Kiel. “Kami harusnya bisa cepat menutup celah di tengah, tetapi kami tidak melakukannya.”

Garis pertahanan tinggi sendiri Bayern barengi dengan upaya menciptakan situasi overload di sisi sayap. Ini juga jadi problem lain. Soalnya, ketika overload terjadi, sisi lain kerap kali lowong. Lantas, Bayern sering kerepotan melawan tim dengan switch play mumpuni.

Laga melawan Sevilla di Piala Super Eropa tahun lalu contohnya. Atau yang paling anyar, simak bagaimana Mahmoud Dahoud mengirim umpan dari sisi kanan menuju Nico Schulz di sisi kiri yang berujung gol kedua Erling Haaland. Semua berasal dari switch.

[Baca Juga: Nasib Lopetegui Melesat Secepat Switch Play-nya di Sevilla]

Khusus gol Haaland, satu penyebab lain adalah keberadaan Leroy Sane. Sebelum terjadinya gol dia telat mundur ke pertahanan. Dia juga abai dalam mengawasi dan menutup pergerakan Schulz yang akhirnya berdampak terhadap bobolnya gawang Neuer.

Mundur jauh ke belakang, aspek bertahan Sane memang jadi sorotan. Menurut Matthaeus, Sane terlalu malas menekan lawan. Matthaeus sampai menyandingkan eks pemain Manchester City itu dengan Arjen Robben dan Franck Ribery, yang memang sempat bermasalah soal kontribusi defensif.

Minimnya aksi bertahan Sane juga dibuktikan oleh sederet angka. Berdasarkan catatan WhoScored, kontribusi defensifnya cuma unggul dari para pemain seperti Joshua Zirkzee, Marc Roca, Douglas Costa, Choupo-Moting, dan Neuer.

Empat nama pertama adalah cadangan, sedangkan Neuer seorang kiper. Maka, bisa dibilang Sane punya catatan bertahan terendah dalam tim musim ini.

Masuk akal jika kemudian Flick sempat sering mencadangkan Sane pada awal musim. Dia juga pernah secara gamblang menyoroti aspek tersebut. Kata Flick, Sane memang punya keterampilan yang bagus, tetapi pergerakannya ketika tim tak menguasai bola masih perlu perbaikan.

“Dalam beberapa kasus, dia tidak mengejar pemain lawan saat berhadapan satu lawan satu. Tentu ada alasan untuk itu, jadi kami akan membicarakannya,” ungkap Flick.

Lantaran musim masih cukup panjang, ada cukup waktu bagi Flick untuk membenahi masalah lini belakang timnya. Bayern bahkan sudah mengamankan tanda tangan Dayot Upamecano dari Leipzig untuk memperkuat lini pertahanan pada musim depan.

Namun, satu yang pasti, Flick tak akan mengubah pendekatan main Robert Lewandowski dan kolega. Lagi pula, Bayern hanya perlu mencetak lebih banyak gol seandainya gawang mereka tak berhenti kebobolan, sebagaimana yang sering kita lihat sejauh ini.