Benarkah Man City Terlalu Bergantung pada Kevin de Bruyne?

Foto: Twitter @ManCity

Anjloknya produktivitas City enggak keruan. Mereka baru bikin 19 gol. Tak lebih tajam dari klub-klub sekelas West Ham, Leeds United, Aston Villa, Southampton, dan Everton. Apa yang salah?

Natal tahun ini tak lebih indah buat Manchester City. The Citizens tersangkut di peringkat kedelapan klasemen Premier League, terpisah 8 angka dari Liverpool si pemuncak klasemen. Ini, tentu saja, bukan pertanda bagus buat tim penyandang status kandidat juara.

Oke, City memang masih menyimpan satu pertandingan dibanding mayoritas kontestan. Namun, alasan itu tak lantas membuat City terlihat lebih baik. Masih banyak PR yang kudu mereka garap.

Produktivitas jadi yang pertama. Baru 19 gol yang dihasilkan pasukan Pep Guardiola itu dari 13 pertandingan. Catatan tersebut 17 gol lebih sedikit dibanding raihan mereka pada pekan yang sama musim lalu.

Sebagai pembanding lagi, produktivitas City menempati peringkat 11 di antara seluruh kontestan Premier League. Kalah tajam dari klub-klub sekelas West Ham United, Leeds United, Aston villa, Southampton, dan Everton.

[Baca: Mencari 'Impostor' di Balik Melempemnya Man City]

Oktober lalu kami sudah coba membedah start lambat City di musim ini. Diagnosisnya ada dua: Badai cedera di lini depan dan barisan belakang yang rapuh. 

Persoalan kedua sudah berhasil dirampungkan Guardiola. Langkah untuk mendatangkan Ruben Dias terbukti mujarab; dia sukses membantu Ederson Moraes mengukir 6 clean sheet sejauh ini. Overall, City baru kemasukan 12 gol --terbaik di Premier League.

Nah, untuk problem lini depan berbuntut panjang. Sampai sekarang City masih kesulitan buat bikin gol ke gawang lawan. Padahal Gabriel Jesus dan Sergio Aguero sudah pulih dari cedera. Lalu salah siapa? Kevin De Bruyne-kah biang keroknya?


Begini, De Bruyne sejauh ini sudah bikin 7 assist untuk City. Bukan yang terbaik di Premier League, memang, karena masih ada Harry Kane yang unggul 3 assist lebih banyak darinya.

Di lain sisi, rata-rata assist per laga De Bruyne tak mengalami penurunan dibanding musim lalu. Dengan 12 laga yang sudah dilakoninya, artinya De Bruyne mengumpulkan rata-rata 0,58 assist di tiap duel. Unggul tipis dari raihannya di musim lalu yang menyentuh 0,57.

Hanya saja, De Bruyne mengalami mengalami penurunan soal produksi key pass. Menilik Whoscored, rata-rata umpan kuncinya ada di 3,3 atau 0,6 lebih sedikit dari musim lalu.

Ketiadaan David Silva boleh jadi salah satu alasannya. Karena, ya, Silva adalah tandem De Bruyne sejak datang ke City lima musim silam.

De Bruyne dan Silva memiliki tugas yang identik sebagai kreator serangan --kendati keduanya memiliki cara yang berbeda untuk menafsirkannya. Silva dibebaskan untuk bergerak maju, sekaligus memberi ruang kepada trisula terdepan mereka.

Progresi Silva membuat dia intens melakukan sentuhan di area half space. Peran ini vital karena area tersebut adalah area yang digunakan Guardiola untuk merusak pertahanan lawan. Sementara De Bruyne, cenderung memaksimalkan umpan untuk menciptakan peluang dengan spesialisasinya dalam membaca pergerakan rekan setimnya.

Pendek kata, jalur serangan City terdiri dari tiga bagian utama. Dari John Stones di lini belakang, Rodrigo di area tengah, dan diteruskan kepada De Bruyne untuk disebarkan ke garda terdepan.

Makanya De Bruyne menjadi pemain City yang paling aktif dalam melepaskan umpan kunci. Catatan yang berbanding lurus dengan torehan assist-nya yang menyentuh 20, terbanyak di Premier League musim lalu.

Yang jadi soal, City sekarang tidak punya pemain yang sejago Silva untuk meng-handle lini tengah dan membuka ruang untuk pemain depan (dengan cara menarik pemain bertahan lawan). Bernardo Silva dan Riyad Mahrez bukan gelandang tengah murni. Ilkay Guendogan bukan gelandang pembawa bola ulung seperti Silva.

Justru Phil Foden yang palin mendekati karakteristik maestro asal Spanyol itu. Meski begitu, pemuda 20 tahun tersebut masih butuh waktu buat menyempurnakan perannya.

Ketiadaan Silva itulah yang mendasari Guardiola untuk mengubah pakem dasarnya, dari 4-3-3 ke 4-2-3-1. De Bruyne mengisi pos gelandang serang. Sementara Rodrigo dan Guendogan diplot sebagai double pivot

 
Sulit dibantah soal besarnya peran De Bruyne buat City. Menit bermainnya selalu tinggi sejak beberapa edisi ke belakang. Bukti bahwa dia merupakan komponen penting buat Guardiola.

Di musim ini saja cuma sekali De Bruyne absen. Itu juga gara-gara cedera. Sementara bila ditotal, menit mainnya sudah mencapai 1.012, tertinggi ketiga setelah Ederson dan Rodrigo.

Sekarang pertanyaannya digeser: Sebesar itukah ketergantungan City kepada De Bruyne? Sialnya, itu juga benar.

Ketiadaan Silva dan tumpulnya lini depan City membuat De Bruyne bekerja ekstra. Sebagai motor serangan merangkap algojo dari lini kedua.

Well, De Bruyne memang tak punya masalah berarti soal penciptaan peluang. Namun, perkara pemanfaatan peluang lain cerita.

Baru 2 gol yang dibuat De Bruyne di pentas liga. Ini buruk. Masalahnya, expected goals (xG) De Bruyne sebenarnya jadi yang tertinggi di antara seluruh pemain City.

Menurut Understat, xG De Bruyne menyentuh 5,23. Artinya mestinya dia membukukan 3 gol lebih banyak dari torehannya sekarang.

Sebagai komparasi, Sterling berhasil mengumpulkan 4 gol hanya dari 3,85 xG. Mahrez sedikit lebih baik karena mengoleksi 3,20 xG dengan jumlah gol yang sama.

Pun dengan Jesus. Meski baru mengemas sepasang gol, setidaknya itu masih melebihi harapan golnya yang mencapai 1,96.


Besar kemungkinan problem lini depan City ini masih bakalan awet. Guardiola telah menyatakan bahwa City tidak akan belanja penyerang di musim dingin nanti. Itu masih ditambah dengan Jesus yang baru-baru ini terinfeksi COVID-19. 

Betul bahwa Aguero memang telah sembuh dari cedera. Dia sudah mentas saat City bersua Arsenal di Piala Liga tengah pekan kemarin. Namun, perlu diingat kalau Aguero baru memainkan rata-rata 16 menit dari empat laga terakhir pasca-pulih. Artinya, City akan kembali ke problem mereka di awal musim ini: Krisis striker. 

Salah satu solusi Guardiola, ya, dengan menggenjot produktivitas De Bruyne. Agar menjadi penyelesai peluang yang efektif dari lini kedua. Tidak banyak buang-buang kans. Itu PR tambahan De Bruyne di musim ini, selain-tentu saja-sebagai pengakomodir peluang seperti di musim-musim sebelumnya.