Mengintip Dompet Liverpool

Foto: LFC

Liverpool disarankan banyak pihak untuk segera mendatangkan bek baru setelah Joel Matip cedera. Masalahnya, apa mereka punya uang buat belanja?

Liverpool krisis bek tengah. Lagi dan lagi.

Usai laga vs Tottenham Hotspur, Juergen Klopp mengumumkan bahwa Joel Matip mengalami cedera engkel yang cukup serius. Kebetulan, pada laga yang berlangsung Jumat (28/1) itu, Matip hanya bermain 45 menit. Saat babak kedua mulai, dia ditarik keluar dan diganti oleh Nathaniel Phillips.

Sejak itu, jantung para fans Liverpool terus berdebar, menanti kabar cedera bek berpaspor Kamerun itu. Yang dikhawatirkan kemudian benar-benar terjadi setelah Klopp mengeluarkan pernyataan di atas. Liverpool memang menang pada laga itu, tapi cedera Matip tetap jadi perbincangan utama.

Sebab, dengan Matip mengalami cedera yang diperkirakan akan memakan waktu pemulihan lama, Liverpool tak punya bek tengah senior lagi. Bek tengah (yang bukan dadakan) hanya tinggal Rhys Williams dan Phillips. Kita tahu bagaimana minimnya pengalaman kedua pemain itu di level teratas.

Kini opsi pertama Klopp untuk mengisi pos bek tengah ada pada Fabinho dan Jordan Henderson. Keduanya adalah gelandang bertahan. Meski sejauh ini penampilan Henderson dan Fabinho tak mengecewakan ketika dipasang jadi bek tengah, tapi Klopp dan fans Liverpool tetap tak tenang. Mereka merasa Liverpool butuh bek tengah baru.

Dan semua rasanya sepakat dengan ide itu, kecuali mungkin orang-orang di Fenway Sports Group (FSG) selaku pemilih Liverpool. Mereka sejauh ini belum mau mengeluarkan uang buat belanja bek tengah baru. Klopp sebagai manajer sendiri sudah meminta dan, dalam konferensi pers terakhirnya setelah laga vs Spurs itu, dia juga kembali menyatakan keinginan untuk mendatangkan bek baru.

Kondisi keuangan yang tengah tak keruan dalam situasi pandemi COVID-19 ini memang membuat banyak klub tak bebas bergerak. Para pemilik tak lagi sedermawan dulu dalam mengeluarkan uang untuk belanja pemain. Perhitungan menjadi lebih pelik dari sebelumnya. Apa yang keluar diharapkan tidak lebih banyak dari yang masuk.

Itulah rasanya yang jadi alasan bagi petinggi FSG belum mau memberi uang belanja buat Klopp. Namun, apakah dompet Liverpool memang sedang setipis itu? Well, mari coba kita lihat situasinya.

Berdasarkan data yang dirilis Deloitte dalam Deloitte Football Money League 2021, Liverpool menjadi klub dengan jumlah pendapatan terbesar kelima di dunia. Pada musim 2019/20 lalu, Deloitte mencatat Liverpool mendapatkan 489,9 juta poundsterling. Di Inggris, angka itu hanya kalah dari Manchester United yang mendapatkan 509 juta pounds.

Jika kita melihat daftar itu saja, tentu orang akan menganggap pendapatan Liverpool adalah sesuatu yang luar biasa. Namun, perlu dicatat bahwa angka yang didapatkan Liverpool musim 2019/20 ini mengalami penurunan 8% dibanding angka yang mereka dapatkan pada musim 2018/19. Kala itu Liverpool mendapatkan pemasukan sebesar 533 juta pounds.

Penurunan pendapatan sendiri datang dari pendapatan match day. Dilangsungkannya pertandingan tanpa penonton pada beberapa laga kandang Liverpool musim lalu membuat pendapatan dari pertandingan berkurang 12 juta pounds (musim 2019/20, 72 juta pounds) ketimbang musim 2018/19 (84 juta pounds).

Padahal, di musim-musim sebelumnya, The Reds merupakan salah satu klub dengan pertumbuhan pendapatan dari pertandingan paling tinggi di Premier League. Sejak musim 2015/16 hingga 2018/19, pendapatan dari pertandingan mereka tumbuh 35%. Angka itu di Premier League hanya kalah dari Tottenham Hotspur.

Penyebab tingginya pertumbuhan itu salah satunya adalah peningkatan jumlah kapasitas stadion seiring diperbesarnya tribune Main Stand pada musim 2015/16. Selain itu, Liverpool merupakan salah satu klub yang stadionnya selalu penuh setiap pertandingan. Anfield memiliki rata-rata kehadiran 52.871 penonton per pertandingan dari total 53.394 kapasitas.

Jika musim lalu menjalani empat pertandingan tanpa penonton saja mereka sudah mengalami penurunan pendapatan sebanyak 12 juta pounds, bisa dibayangkan berapa banyaknya penurunan pendapatan The Reds musim 2020/21 ini di mana hampir seluruh pertandingan kandang dilalui tanpa adanya suporter mereka.

Lalu, Liverpool juga mengalami penurunan pendapatan pada angka hak siar Liga Champions pada musim 2019/20 lalu. Mudah saja menebak penyebabnya: Langkah mereka hanya sampai babak 16 besar. Ketika jadi kampiun pada musim 2018/19, Liverpool mendapatkan 98 juta pounds hanya dari hak siar Liga Champions saja. Musim lalu, mereka hanya mendapatkan 71 juta pounds atau 27 juta lebih sedikit.

Liga Champions, baik dari segi hak siar maupun prize money, merupakan sumber uang yang berlimpah bagi klub-klub besar Eropa.

[Baca penjelasan kami
: Duit, Duit, Duit: Soal Gelimang Uang di Liga Champions].

Jika Anda adalah orang yang kesal ketika Klopp menurunkan Diogo Jota pada laga fase grup (yang tak menentukan) melawan FC Midtjylland, Anda harus tahu bahwa salah satu alasan pria Jerman melakukan itu adalah demi meraih kemenangan. Tentu saja kemenangan di sini tak cuma demi poin, tapi juga demi pundi uang. Sebab, satu kemenangan di fase grup nilainya bisa lebih dari 2 juta pounds.

Pada musim lalu, Liverpool beruntung masih bisa menambal uang hak siar Liga Champions dengan uang hak siar Premier League. Sebagai juara, mereka tentu saja kebagian kue yang paling besar. Liverpool diestimasi mendapatkan angka total 175 juta pounds dari hak siar Premier League saja. Belum lagi ada pendapatan dari hak siar Piala Dunia Antarklub juga.

Lagi-lagi, mari kita bayangkan berapa penurunan uang yang Liverpool bakal dapatkan musim ini jika mereka gagal mempertahankan gelar Premier League dan tersingkir cepat dari Liga Champions. Pendapatan akan berkurang sangat drastis. Terlebih, sejauh ini, Liverpool cuma berada di posisi empat.

Dari segi komersial (biasanya berkaitan dengan sponsor), pada musim 2019/20 Liverpool tertolong kerja sama dengan New Balance dan AXA. Merek yang disebut pertama adalah apparel Liverpool musim lalu dan yang disebut kedua adalah sponsor untuk jersi latihan (dan bahkan kamp latihan baru Liverpool). Total, pada musim 2019/20, Deloitte mencatat Liverpool mendapatkan angka 213,5 juta pounds dari sektor komersial.

Pada musim ini, selain dengan Nike, Liverpool belum menjalin kesepakatan sponsor dengan merek besar lain. Kekhawatiran angka komersial menurun pada musim ini jelas ada pada benak petinggi-petinggi FSG. Terlebih situasi pandemi menyulitkan banyak pihak dan sepertinya belum akan berakhir dalam waktu dekat.

Buruknya, musim ini, angka tagihan gaji pemain (tim utama) Liverpool naik. Per spotrac, tagihan gaji Mohamed Salah cs. musim lalu menyentuh angka 118 juta pounds. Musim ini, angkanya membengkak jadi 122,8 juta pounds. Penyebabnya, tentu saja, karena transfer yang dilakukan Liverpool pada musim panas lalu.

Thiago yang mereka datangkan dari Bayern Muenchen memiliki gaji 10 juta pounds per tahun. Angka itu adalah yang tertinggi kedua di kubu Liverpool setelah Salah yang punya gaji 10,4 juta pounds per tahun. Gaji rekrutan anyar lain, Diogo Jota, juga tak kecil. Pemain berpaspor Portugal itu memiliki gaji 4,7 juta pounds per tahun. Jika dibandingkan gaji Alisson Becker, Gini Wijnaldum, dan Andrew Robertson, gaji Jota lebih besar.

Masalahnya, slot gaji Adam Lallana dan Dejan Lovren yang hengkang dari Liverpool musim lalu hanya setara gajinya Thiago saja. Tagihan gaji pun membengkak. Dan buat Liverpool ini jelas buruk. Artinya, tagihan gaji akan semakin banyak ketika ada pemain baru yang datang. Syukur-syukur kalau bek yang didatangkan gajinya kecil, lah kalau lumayan besar?

Selain meningkatnya tagihan gaji, Liverpool juga berniat memperbesar kapasitas Anfield (lagi), khususnya di tribune Anfield Road. Ini kabarnya akan membuat Liverpool mengeluarkan uang lebih dari 60 juta pounds. Bertambah lagi tagihan pengeluaran Liverpool.

Idealnya, untuk mendatangkan bek tengah baru, Liverpool harus melakukan apa yang dilakukan Arsenal: Melepas pemain yang tak lagi dibutuhkan. Ini dilakukan untuk mengurangi tagihan gaji sang pemain yang kemudian bisa diisi oleh gaji pemain baru. Catatan saja: Setelah melepas Mesut Oezil dan Sokratis, Arsenal mampu menghemat tagihan gaji mereka hingga 10 juta pounds.

Peminjaman memang pilihan yang jadi masuk akal buat Liverpool. Sebab, harga bek-bek yang Liverpool incar (Ozan Kabak, Ben White, hingga Dayot Upamecano) memiliki harga lebih dari 20 juta pounds. Kabak bahkan kabarnya sudah ditawar Liverpool dengan banderol 25 juta pounds pada November lalu, tapi Schalke menolak.

Sayangnya, pilihan jika meminjam pemain pun tak banyak. Sejauh ini, hanya Eder Militao yang dikabarkan diincar Liverpool dengan status pinjaman. Kebetulan Real Madrid selaku pemilik saat ini memiliki stok bek yang cukup banyak ketika Militao dipinjam Liverpool.

Saat ini, pilihannya ada di tangan FSG. Membeli artinya mereka harus mengeluarkan uang lebih untuk transfer dan tagihan gaji, yang artinya pengeluaran mereka meningkat (dan jumlah pendapatan alias revenue berkurang) atau meminjam, dengan catatan hanya tagihan gaji saja yang meningkat.

Apa pun itu, dua pilihan tersebut sebenarnya juga memiliki opsi memberikan banyak uang buat Liverpool di akhir musim. Pasalnya, jika bek baru tersebut bisa mendongkrak performa tim dan di akhir musim Liverpool juara, FSG akan tetap kelimpahan banyak uang juga.

Atau, mereka masih tetap kekeh pada pendirian: Tak mengeluarkan uang sama sekali dan berharap Liverpool baik-baik saja dengan skuad yang ada sekarang.