Q&A: Yang Perlu Kamu Tahu soal Konflik Hansi Flick dan Bayern Muenchen

Foto: Instagram @hansiflick.official.

Lewat tanya-jawab pada edisi kali ini, kami akan membahas soal konflik Hansi Flick dengan Bayern Muenchen, yang ujung-ujungnya bikin Flick pengin pergi begitu musim ini selesai.

Lagak Hansi Flick di pinggir lapangan kala Bayern Muenchen berlaga menunjukkan bahwa dia bukanlah orang yang ekspresif. Ketika skor 0–0 atau saat Bayern tertinggal dari lawan, wajahnya tampak serius. Bahkan tatkala Bayern unggul 8–2, ekspresinya tak berubah sama sekali.

Namun, yang demikian hanya terjadi saat berlaga. Di luar lapangan, Flick justru orang yang sangat terbuka dan jujur.

Suatu hari Marc Roca bercerita bahwa Flick pernah mengkritik aspek defensifnya untuk menjelaskan mengapa ia tak kunjung mendapat kesempatan main. Hal serupa juga terjadi pada Leroy Sane, Alphonso Davies, Lucas Hernandez, Bouna Sarr, dan sederet pemain lain.

Yang ia lakukan usai melawan Wolfsburg pada spieltag ke-29 Bundesliga 2020–21 juga menunjukkan betapa terbukanya Flick. Kepada awak media ia berkata ingin pergi dari Bayern akhir musim ini. Karena kontraknya masih tersisa hingga 2023, berarti ia hendak memutus kontrak tersebut.

Padahal, kendati sudah menyampaikannya kepada manajemen usai tersingkir dari Liga Champions, Flick sama sekali belum memberitahu bahwa dia bakal mengumumkannya kepada pers usai melawan Wolfsburg. Manajemen bahkan belum menyetujui pengunduran diri si pelatih.

Meski begitu, fakta bahwa Flick ingin hengkang bukanlah kejutan sama sekali. Sejak awal musim, ia beberapa kali dibikin kecewa oleh keputusan para petinggi. Flick juga terlibat konflik internal dengan Hasan Salihamidzic yang konon jadi alasan utama di balik keputusan ini.

Hasan Salihamidzic yang eks pemain Bayern itu?

Iya, sekarang jabatannya Direktur Olahraga.

Memangnya kenapa mereka?

Masalah paling utama adalah kebijakan transfer. Ingat pas Bayern baru menang treble winner musim lalu? Nah, waktu itu mereka kehilangan tiga pemain sekaligus dan ketiganya punya peran yang lumayan penting dalam upaya meraih torehan tersebut.

Pertama Thiago Alcantara, berikutnya Philippe Countiho, lalu Ivan Perisic. Soal dua nama pertama, Flick oke-oke aja. Thiago memang krusial banget di skuat musim lalu, tapi Flick sudah nemuin komposisi baru lewat Leon Goretzka dan Joshua Kimmich di lini tengah. Aman.

Countiho juga begitu. Selain karena memang dia cuma opsi kedua setelah Thomas Mueller, pemain Brasil ini statusnya cuma pinjaman. Ada opsi permanen, sih, tapi ngapain permanenin pemain yang harganya selangit kalau cuma jadi back up?

Beda halnya dengan Perisic. Kabarnya, Flick sengaja request supaya Perisic, yang juga pemain pinjaman, bisa dipertahankan. Ini juga back up tapi tiap kali main perannya penting banget. Plus, harga buat nebus Perisic dari Inter Milan lumayan terjangkau. Perisic juga mau bertahan di Bayern.

Namun, manajemen lewat Salihamidzic enggak sepakat. Perkaranya soal gaji yang cukup tinggi. Selain itu, Salihamidzic merasa Perisic udah lumayan berumur, 32 tahun. Lagi pula Bayern udah berhasil datengin Leroy Sane dari Manchester City.

Hmm… I see. Lanjut!

Ya, udah, akhirnya Flick nurut ‘kan. Masalahnya, pemain-pemain lain yang didatangkan sebagai pengganti enggak bagus-bagus amat kualitasnya. Terlepas dari Sane, Bayern cuma datengin Eric Maxim Choupo-Moting, Bouna Sarr, Marc Roca, sama Douglas Costa.

Cuma Choupo-Moting yang berguna sejauh ini. Dia bikin 9 gol di semua kompetisi. Lumayan. Sarr sama Costa enggak begitu. Sarr sering merugikan Bayern tiap dia main. Roca lumayan tapi dianggap belum siap. Kalau Costa malah hampir enggak kelihatan karena dikit-dikit udah cedera.

Kalau keinginan Flick sendiri sebetulnya pemain yang gimana?

Sebetulnya dia sudah nyampein semua yang dia mau ke Salihamidzic, sih. Sane memang salah satu incarannya, tetapi ini memang udah jadi target Bayern sejak lama. Jadi, yang bisa disebut murni target Flick adalah Sergino Dest, Kai Havertz, Timo Werner, sama Callum Hudson-Odoi.

Omong-omong, ini bukan sekadar isu, ya. Flick pernah secara gamblang menyebut keempat pemain tersebut, bersama satu pemain lain, yakni Sane.

Namun, tentu enggak realistis datengin semuanya sekaligus. Apalagi kondisi keuangan enggak stabil akibat pandemi. Havertz, misalnya, yang harganya lebih dari 80 juta euro. Lagian Havertz pemain Leverkusen, sedangkan Leverkusen udah sejak lama "mengharamkan" melepas pemain ke Bayern [bisa baca 'Nasib sial si Mr. Runner-up' untuk sedikit penjelasan soal ini].

Masalahnya, Flick hampir enggak dilibatin dalam proses mendatangkan pemain baru. Dia enggak ada sangkut-paut dalam penandatanganan Choupo-Moting, Sarr, Roca, sama Costa. Oh, sebetulnya ada Tiago Dantas, tapi ini kayak pengecualian karena statusnya pemain tim kedua Bayern dulu.

Sejak beberapa bulan lalu, masalah-masalah ini udah terendus media. Isunya naik lagi ketika Joachim Loew mengumumkan bakal melepas jabatannya di Timnas Jerman. Konon, Flick disiapkan sebagai salah satu pengganti, tetapi dia selalu menegaskan bakal menghormati kontrak.

Flick bahkan sengaja ngajak Salihamidzic ngobrol empat mata buat memperbaiki hubungan mereka. Dari obrolan yang berlangsung setelah pertandingan melawan Lazio itu, mereka akhirnya sepakat ‘berdamai’ demi kepentingan klub.

Lah, terus kenapa akhirnya dia malah kepengin cabut?

Enggak ada jawaban pasti. Dalam wawancaranya, Flick cuma bilang bahwa dia udah mempertimbangkan keputusannya bulat-bulat. Namun, ada kemungkinan Flick agak frustrasi dengan komposisi skuadnya yang super menipis begitu kompetisi memasuki akhir-akhir kayak gini.

Fakta bahwa Flick menyampaikan keinginannya ke manajemen usai disingkirkan PSG dari Liga Champions kian mempertegas hal tersebut. Waktu itu, Bayern kehilangan banyak pemain inti. Robert Lewandowski, Leon Goretzka, Niklas Suele, Serge Gnabry terpaksa absen karena cedera.

Flick hampir enggak punya opsi buat jadi pengganti. Bahkan Costa dan Roca yang notabene cadangan juga absen. Kondisi ini sepertinya jadi puncak kekecewaan Flick, apalagi pada beberapa laga sebelumnya dia pernah sampai menyertakan dua kiper di bangku cadangan.

FYI, sebelum melawan PSG juga ada drama lain. Ini soal Salihamidzic yang menyampaikan keputusan untuk tak memperpanjang kontrak Jerome Boateng enggak lama sebelum laga. Pada konferensi pers Flick ditanya soal itu. Jawaban dia: Saya tidak tahu sama sekali.

Gila! Merusak konsentrasi banget ngomongin begituan sebelum laga penting.

Betul, tapi enggak cuma itu. Boateng termasuk salah satu pemain "kesayangan" Flick. Bahkan sejak paruh pertama, Flick udah menyatakan keinginannya buat terus bekerja sama bareng Boateng. Di sisi lain, Boateng juga pengin terus bermain di Allianz Arena.

Oh, ya, soal pemain kesayangan, Flick juga punya David Alaba sama Tiago Dantas. Nama pertama udah pasti gagal diperpanjang kontraknya dan ini bikin Flick kecewa bukan main. Sementara soal Dantas, Salihamidzic merasa kemampuannya tak cukup untuk bermain di Bayern.

Saya jadi penasaran, sekuat itu, ya, posisi Salihamidzic di Bayern?

Pertama dan paling utama, Salihamidzic memang punya kuasa lebih soal perekrutan pemain. Para petinggi memberi keleluasaan seperti ini karena ingin semua pemain yang didatangkan tidak hanya bagus secara kualitas. Mereka juga mau pemain yang sesuai dengan mentalitas ‘Mia san Mia’.

Jadi, pelatih kasarnya cuma nerima apa yang para petinggi dan terutama Salihamidzic sediakan.

Enggak tahu apakah sistem seperti ini salah atau gimana. Yang jelas, keleluasaan lebih yang seperti yang dimiliki Salihamidzic bikin pelatih enggak nyaman. Apalagi, hampir semua perekrutan yang dia lakukan enggak melibatkan sosok pelatih.

Salihamidzic dan Flick. Foto: Twitter @Brazzo.

Bahkan pelatih sebelumnya, Niko Kovac, juga mengalami hal serupa Flick. Dia lantas membandingkan Bayern dengan kondisi dia di klubnya saat ini, AS Monaco.

Kata Kovac, “Di Monaco, Paul Mitchell (direktur olahraga), tim perekrutan, dan saya sangat terlibat dalam rencana skuad. Kami berbicara tentang segalanya. Saya pikir setiap klub membutuhkan itu. Kita semua tahu bagaimana situasi di Muenchen. Di sana sangat berkebalikan.”

Apakah yang seperti itu cuma terjadi di masa Salihamidzic?

Enggak. Ini udah sering. Ketika Pep Guardiola jadi pelatih, misalnya, dia juga enggak nyaman dengan kewenangan dirinya yang minim soal perekrutan pemain. Betul bahwa Guardiola dapat ‘hadiah’ dalam wujud Thiago Alcantara pada awal musim, tetapi setelahnya dia hampir enggak terlibat.

Pada musim terakhirnya, Guardiola ingin mendatangkan salah satu di antara Kevin De Bruyne, Ilkay Guendogan, atau Leroy Sane ke Bayern. Kita tahu ini enggak kejadian. Dia justru baru mendapatkannya di Manchester City, bahkan ketiganya sekaligus.

Boleh jadi ini alasan kenapa Guardiola menolak tawaran kontrak baru dari Bayern. Ini juga alasan kenapa Bayern punya enam pelatih berbeda (tanpa menghitung interim) dalam sepuluh tahun terakhir. Singkat kata, dominasi manajemen dan para petinggi di Bayern sangat besar.

Sampai-sampai, kecuali Guardiola, pelatih-pelatih tersebut mesti mengakhiri kiprahnya di Bayern karena masalah. Semua tahu bagaimana akhir kisah Louis van Gaal, meski ia disebut-sebut sebagai kunci kesuksesan Bayern dekade ini. Ada pula cerita yang jarang diketahui tentang Jupp Heynckess.

Pada musim saat meraih treble, ia sebetulnya sangat ingin bertahan. Namun, manajemen sudah ngebet banget mendatangkan Guardiola, bahkan pendekatan sudah mereka lakukan ketika musim tersebut belum berakhir, tepatnya sejak November 2012.

Jupp Heynckes. Foto: Twitter @FCBayern.

Beberapa tahun setelahnya, Heynckess mengungkapkan bahwa ternyata ia sama sekali enggak diberi tahu soal pendekatan tersebut. Bisa bayangkan gimana kesalnya: Udahlah enggak bisa banyak bersuara, komunikasi dari yang bersangkutan juga minim.

Soal komunikasi, asisten pelatih Miroslav Klose juga mengeluhkannya. Ini juga yang jadi alasan mengapa dia ingin segera cabut begitu musim 2020–21 beres.

Kata Klose, “Apa yang benar-benar membuat saya mempertimbangkan ini (masa depan di Bayern) adalah bagaimana orang-orang di sini berkomunikasi satu sama lain. Seharusnya Anda bisa saling menghormati, bahkan jika Anda tidak selalu setuju.”

Klose memang bermasalah sama Salihamidzic. Dia pernah hampir cabut dari klub karena direktur olahraga Bayern itu mau memindahkannya ke tim junior lain. Menurut laporan BamS, ini terjadi karena Klose mencadangkan anak Salihamidzic di tim junior yang waktu itu dia latih.

Hmm… Berarti pelatih mana pun mesti jadi ‘yes man’ aja, ya?

Kurang lebih. Kalau kata Matt Pearson dari DW, siapa saja yang ingin bertahan lama menjadi pelatih Bayern mesti punya kemampuan politis yang tinggi dan harus paham seperti apa posisinya di klub. Jadi, aspek taktis dan kemampuan memotivasi pemain saja tidak cukup.

Thomas Mueller lain lagi. Menurut dia, pelatih mana pun mesti memiliki "kulit yang tebal" untuk bisa menjadi pelatih Die Roten.

Dengan spesifikasi kayak gitu, kira-kira siapa yang cocok jadi pengganti Flick?

Saya enggak bisa ngasih bayangan. Sejauh ini yang sering sering dikaitkan-kaitkan, sih, Julian Nagelsmann dan Massimiliano Allegri. Ini tentu masih simpang-siur karena pada dasarnya Hansi Flick juga belum pasti cabut dari Bayern akhir musim nanti.

Kenapa?

Karena petinggi klub belum menyetujui. Beberapa waktu lalu mereka udah bikin pernyataan secara resmi. Namun, kalau Flick betulan cabut, yang bakal rugi jelas Bayern. Bukan mudah mencari pelatih yang oke secara taktik sekaligus populer di antara pemain.

Flick, sih, santai. Konon, Juventus mantau dari kejauhan. Kabarnya juga ada klub Premier League. Selain itu, satu yang pasti, DFB bakal menyambut Flick dengan senang hati kalau dia cabut dari Bayern. Toh, Flick juga mengatakan bahwa menjadi pelatih Timnas Jerman adalah salah satu opsinya.