Semesta Jadon Sancho
Kedatangan Sancho tentu saja membuat United membuka potensi terbaik mereka. Kendati begitu, bukan berarti keping puzzle mereka sudah lengkap.
Dari jalanan di London Selatan, Jadon Sancho berubah menjadi salah satu prospek terpanas yang dimiliki Inggris. Ia nyaris saja menjadi pemain 100 juta poundsterling pertama dari Inggris jika Manchester United menuruti permintaan Borussia Dortmund lebih cepat.
Segala sesuatu tentang Sancho kecil masih terekam segar di ingatan Norman Dawkins. Ia memang bukan pelatih sepak bola apalagi pernah menangani Sancho semasa kecil. Dawkins adalah karyawan di Frederick’s Adventure Playground, sebuah tempat bermain anak-anak, tidak jauh dari tempat tinggal Sancho kecil.
Sejak pertama kali melihat Sancho, Dawkins merasa ada sesuatu pada bocah itu. Tak seperti anak-anak kebanyakan, Sancho seperti memiliki magnet. Ke mana pun ia berjalan atau pergi bermain, ada saja anak-anak yang mengikutinya. Seolah-olah, ia adalah pusat dari segalanya.
“Kadang dia cuma jogging sebentar, tetapi ada saja anak-anak yang ikut lari di belakangnya,” kata Dawkins dalam wawancaranya dengan Goal.
Entah apakah kejadian pada masa kecil Sancho itu sebentuk nubuat atau pertanda. Yang jelas, kelak dia akan betul-betul menjadi pusat dan membuat semestanya sendiri di atas lapangan. Sancho memang bukan tipikal fantasista yang gemar membuat keajaiban, tetapi kehadirannya tetap saja krusial bak tokoh protagonis.
Dalam ‘Jadon Sancho Terlahir Kembali’, penulis The Flanker, Angga Septiawan, mendeskripsikan permainan Sancho seperti ini:
“Sancho biasa melakukan dribel dengan mengubah kecepatan larinya. Ia bisa tiba-tiba berhenti, berbelok arah, atau bahkan berputar. Kian (ber)masalah bagi para pemain bertahan lawan mengingat bola seakan lengket di kaki Sancho tiap kali melakukan dribel.”
“Semua berpadu dengan kemampuan playmaking-nya yang baik. Dia tak segan bergerak ke lini tengah atau bahkan menjemput bola ke belakang. Ketika bola dikuasai, ia akan merancang serangan lewat umpan terobosan, umpan panjang, atau sebatas delay guna mengatur tempo permainan.”
Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa Sancho sesungguhnya adalah seorang kreator. Area operasinya, berdasarkan heatmap yang dirilis oleh Sofascore merunut pada permainannya sepanjang 2020/21, adalah di tepi lapangan. Namun, tak jarang juga ia menusuk ke tengah hingga ke area halfspace.
Per catatan Understat, Sancho mengkreasikan 2,89 key passes per 90 menit pada Bundesliga 2020/21. Total, ia membuat 8 gol dan 11 assist. Jumlah gol dan assist-nya melebihi xG (expected goals) yang mencapai 6,75 dan xA (expected assist) yang mencapai 8,24.
Menurut catatan WhoScored, sepanjang Bundesliga 2020/21, Sancho lebih banyak bermain sebagai gelandang serang sebelah kanan ketimbang gelandang serang sebelah kiri. Ia juga bisa bermain sebagai gelandang serang tengah, tetapi jumlah permainannya di pos tersebut terbilang minim.
Oleh karena itu, ketika Manchester United membutuhkan pemain yang bisa mengisi pos gelandang serang sebelah kanan dalam formasi 4-2-3-1 atau penyerang sayap sebelah kanan dalam formasi 4-3-3, Sancho adalah pemain yang tepat.
Persoalannya, performa terbaik Sancho kemungkinan bakal sulit muncul apabila United memainkannya sebagai winger murni, sekalipun ia kerap beroperasi di tepi lapangan. Mengingat Sancho adalah seorang kreator, ia bisa termaksimalkan jika area operasinya justru lebih dekat dengan kotak penalti lawan atau di sekitar area final third. Sancho lebih cocok mengemban peran sebagai seorang inside forward ketimbang seorang winger.
SciSports, dalam tulisannya menyoal apakah seorang pemain sayap sebaiknya melakukan cut inside atau tetap melebar dan melepaskan crossing, pernah menganalisis Sancho. Menurut mereka, Sancho memiliki banyak kesamaan dengan winger klasik karena kemampuannya menggiring bola. Namun, ia juga memiliki sejumlah kualitas lain yang memungkinkannya mengemban role sebagai wide playmaker atau inside forward.
Kualitas-kualitas Sancho yang dimaksud itu adalah kemampuannya melakukan dribel dengan mengubah kecepatan lari hingga kemampuan melepaskan berbagai macam operan—baik umpan pendek, terobosan, ataupun panjang—serta mengatur tempo.
Gaya bermain Sancho, menurut beberapa orang yang memerhatikannya sejak kecil, bukan hanya terasah lewat didikan di akademi, tetapi juga karena ia terbiasa bermain sepak bola di jalanan. Rhian Brewster, striker Sheffield United yang juga merupakan temannya, menyebut Sancho bermain dengan bebas seperti anak-anak yang menyepak bola di pinggir jalan.
“Melihat dia, saya jadi ingat FIFA Street. Dia seperti mengasah skill-nya dengan bola memantul dari tembok dan sebagainya,” kata Brewster.
Kemampuan Sancho sebagai seorang kreator, plus kepiawaiannya mengolah bola ketika diberikan kebebasan, adalah apa yang dibutuhkan oleh United di sisi kanan lini serang mereka. Dalam beberapa musim terakhir, mereka menjajal beberapa pemain untuk mengisi pos tersebut.
Daniel James, kendati memiliki kecepatan dan punya determinasi apik, sesungguhnya lebih afdal ketika dimainkan di sisi kiri. Opsi lainnya, yakni Mason Greenwood, adalah penyerang tengah yang kebetulan punya kemampuan olah bola bagus dan piawai melakukan dribel.
Kehadiran Sancho bisa membuat lini depan United menjadi lebih fluid. Terlebih, per laporan ESPNFC, sang pelatih, Ole Gunnar Solskjaer, berniat untuk menanggalkan 4-2-3-1 dan memilih bermain dengan 4-3-3 pada musim 2021/22. Dengan pola tiga pemain depan, Solskjaer tidak sekadar menginginkan timnya untuk bermain cair di lini depan, tetapi juga lebih ofensif.
Semesta Sancho, pada akhirnya, bisa ikut mengubah wajah lini depan United dan bagaimana cara mereka bermain. Jika United betul-betul bermain dengan 4-3-3 seperti keinginan Solskjaer, mereka bisa memanfaatkan kemampuan Sancho menusuk ke dalam kotak penalti lawan sekaligus memaksimalkan mobilitas Edinson Cavani. Striker Uruguay tersebut sudah menunjukkannya berulang kali musim kemarin bahwa ia tak pernah berhenti mencari ruang.
Pemain lain yang boleh jadi bakal mendapatkan manfaat dengan pola 4-3-3 dan niat untuk bermain fluid di lini depan adalah Donny van de Beek. Pada beberapa kesempatan menjelang akhir musim kemarin, Van de Beek lebih sering diberikan peran sebagai gelandang box-to-box. Namun, kemampuan terbaik Van de Beek justru keluar kalau ia berada lebih dekat dengan kotak penalti lawan.
Sebagai pencari ruang, dan terbiasa menjadi penyelesai akhir atau pemberi umpan terakhir di kotak penalti lawan, Van de Beek lebih termaksimalkan dengan gaya main fluid di lini depan. Ia boleh jadi bukan pemain kelas satu, tetapi dengan sistem yang cocok, ia bisa menjadi pemain yang lebih berguna.
Persoalannya, pola 4-3-3 tersebut membutuhkan seorang holding midfielder yang piawai. Di skuad United saat ini, hanya ada satu pemain senior yang bisa memainkan peran tersebut, yakni Nemanja Matic. Mengingat Matic sudah berusia 32 tahun, belum tentu ia akan bermain di seluruh pertandingan pada 2021/22.
Oleh karena itu, wajar kalau United sempat dikait-kaitkan dengan Declan Rice, sedangkan gelandang lainnya yang belakangan diisukan mereka incar, Eduardo Camavinga, adalah gelandang tengah murni. Ia sama sekali bukan gelandang bertahan yang bisa mendapatkan peran sebagai holding midfielder.
Jika tidak mendatangkan holding midfielder murni pada bursa transfer kali ini, besar kemungkinan United bakal memasang salah satu dari Scott McTominay atau Fred di posisi jangkar lini tengah kendati ini bukan opsi terbaik, tentu saja. Pilihan lain adalah mempromosikan James Garner ke tim utama. Nama yang disebut terakhir tampil impresif dalam peminjaman di Nottingham Forest dan beberapa kali dimainkan di pos gelandang bertahan dengan role sebagai holding midfielder.
“Saya pikir, saya bisa bermain sebagai gelandang bertahan atau mengemban peran sebagai box-to-box,” kata Garner di situs resmi klub ketika mengakui bahwa ia merasa nyaman bermain sebagai ‘nomor 6’ atau ‘nomor 8’.
Kedatangan Sancho, tentu saja membuat United membuka potensi terbaik mereka. Niat untuk bermain dengan formasi yang lebih ofensif plus lini depan yang lebih cair bisa mereka gapai. Kendati begitu, bukan berarti keping puzzle mereka sudah lengkap.
Sancho sendiri belum resmi menjadi pemain United. Solskjaer menyebut bahwa ada beberapa detail kecil terkait dokumen yang masih kudu dirampungkan. Dortmund sendiri menyebut bahwa transfer tersebut sudah rampung dan Sancho bukan lagi pemain mereka.
Per laporan Fabrizio Romano, sejak April 2021 Sancho sudah menegaskan keinginannya kepada Dortmund untuk hengkang ke United. Ini yang membuat raksasa Jerman tersebut tidak memiliki pilihan lain untuk segera melepasnya.
Setahun silam, Dortmund masih bisa memasang harga mahal untuk Sancho yang mencapai 100 juta poundsterling. Namun, dengan kontrak yang akan segera habis, Dortmund mau tidak mau mesti segera melepasnya jika tidak ingin kehilangan si pemain dengan gratis.
Alhasil, nilai transfer 72 juta pounds—yang dibayar dengan cara dicicil lima kali—jadi mahar United untuk Sancho. Langkah awal kisah si ‘Iblis Merah’ dengan Sancho boleh dibilang cukup mulus, selanjutnya tinggal bagaimana United memaksimalkan senjata terbaru mereka ini.